Siji merilekskan dirinya dan tidur telungkup di kasur empuk ruang kamar itu. Ia mengambil kembali kertas yang berada di sakunya. Kertas pemberian Madam Ameri yang katanya adalah peta menuju Kuil Kuno Kucing.
Siji memperhatikan secara seksama garis berkelok-kelok di tulisan itu. Terdapat beberapa garis segitiga yang Siji yakini itu menunjukkan gambar gunung. Sisanya hanya ada banyak tanda tanya, tanpa ada referensi apa pun dan tidak ada penunjuk arah juga.
"Huwaakh ... bagaimana aku bisa menemukan Kuil itu kalau petanya saja seperti ini, coba?!" Siji mengerang, frustrasi. Ia kini bahkan mengacak rambut, saking bingungnya.
Siji meletakkan kertasnya kembali di bantal. Ia menyipitkan mata, mungkin saja ada kode-kode khusus yang tersembunyi di dalam kertas itu. Namun, tidak ada apa pun di sana. Petanya terlihat masih sama seperti yang tadi.
"Kertas apa itu, Bang?" Tiba-tiba suara terdengar dari arah belakang Siji. Siji bahkan belum sempat menyembunyikan kertas itu saking terkejutnya.
Tuan Yudha yang entah sejak kapan berada di belakang Siji, langsung merebut kertas tadi. Tuan Yudha malah berjalan menjauh dan kini duduk di meja belajar ruang kamar ini.
Tuan Yudha tahu jelas jika anaknya itu masih belum punya tenaga untuk mengejarnya. Jadi, Tuan Yudha sengaja melakukan itu untuk mengusik ketenangan anaknya. Tinggal jauh dengan istrinya, membuat Tuan Yudha jadi sangat kesepian. Jadi, dia semakin sering menggoda anak-anaknya agar tidak kesepian.
Memang benar kata Siji tadi, papanya dalam mode kurang kerjaan seperti itu jauh lebih menyebalkan dari papanya mode kejam.
"Papa! Kenapa papa bisa kembali ke sini, heh? Bukankah papa tadi sudah keluar dari kamar abang ini? Apa papa bisa berteleportasi? Apa sebenarnya keluarga kita ini punya kekuatan super, tapi papa sembunyikan karena papa tidak dapat mengendalikannya?" racau Siji, yang langsung diberi tatapan mematikan oleh papanya.
"Ngaco kamu, Bang! Kekuatan apaan, coba? Ah iya, papa memang punya suatu benda ajaib, tapi itu tersembunyi di suatu tempat, Bang. Sangat jauh dari rumah kita ini. Kapan-kapan Abang akan papa tunjukkan deh." Tuan Yudha menanggapi dengan racauan tak kalah ambigu dari anaknya.
Siji tidak terlalu menganggap serius ucapan papanya tentang 'benda ajaib' tadi. Yang jelas, saat ini Siji harus merebut kembali peta yang diambil oleh papanya itu.
"Lalu, apa alasan papa kembali ke sini, coba? Mau tidur bareng gitu gara-gara papa kesepian nggak ada mama?" Siji berucap to the point.
Dia tidak tahu saja jika saat ini papanya tengah menjerit dalam hati, karena tuduhan Siji itu 100% benar. Tuan Yudha memang sangat kesepian hingga dia mengganggu anak-anaknya. Sayangnya, Yuji sedang tidak ada. Jadi, tidak ada yang bisa diajak Tuan Yudha sama-sama menonton film India.
"Papa! Kok malah diam? Kenapa papa balik ke sini lagi, heh?"
Ditanya seperti itu oleh anaknya, Tuan Yudha tidak langsung menjawab. Fokus matanya tertuju pada kertas yang baru ia rebut dari Siji tadi.
Tuan Yudha mengernyit, ia merasa familiar dengan gambar itu. Dia seperti pernah melihatnya di suatu tempat.
Siji yang tidak ingin melibatkan papanya dalam misi ini, berjalan tertatih menuju Tuan Yudha yang berada di meja belajarnya. Papanya itu pasti akan curiga jika Siji dan Yuji sebenarnya akan pergi ke tempat itu suatu saat nantinya.
Dan Tuan Yudha yang selalu mengekang anak-anaknya itu, tentu saja tidak akan pernah mengizinkan anak-anaknya keluyuran seperti ini.
Salah satu peraturan di rumah ini yang dibuat oleh Tuan Yudha adalah Triplet diizinkan keluar rumah hanya untuk melakukan hal-hal penting saja. Selama ini jika Tuan Yudha di rumah, Pradhika's Triplet selalu mencuri-curi kesempatan jika ingin keluar bebas.
Tapi, karena Tuan Yudha sangat jarang di rumah, jadi anak-anaknya melupakan semua peraturan yang Tuan Yudha buat. Apalagi yang namanya Yuji itu, bahkan malam ini saja Yuji tidak izin mau menginap di rumah temannya. Tuan Yudha sudah mewanti-wanti akan menghukum anaknya itu jika pulang besok.
Siji masih berusaha meminta peta tadi pada papanya.
"Papa, kemarikan kertas itu! Abang mohon, Pa!" pinta Siji. Ia kini sudah beberapa langkah lagi sudah akan mencapai papanya, namun rasa sakit kembali menghujam perut bawah bagian kirinya, dekat panggul.
Bersambung ....