Reiji menepuk jidatnya melihat kelakuan tiga remaja yang menurut Reiji aneh-aneh itu. Reiji menenggadah. Ia mengadu pada Tuhan, mengapa ia harus dia yang dikutuk seperti ini? Kenapa tidak kedua saudaranya yang kurang pintar ini saja?
Mereka kembali meletakkan kertas itu di tengah-tengah mereka. Otak mereka dipaksa untuk berpikir, memecahkan teka-teki yang berada di kertas itu. Yuji bahkan memijit pelipisnya, pose berpikir keras.
Ruangan hening beberapa menit, hingga terdengar suara langkah kaki memecah keheningan di ruangan ini.
"Ada apa ini? Apa ada sebuah pesta perayaan?" Sebuah suara terdengar. Adalah Tuan Yudha yang baru tiba di rumahnya. Ia tidak pernah melihat rumahnya seramai ini.
Yuji yang mendengar suara papanya langsung bangun gelagapan. Ia melihat ke arah jam dinding, jam masih menunjukkan jam 4 sore. Tidak biasanya papanya itu pulang seawal ini. Malahan terkadang Tuan Yudha pulang hingga jam 9 malam. Bahkan, sering tidak pulang juga sebelum marahan sama mamanya dulu. Yuji membatin.
Ryushin yang menyadari ekspresi ketakutan Yuji, langsung sadar situasi. Temannya itu pasti takut dimarahi oleh papanya karena membiarkan tamunya sampai membuat mie gelas sendiri, batin Ryushin.
"Ma-maafkan Kak Yuji, Om! Saya memang yang memaksa Kak Yuji untuk mengizinkan saya mampir ke rumah Anda. Sungguh, ini bukan salah Kak Yuji jika dia hanya memberi saya mie gelas, Om. Itu pun saya disuruh menyeduh sendiri di dapur tadi." Ryushin berucap, setengah memberi kode.
Tuan Yudha memperhatikan anak-anaknya dan teman mereka yang berada si ruang tengah rumahnya ini.
Siji dan Yuji tak banyak berucap. Dari keringat yang mengucur deras di pelipis mereka, menandakan jika mereka sangat ketakutan saat ini. Tidak hanya Siji, Yuji pun kemarin kena marah oleh Tuan Yudha. Jadi, mereka rasa jika papa mereka berubah jadi pemarah dan kejam akhir-akhir ini.
Tuan Yudha sepertinya tidak terlalu peduli dengan mereka. Ia berjalan melewati ruangan tengah itu dan menuju ke kamarnya, yang merupakan kamar utama yang berada di rumah ini.
Yuji langsung menarik Ryushin untuk segera meninggalkan rumahnya ini. Mereka janjian mau menonton bareng di rumahnya Ryushin tadi. Namun, langkah mereka terhenti saat Tuan Yudha berbalik dan mengucapkan sesuatu.
"Bang Siji, pesanlah makanan untuk temanmu! Nanti papa yang akan bayar!" Tuan Yudha berucap singkat. Setelahnya, Tuan Yudha kembali mengayukan langkah untuk menuju kamarnya, yang terasa sangat dingin sejak istrinya tidak pernah pulang lagi ke rumah ini.
Namun, ucapan Tuan Yudha yang dirasa biasa saja, dapat langsung membuat Siji dan Yuji berjingkrak kegirangan mendengarnya. Itu artinya jika papa mereka sudah mengizinkan Triplet untuk membawa teman-temannya yang lain di rumah ini.
"Siap, Papa!" seru Siji yang langsung memesan makanan untuk mereka bertiga. Ah, sayangnya Reiji tidak akan ikut memakan pesanan itu nantinya. Siji bersedih akan hal itu. Padahal, seharusnya ditemukannya Reiji dapat mereka rayakan. Namun, Reiji hanya bisa memakan makanan kucing untuk saat ini.
"Wah, papa kalian sangat baik, ya? Jika ada kerjaan lagi di rumah ini, hubungi aku aja ya, Kak Yuji?" pinta Ryushin yang masih saja tidak peka. Padahal, keluarga ini sedang mengalami masalah keuangan saat ini.
"Ahahaha ... kerjaan apa, Shin? Kau mau menyucikan CD kami, hah?!" Yuji mengahut cepat.
"Ya enggak nyuciin semvak kalian juga kali, Kak!" gerutu Ryushin, yang langsung membuat seisi ruang tengah itu tertawa, termasuk juga Reiji.
***
"Anaknya Ujang tadi sudah pulang?" tanya Tuan Yudha saat berada di belakang sofa ruang tengah. Ia melihat Siji yang membereskan semua sisa makanan bekas mereka tadi.
"Iya, baru saja."
"Terus, Bang Yuji sekarang mana?"
"Yuji ikut pergi sama Ryushin, Pa. Mereka akan melakukan sesuatu katanya. Enggak tahu apaan."
Siji menjawab apa adanya. Ia belum tebiasa dengan sikap papanya yang tiba-tiba berubah menjadi dingin seperti akhir-akhir ini. Jadi, Siji masih merasa canggung. Siji takut akan membuat kesalahan kecil yang akan membuat papanya marah-marah seperti biasa.
Tuan Yudha memasukkan kedua tangannya di saku celana. Ia berjalan tenang menuju ke arah sofa yang berada di dekat Siji beberes itu.
Tuan Yudha jarang sekali menghabiskan waktu di rumahnya selama ini. Biasanya, Tuan Yudha lebih sering menghabiskan waktu dengan bekerja bolak-balik ke luar kota untuk mengulak banyak kelapa, dan mengirim stok-stok daging kelapanya ke pabrik-pabrik dan kelapa utuh ke pasar tradisional.
Namun, akhir-akhir ini Tuan Yudha sepertinya mulai penasaran mengetahui kehidupan putra-putranya yang terkesan liar dan bebas itu.
"Kamu ngapain, Bang?"
To be continued ....