Chereads / Between Us : Apologize / Chapter 13 - Falling

Chapter 13 - Falling

Zefa saat ini benar-benar terpukau. Pada seorang presensi tak terduga yang membuat anomali laju jantungnya berdegup kencang. Seorang pria di balik rak buku di depan itu telah berhasil membuat atensi Zefa berpusat padanya.

Pra yang kini ia pandangi dari sela-sela buku berperawakan santai dan lembut itu memakai sweater berwarna putih dengan kaca mata setengah bundar bertengger di atas hidung mancungnya.

Zefa terpana ketika ia bersandar di rak buku seraya membuka halaman baru untuk buku yang tengah ia baca. Saat ini, Zefa tidak bisa mendiskripsikan perasaanya yang jauh berbeda saat melihat Agus dan Joshua.

Tetapi, saat pria itu menoleh ke arahnya. Zefa langsung berbalik serta mengatur napas yang terasa menderu lebih kencang dari biasanya. 'Astaga, kenapa aku harus menatapnya' pikiran Zefa tiba-tiba saja berkecamuk sebab ia ketahuan memandangi pria tersebut.

Dirinya Kemudian berinisiatif untuk membungkukkan badan—mengendap untuk berjalan ke depan agar pria itu tidak tahu, jika dirinya sudah pergi.

Apalagi ketika Zefa sibuk mengendap untuk menghindari area yang membuatnya malu. Kepala Zefa malah menabrak sesuatu. Hingga ia membulatkan manik lebar, ketika mendapati sepasang sepatu tepat berada di depannya.

Zefa sontak saja menelan saliva nya. Perlahan menegakkan kepala hingga memejamkan manik—sabar ketika melihat pria yang dia intip tadi kini berhadapan dengannya.

"Hai," sapa pria tersebut.

"Oh, H-hai juga," jawab Zefa. Ia mencoba untuk mengulas senyum sembari mengusap tekuk nya ketika pria ini menatap datar Zefa yang berubah menjadi salah tingkah.

"Aku tadi melihatmu dari rak buku sebelah."

"Benarkah?" Zefa berpura-pura tidak tahu menahu tentang kejadian tadi. Mengedarkan pandangan melihat ke arah lain, saking tidak beraninya menatap balik pria tersebut.

"Iya tidak salah lagi itu kamu." Zefa berkedip.polos ketika ia tidak tahu lagi apa yang harus diutarakan sebagai alasan, karena dirinya malah memusatkan atensi kepada sebuah buku berjudul 'piano'di pria tersebut.

Sempat terlitas dalam pikiran Zefa, bahwa ia kini sudah tahu apa yang harus dirinya katakan. "Tadi aku sedang mencari buku dengan judul 'Piano' dan tidak sengaja aku melihat kamu yang memegangnya buku itu," ungkap Zefa beralasan.

"Buku ini?" sahutnya. Pria tersebut lantas mengacungkan buku yang ia bawa tersebut pada Zefa yang tersenyum tipis sembari menganggukkan kepalanya. Dia merasa bahwa alasan tadi cukup bagus untuk mengelabuhi pria tersebut.

Walau ia, sebenarnya tidak tahu menahu tentang musik, apalagi mengenai buku tersebut. Namun, pria ini sepertinya senang dengan respon dari Zefa.

"Namaku Leo." Pria tersebut menjulurkan tangan kanannya untuk berkenalan dengan Zera yang membuat anomali laku jantungnya tiba-tiba berdegup kencang. Ia mematri atensi sejemang kepada pria tersebut. Lantas perlahan menyambut tangan Leo dengan tatapan tampannya hingga pipi Zefa memerah tanpa alasan.

"Zefa... Namaku, Zefa," sahutnya. Ia mengulas senyum ramah kepada Leo yang membalasnya. Leo bahkan tidak menyangka, jika ia pun akan langsung bertemu dengan orang yang cocok dengannya.

"Salam kenal ya... Aku tidak tahu di kota ini ada juga yang menyukai alat musik piano." Zefa tersenyum meringis tatkala mendengar pengakuan Leo dengan sesuatu yang sudah Zefa tebak dengan mudah. Jika ia... Memang menyukai alat musik.

"Emm tangannya," ucap Leo. Bersamaan dengan tersentaknya seorang Zefa karena baru menyadari jika tangannya masih memegang Leo. Ia pun lekas melepaskan kaku pria tersebut sembari mengalihkan pandangan pada hal lain.

"Oh maaf-maaf." Leo berdeham ketika ia tanpa sadar malah tersenyum samar melihat Zefa yang malu-malu. Namun, dari situasi ini sudah Zefa tebak. Leo tidak akan melepaskannya dengan mudah.

"Mau membaca buku ini bersama?" tanyanya. Sungguh, ini merupakan kesempatan Zefa bisa dekat dengan pria tampan seperti Leo. Tidak terlintas dalam pikiran Zefa bahwa ia akan menolak ajakan dari Leo.

Zefa pun... Akhirnya menganggukkan kepala setuju.

Setelah beberapa lama mencari meja yang kosong. Keduanya pun lantas duduk bersebelahan. Zefa bertopang dagu sembari melihat ke arah samping, pria yang membaca buku untuknya.

Menerobos ketenangan di wajah Leo dengan semburat rasa yang mencuat keluar tidak patut di mengerti oleh Zefa. Tidak sedetipun, Zefa mengalihkan pandangannya dari pria yang berada di depannya.

Awalnya memang terasa aneh karena dia belum pernah sama sekali tertarik dengan seorang pria. Namun, takdir mempertemukannya dengan Leo seorang pria yang ramah dan santai sampai-sampai membuat jantungnya tidak bisa berhenti berdetak kencang.

Zefa akan menikmati momen di mana dunia terasa milik berdua. Angin sejuk menerpa monolitnya berkali-kali sambil mengatakan jika Zefa, akan menyesal bila sampai mengalihkan pandangan dari pangeran negeri dongeng yang menyusulnya untuk lari dari kenyataan.

Bahkah saat Leo mengangkat kepalanya serta melihat ke arah Zefa. Gadis itu hanya tersenyum dan berkata, "Lanjutkan saja membacanya."

"Apa kamu yakin tidak ingin membacanya juga? Tadi kamu bilang ingin membacanya."

"Tidak, posisi ini sudah pas," jawab Zefa asal-asalan.

"Apa?" Zefa lantas berkedip cepat saat tersadar akan ucapannya tadi, sontak saja dia langsung menegakkan kepalanya.

"A-ah tidak apa-apa. Setelah kamu selesai membaca. Kamu bisa memberikannya padaku karena aku tidak bisa fokus membaca saat di sini," elak Zefa. Leo memainkan lidahnya di dalam mulut, apalagi setelah mendengar jawaban dari Zefa. Leo pun langsung menutup bukunya dan meletakkan benda tersebut di atas meja.

"Siapa nama pianis yang paling kamu suka?"tanyanya. Sontak saja, Zefa langsung terdiam sesaat setelah mendengarkan pertanyaan yang Leo lontarkan padanya. Perasaan gugup apa yang mulai mendatangi Zefa.

Dia bahkan tidak tahu apapun mengenai alat musik piano dan sekarang Leo menanyakan pertanyaan yang membuat Zefa tidak bisa menjawabnya.

"Oh kamu di sini Zefa." Keduanya sontak saja menengok ke arah dua teman Zefa yang baru saja menyelamatkan hidupnya. Tanpa berpikir panjang, Zefa lekas beranjak bangkit menghampiri kedua temannya. Agus dan Maria.

Mereka bahwa merasa terkejut saat mengetahui bahwa temannya sedang berbincang-bincang dengan seorang pria asing. "Wah sepertinya aku mengganggu," ucap Agus sembari mengulas senyum.

Ini kesempatan bagus bagi Zefa untuk menghindari pertanyaan yang Leo ucapkan. Ia akan membaca lebih banyak mengenai pianis atau piano apalah nanti untuk menjadi bahan pembicaraan mereka nanti.

"Sebaiknya aku harus pergi," pamit Zefa. Tidak baik juga baginya, bila membiarkan Maria dan Agus berada di dekat Leo. Ia dengan cepat menarik tangan kedua temannya dan berjalan menjauh dari Leo yang spontan gelagapan.

"Ta-tapi bukunya," ucap Leo. Ia dengan cergas mengangkat buku yang masih senantiasa berada di atas meja.

"Kapan-kapan saja." Leo pun memperhatikan ketiga punggung manusia yang sebaya dengannya itu menjauh. Tanpa sadar langsung tersenyum saat melihat Zefa dengan semburat raut wajah merah yang tertanggal di pikirannya semenjak mereka bertemu.

"Gadis manis," ungkap Leo. Ia pun kembali lekas mendudukkan tubuhnya kembali. Membuka halaman berikut yang belum ia baca lagi semenjak bertemu dengan Zefa. Atau sebenarnya, sudah ia baca, namun tidak fokus karena bersama dengan wanita yang menatapnya sedari tadi.

Jelas, Zefa terlalu hebat. Hingga ia pun, bisa dengan cepat mengganggu pikiran Leo yang baru ia temui beberapa menit saja.

***

"Wah akhirnya." Kini Zefa kembali ke diri aslinya sediri. Dengan memejamkan matanya, Zefa menyandarkan punggung pada sandaran kursi di halaman depan perpustakaan.

Maria yang duduk di kursi bagian depan Zefa pun sontak saja, langsung menoleh ke arah bagian dalam perpustakaan. "Wah tidak ku sangka kamu bisa menemukan pria setampan itu. Bahkan penjaga perpustakaan baru ternyata tidak seganteng pria yang bersamamu tadi," jelas Maria.

Ia kecewa dengan hasil jerih payah datang jauh-jauh ke area sekolah, hanya untuk mendapati seorang pria yang sudah menikah.

"Biasa saja, tapi kalau di ingat-ingat kalian berdua telah membohongiku," tuduh Zefa.

Ia menatap tajam ke arah kedua temannya.

Maria yang melihat tatapan Zefa pun kembali mengedarkan pandang untuk menghindari amukan Zefa.

"Tadi kami melihat komik kok. Kamunya aja yang tidak fokus dan malah memperhatikan hal lain," elak Agus.

Ia mencoba untuk tetap tenang. Meski dirinya dan Maria juga tidak tahu, jika di perpustakaan dekat sekolah itu tersedia komik. Apalagi, Zefa menyukai komik action dan sedikit berdarah-darah. Jelas, perpustakaan umum yang bekerjasama dengan sekolah, tidak akan menyediakan komik seperti itu.

"Benar, bahkan kamu tadi belum berkeliling," sahut Maria menebak-nebak. Wanita mana yang tidak akan terpaku diam dengan pemandangan pria seperti tadi.

Setelah Zefa pikirkan pun. Apa yang dikatakan Maria dan Agus ada benarnya Juga. Dia tadi hanya berjalan ke arah satu area. Bahkah belum menyisir semua rak, tentu saja ia tidak akan menemukan komik apapun di sana selain buku piano di tangkupan pria tersebut. Berhasil menarik perhatian Zefa.

"Baiklah, kita pulang saja Gus. Mampir ke toko buku... Aku, mau beli Buku musik."

To Be Continued...