Chereads / Tetanggaku Yang Seram / Chapter 30 - 31 Oktober

Chapter 30 - 31 Oktober

Malam semakin larut. Sea mulai tersadar dari lamunannya.

Wanita cantik itu membasuh wajah, lalu memandang diri sendri di depan cermin.

"Selamat malam, Sea! Sudah saatnya kamu tidur, jangan terlalu kelelahan, besok kamu harus, mempersiapkan pesta," ucapnya.

Dia bermonolog dengan dirinya sendiri. Dan memandangi kalender yang dilingkari dengan pena berwarna merah.

31 Oktober, tanggal dan bulan yang paling ia nanti.

Seperti tahun sebelumnya dia akan  mempersiapkan  pesta yang meriah. Meski suami, dan anaknya, sudah meninggal, tapi tak masalah bagi Sea. Mereka tetap hidup dalam angannya.

Lalu Sea merebahkan tubuh di atas kasur. Sambil memeluk foto Edward.

"Baiklah, untuk malam ini saja, kau boleh memelukku, Edward,"

"Apa? Kau bilang masih mencintaiku?"

"Lalu bagaimna dengan, si Jalang, itu?"

"Jadi kau meninggalkanya sendiri, di lantai bawah tanah?"

"Haha! Itu memang bagus sih! Tapi sayang untuk mendapatkan maaf dariku tak semudah itu, Edward!"

"Iya, meski kau memohon dan berlutut sekalipun!"

"Apa pun alasanya, berselingkuh itu bukan pilihan yang tepat!"

"Iya, Sayang ...."

"Meski kau tak ada, aku akan merawat Clara dengan baik,"

"Hoamm ... ah aku ngantuk ...."

"Sudah jangan mengajakku mengobrol, Edward ...."

"Apa?! Kau akan kembali dengan, si Jalang, itu!" Mendadak Sea murka lalu membanting foto Edward.

Prang!

Figura itu pecah berkeping-keping.

Dalam angannya, dia sedang mengobrol bersama Edward, dan dalam obrolan itu terjadi percekcokan.

Sehingga membuatnya murka dan membanting foto.

Tetapi semakin lama, Sea merasa lelah, matanya berat karena menahan kantuk. Dan akhirnya Sea kambali membaringkan tubuh lalu terlelap.

Seperti biasa malam begitu sunyi di rumah ini. Tetapi  wanita itu tampak sangat menikmatinya. Dia berbaring sendirian di atas ranjang. Wajahnya begitu tenang, melupakan segala beban yang ada di kepalanya, dia tidak suka dengan kehidupan nyata. Kehidupan dalam khayalan jauh lebih indah, dan kesunyian adalah teman sejati bagi Sea.

***

Di pagi yang cerah tanpa sentuhan mendung.

Alice baru saja terbangun, dia segera bangkit sambil menggeliatkan tubuhnya di atas kasur.

"Ah, senangnya ... hari ini aku bisa bermalas-malasan," ucapnya.

Wanita berambut pirang itu membuka gorden jendela.

Lalu memandangi suasana pagi.

"Hampir satu bulan aku berada di sini, sungguh tak terasa," ucapnya. Dari luar jendela tampak Sea yang baru saja pulang dengan membawa banyak barang belanjaan.

"Sea, baru saja pulang berbelanja, ya?"

"Ah, dia itu memang gemar memasak, atau mungkin putrinya akan berkunjung ke rumahnya?"

Alice keluar dari dalam rumah, suara ramah Sea menyapanya.

"Hai, Alice! Selamat pagi!"

"Selamat pagi, Sea!" Alice berjalan mendekat.

"Sea, kau belanja banyak sekali? Kau akan mengadakan pesta ya?" tanya Alice.

"Iya, tentu saja. Ini adalah acara tahunan bagi keluarga kami. Dan aku tidak akan melewatkannya," jawab Sea.

"Wah, benarkah? Apa ... anak dan mertuamu juga akan datang?" tanya Alice.

"Tentu saja! Dan aku harap kau juga datang ke rumahku, ya!" ucap Sea.

Alice tersenyum tipis, dan tak langsung menjawab ajakan Sea.

Dia takut jika selama ini dugaannya benar, bahwa Sea seorang, Pembunuh, dan hal itu bisa membahayakan dirinya.

Tetapi di sisi lain dia juga merasa penasaran dengan Sea. Dan apabila dia datang ke rumah Sea, maka dia bisa menyelidikinya lebih dalam.

Dan di sana Alice bisa mengobati rasa penasaran dengan cara mencari tahu sendiri.

"Baiklah," jawab Alice.

"Kelihatanya kau akan sibuk hari ini, apa aku perlu membantumu?" Alice bertanya.

"Tidak usah! Aku lebih suka mengerjakannya sendirian, kau tahu, 'kan, kalau memasak itu hobiku,"

"Ah, baiklah, kalau begitu," ucap Alice sambil tersenyum, dan mendadak senyuman itu terhenti saat dia melihat sesosok anak kecil yang berdiri dibalik kaca.

"Sea, kau bilang putrimu baru akan datang nanti, 'kan?" tanya Alice dengan pandangan mata masih tertuju kearah jendela.

"Iya, memang benar," Sea menjawabnya dengan santai.

"Lalu siapa dia?" Alice menunjuk kearah jendela.

Sea terdiam sesaat, dan melihat di depan jendela tak ada siapa pun.

"Tidak ada siapa-siapa tuh!" tukasnya.

Alice mengedipkan matanya lalu melihat lagi kearah jendela, tetapi tak ada siapapun. Alice tak percaya jika anak itu menghilang.

Alice mengusap-usap kedua matanya, kemudian melihat lagi kearah jendela.

Gadis kecil berwajah pucat itu benar-benar sudah tak ada.

"Ah, masa sih, aku tadi salah lihat?" Alice bergumam.

"Alice kau baik-baik saja?" tanya Sea.

"Iya, Sea, aku baik-baik saja," jawab Alice.

"Yasudah kalau begitu aku masuk dulu ya?" ucap Sea.

Alice menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang masih terlihat bingung.

Jelas-jelas dia tadi melihat ada seorang anak kecil, tetapi hanya dalam satu kali kedipan saja anak itu sudah lenyap.

Alice benar-benar bingung dengan kejadian ini.

Sea sudah menjauh tetapi Alice masih tetap berdiri di tempat semula, tak satu langkah pun dia berpindah.

Sea menyadari hal itu, dan dia menghentikan langkahnya tepat di depan pintu, lalu dia kembali menghampiri Alice.

"Alice, kenapa kau masih di sini?"

"Ah aku ... masih ...."

"Alice, aku tahu kau itu masih menyimpan kecurigaan kepadaku. Makanya kau masih berdiri di depan rumahku dengan tatapan aneh itu!" tuduh Sea.

"Eh, bukan begitu, Sea! Tolong jangan salah paham aku hanya—"

"Jangan lupa datang ke rumahku, dan kita akan merayakan pesta berasama keluargaku," ucap Sea dengan senyuman tipis yang mengandung banyak arti, dan setelah itu Sea pun berlalu pergi meninggalkan Alice.

Wanita itu masih terdiam, dan membayangkan ekspresi Sea tadi.

Mendadak bulu kuduknya merinding, dia ragu untuk memenuhi undangan Sea.

Tetapi dia harus datang, ini adalah kesempatan untuk mencari tahu tentang, Sea. Jika Sea benar-benar Pembunuh dan tengah menyembunyikan Archer, maka dia harus segera membongkar kedoknya.

Bukan hanya Archer, tetapi juga Livy, keluarga mereka sedang kesusahan mencarinya. Alice tak tega melihat Ny. Rose, dan Bella, dalam kesedihan.

"Yah, aku memang harus datang!" Alice membulatkan tekatnya.

*****

Sementara itu di ruang bawah tanah, Sea kembali mengobrol bersama para mayat-mayat koleksinya.

Dia menghampiri mayat anak kecil.

"Clara! Berapa kali, Ibu, memberitahumu! Jangan keluar rumah, Sayang! Itu berbahaya!" ujarnya.

Dia berbicara dengan nada tinggi di hadapan mayat anak kecil itu, selayaknya seorang ibu yang sedang memarahi anaknya yang bandel.

"Kalian bersiap-siap ya, sebentar lagi akan ada penghuni baru," ucap Sea.

"Se...a ...." Terdengar suara lemas bergetar memanggilnya.

Sea menoleh dengan raut wajah yang kesal.

"Ah, kau lagi! Apa kau sudah tidak sabar untuk mati, Archer!" tanya Sea.

"Sea, tolong bebaskan aku, Sea... aku ingin bertemu dengan istri, dan anak-anakku," Archer meminta dengan nada memelas.

"Ah, bagitu ya? Bukankah kau ingin bertemu dengan, Alice?" sindir Sea tersenyum sinis.

"Alice ...?"

To be continued