Chereads / The Sun and The Curse / Chapter 24 - Self Disclosure.

Chapter 24 - Self Disclosure.

Tibalah mereka di depan bangunan biro keamanan kota Thiansui. Zhao Yang bersama dengan banyaknya orang mulai memperhatikan seluruh penglihatan dari dua pria yang sedang berjaga.

Berpakaian rapi berwarna merah dengan dua topi yang terjaga, dengan tombak lancip menatap tajam. Namun, Zhao Yang sama sekali tak getir untuk tetap menerobos masuk.

"Tuanku adalah seorang bangsawan yang berasal dari kota Chang'an. Siapa yang berani menentang dirinya, berarti akan menentang raja," pekik Jing Mi dengan bangganya.

"Aku adalah Li Zhao Yang, anak dari seorang perwira tinggi di kerajaan. Merupakan keturunan kental dari Raja!" seru Zhao Yang dengan lantangnya.

Dua pria penjaga saling menatap dengan mencengangkan. Kedua kepala saling meraba keheranan, sambil menggeleng-geleng.

"Apa kita harus percaya itu?" tanya dari salah satu kepada temannya.

Zhao Yang menunjukkan sisi sebelah tangannya, dirinya mengacungkan sebuah cincin giok dari keluarga kerajaan. Dua pria itu pun terpelangah hebat ketika melihat bukti bahwa dirinya benar dari keluarga kerajaan.

Dua mata mendelik lebar, dengan gerakan spontan membukakan pintu dengan cepat. Gerbang besar pun terbuka hingga memberikan celah jalan untuk mereka memasuki halaman pertama.

Zhao Yang melirik wajah Jing Mi dengan sebuah kebanggaan, sedangkan di balik punggung mereka telah menunggu dari banyanknya saksi. Beserta para pelayan setia Zhi Yang berdiri dengan segala ketegasan bertanggung jawab.

"Ayo!" seru Jing Mi memimpin para rakyat jelata dan lainnya.

Seluruh pasukan rakyat jelata pun memasuki ruangan biro keamanan. Halaman seluas mata memandang kini terhenti di depan mata.

Zhao Yang berdiri dengan segala ketegasan, dimana dua penjaga itu pun membisikkan sesuatu kepada seorang pria. Pria yang tadi sempat menjadi orang yang melihat Zhi Yang jatuh pingsan.

Dua pria penjaga gerbang pun kembali berdiri dengan menatap dan memperhatikan sisi Zhao Yang.

Pria tadi memukuli kepala salah satu petugas dengan geramnya. "Hei, jangan diam saja! Bawa pria itu dan berikan dia kursi untuk duduk, Bodoh!" perintah pria itu kesal. Masih pada baju yang sama, dengan aksen warna hijau tuanya.

Pria yang dipukuli dengan santai itu menoleh sambil memegangi dengan tatapan terkejutnya. "Hah?! Ya, baiklah." Dirinya kembali memajukan langkah mendekati Zhao Yang dengan raut kurang nyaman.

"Tu-Tuan," sapa pria penjaga itu dengan merundukkan pandangan.

Zhao Yang melirik dan memperhatikan pria itu dengan penuh percaya diri.

"Sebaiknya tuan duduk di sebelah sana," pinta pria itu menjulurkan tangannya ke balik punggung.

Tepat di hadapan tempat si hakim itu duduk. Ia pun menaikkan alis sambil memperhatikan si pengawal pribadinya. Jing Mi hanya mengangguk pasrah untuk memberikan keputusan penuh kepada mereka.

"Hm, baiklah. Asal kami tidak menunggu lama," sahut Zhao Yang meninggikan dagunya.

Ia pun berjalan mengikuti arah dari si penjaga menuju kursi yang ada di depan teras dari bangunan. Sementara itu, satu meja bulat mendampingi dirinya diiringi dengan dua pelayan yang menyuguhkan teh hangat.

"Silakan, Tuan!" tawar pria penjaga itu.

Tak beberapa menunggu lama, seorang hakim pun keluar bersama beberapa rekan penyelidikan. Rautnya tercengang ketika dirinya segera disapa oleh pria berbaju hijau tua tadi.

Membisikkan sesuatu dengan seriusnya. Si hakim itu tertegun saat melihat sosok Zhao Yang duduk bersantai.

"Kenapa ini bisa terjadi? Kalian harus memberi hormat padanya!!" pekik si hakim itu lantang.

Secepat kilat, dirinya memajukan langkah mendekati Zhao Yang yang duduk manis di atas kursi kayu.

"Tuan muda," sapa si hakim itu membungkukkan badan dengan penghormatannya.

"Kami baru mengenal dirimu. Tapi, aku menyesal tidak bisa mempertanyakan ini lebih awal," tutur si hakim sambil merunduk tunduk.

"Hmm, ya, ya. Bisakah kau duduk dan memberiku waktu?" pinta Zhao Yang ramah. Salah satu tangannya menjulur datar memberi celah kepadanya untuk duduk.

Si hakim itu pun meraih kursi dengan pelannya. Menatap lurus sembari menatap wajah Zhao Yang dengan penuh kehangatan. "Tuan, silakan tehnya," ucap si hakim meraih teko lalu menuangkannya ke dalam gelas.

"Hm, terima kasih. Tapi, kedatanganku ke sini bukan untuk sekadar minum teh. Kau tidak melihat orang yang ada di sana?!" tunjuk Zhao Yang ke arah orang yang mengikuti dirinya.

Si hakim melirik wajah para pengikutnya sambil mendelik lebar. Dirinya mulai memperhatikan Zhao Yang secar baik-baik.

"Apa yang ingin kau katakan?" tanya si hakim itu perlahan.

"Chen Xi Zhou, kau adalah seorang hakim yang bertugas tinggi mengadili kejahatan. Tapi, kau sudah melewati batas seorang raja untuk mengurung orang yang tidak bersalah. Di sana, mereka saksi mata yang sudah melihat nona Zhi Yang memasuki rumah korban belum lama ini."

"Tapi, kau sudah memutuskan bahwa dirinya sebagai pelaku pembunuhan. Padahal, perlakuan pembunuhan itu membutuhkan waktu yang cukup terjaga."

"Maka dari itu, kau telah menyimpulkan hal-hal yang membuat beban dari keluarga mereka secara tidak adil," ujar Zhao Yang dengan tegasnya.

"Tuan muda," lirih Chen Xi Zhou.

"Aku sungguh minta maaf. Aku tidak mengenali dengan baik tentang dirimu. Akan tetapi, saya lakukan itu demi kenyamanan warga," jelasnya menuruni posisi duduk lalu bersujud dengan hormat kepada dirinya.

Zhao Yang memperhatikan si hakim yang bersujud sambil memohon ampunan kepada dirinya. Dengan segala ketegasan, Zhao Yang pun beranjak dari posisi duduknya sambil memperhatikan si hakim.

"Lepaskan tabib wanita yang kau kurung itu!" perintah Zhao Yang lantang.

Si hakim itu pun merunduk dengan sebuah anggukan kecilnya. Tak beberapa saat menatap, terdengar jeritan dari arah yang tidak terduga.

"Tuan!!"

"Tuan!!"

Seruan itu pun mulai terdengar di sepanjang jalanan. Dirinya membawa tubuh yang melayang-layang tinggi di segala arah jalannya.

Zhao Yang membalikkan pandangan ke sumber suara yang menjerit terkejutnya. Si hakim itu pun beranjak cepat melirik kedatangan pria penjaga dari penjara.

"Hei, ada apa? Apa yang sudah terjadi?!" seru Chen Xi Zhou membelalakkan matanya.

"Di sana, di sana," tunjuk si pria itu dengan napas tersengal-sengalnya.

Zhao Yang mengerutkan keningnya sambil memperhatikan raut pria pengantar kabar itu dengan serius.

"Apa yang terjadi?" tanya Zhaa Yang mulai tak sabar menunggu kabar.

"Wanita itu kehilangan napas lagi," ungkap pria itu gemetar.

"Haaa … dia mulai lagi," gerutu dari pria berbaju hijau tua.

Deg!

Sontak, kedua mata Zhao Yang membuntang lebar. Dirinya memajukan langkah mendekati pria itu dengan memegangi dua bahu si pria.

"Apa benar yang kau katakan?!" tanya Zhao Yang tertegun.

Dua pegangan eratnya pada bahu pria yang baru saja tiba itu. Dengan penuh ketidak percayanya dia kepada pria itu mulai menatap lurus dan tajam.

"Kami sudah membawakan jasadnya ke sini, Tuan," sebut pria itu menoleh.

Zhao Yang menoleh dengan cepatnya ketika dua pria membawa tandu, dimana terbaringnya Zhi Yang di atas alas tandu. Dengan rasa tak percayanya, ia melirik dan segera menghampiri wanita yang baru dikenalnya itu.

"Tidak mungkin," sebut Zhao Yang menggeleng-geleng.