Chereads / Between Us : Apologize / Chapter 18 - Danger

Chapter 18 - Danger

Joshua dan Ari melangkah pergi dari tempat tersebut dengan perasaan yang jauh lebih melegakan, walapun masih tersisa perasaan kecewa Joshua terhadap Zefa yang menyalahkan semua kepadanya. Akan tetapi, saat bersama Ari tadi, lumayan membuat amarahnya terendam meski tidak sempurna.

Joshua tidak langsung pulang ke rumahnya, dia pergi ke suatu tempat untuk menjernihkan pikiran. Dia melajukan mobilnya ke sebuah halaman rumah kayu sederhana berwarna dark cokelat, serta sambutan dari seorang wanita tua itu membuat Joshua mengulas senyumnya sempurna.

"Cucuku," ucap nenek Joshua. Ia merentangkan kedua tangan dengan rapuhnya tatkala Joshua berjalan serta memeluk erat raga nenek kesayangannya i

"Hallo nenek, aku rindu," ungkap Joshua. Ia menghirup aroma khas tubuh nenek sebagai satu-satunya manusia yang memanjakan Joshua dalam masalah perhatian.

"Ayo masuk nak," ucap nenek. Joshua menganggukkan kepala. Ia masuk ke rumah neneknya, dengan sambutan juga secangkir teh hijau yang neneknya langsung hidangkan. Joshua kemudian lesehan di lantai yang karpet plastik dengan gambar animasi favoritnya dahulu.

"Apa yang terjadi Joshua?" tanya nenek lembut.

Joshua meneguk teh yang tersaji dengan aroma kasih sayang yang tidak pernah berubah dari neneknya. Ia kemudian meletakkan kembali gelas tersebut ke atas meja tatkala nenek Joshua menunggu cucunya bercerita.

"Aku hanya lelah Nek, aku berusaha menjadi orang yang baik tapi yang aku dapatkan hanya rasa sakit," adu Joshua. Nenek Joshua sepertinya tidak tahu kemana arah pembicaraan cucunya berlabuh.

Namun, ia selalu berusaha untuk mengimbangi Joshua. "Pasti berat ya," sahutnya. Tangan beliau pun mengusap kepala Joshua yang bersandar dibahunya. Nenek tahu apa yang dirasakan Joshua saat ini.

"Aku ingin menjadi anakmu saja Nek." Mendengar ucapan Joshua yang terasa konyol itu pun, lantas membuat nenek tertawa.

"Kalau begitu seharusnya kau lahir dulu di banding orang tuamu," timpalnya. Joshua merasa nyaman dengan usapan lembut dari tangan keriput yang membuat seluruh beban di pundak Joshua pun perlahan menghilang, seiring dengan semakin khidmatnya ia bersama dengan nenek tercinta.

***

Banyak yang berkata bahwa Joshua adalah satu-satu murid tertampan dan populer di sekolahannya, mengingat wajahnya yang mulus dengan hidung mancung, mata sedikit lebar, bulu mata yang lentik dan badannya yang tinggi besar membuat dia mirip seperti idol korea.

Terlebih lagi dengan alis tebal dan wajah tampan yang di milikinya membuat aura pemarah, ciri khas Joshua ini mencuat keluar dengan sangat kuat. Tidak heran jika para siswi di sana tergila-gila kepada Joshua.

Namun, semua itu tidak berlaku bagi Zefa yang lebih asik dan tertarik ke dunia komik daripada romansa yang akan melelahkan hatinya. Di pagi yang cerah kali ini, Zefa melangkahkan kedua kakinya masuk ke gerbang sekolah.

Aktivitas hari ini, dia memakai setelan baju olahraga dengan rambutnya yang di kuncir kuda, ia kemudian memakai rompi rajut berwana merah. Hingga membuat kepribadiannya berubah karena di sudut bibirnya melekat sebuah plester akibat tragedi kemarin siang.

Dia berjalan dengan santai walau semuanya berubah dalam sekejap mata, dari kejauhan... Ia dapay melihat segerombolan para siswi berlari ke arahnya, spontan saja, hal tersebut membuat Zefa menghindar kemudian dengan cepat membalikkan badannya.

Tak heran jika para siswi tadi berlarian dengan semangat dan pencicilan seperti baru saja menemukan sebuah berlian tampan, namun ternyata, mereka hanya berlari untuk menghampiri Joshua yang baru saja datang dengan menaiki mobilnya.

Tak lama setelah itu sosok pria dengan perawakan tinggi besar dan keren keluar dari mobil, pria itu tak lain adalah Joshua.

Pria tersebut mengedarkan pandangan, sepasang matanya kini menangkap sesosok siswi yang memakai plester di sudut bibirnya, dia tahu kalau gadis itu tengah menatapnya dan tak lama kemudian Citra datang serta langsung memeluk Joshua tanpa permisi.

Sejak kapan ia jadi idola begini? Padahal kejadian kemarin hanyalah semata-mata untuk menyelamatkan Zefa, bukan untuk menjadi pahlawan hingga penggemarnya berkembang pesat. "Kamu baru datang ya," ucap Citra pecicilan.

Joshua mengalihkan pandangannya, kini berpusat dengan menatap Citra yang ada di depannya. Wanita tidak tahu malu dan tempat ini, mungkin hanya mengira jika mereka ada di lapangan saja. Bukan sekolah, terlebih... Joshua merasa khawatir, sebab sempat terlintas di pikirannya, jika dia akan membuat Zefa cemburu.

Joshua yang mengulas senyum palsu itu pun melepaskan pelukan Citra, "Tentu, kau pikir apa," sahut Joshua.

"Ugh, kamu ganteng banget tahu gak hari ini," balas Citra. Ia mencubit gemas kedua pipi Joshua. Zefa yang menyaksikan hal tersebut, bahkan merasa risih hingga ia memutar bola mata jengah dan lekas beranjak pergi. "Mengapa pagiku ini harus ternodai dengan pemandangan menjijikkan begitu?" gerutu Zefa.

Joshua yang melihat Zefa berjalan menjauh itu pun, malah membuat dia bepikir bahwa aktingnya berhasil membuat gadis itu cemburu. Ia mencengkeram lengan Citra serta memandangnya lebih intens. "Pergilah!" tekan Joshua.

Ia kembali masuk ke dalam mobilnya setelah bertindak bodoh dengan menguji Zefa hanya untuk melihat tingkahnya saja, di mana Citra yang terperangah tidak percaya mendapat perlakuan itu mendapat ledekan di muka umum.

"Aish kenapa dia seperti itu," gerutunya. Citra menghentakkan kedua kakinya. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar, di mana wanita-wanita yang iri dengan kedekatan dirinya dengan Joshua saling berbisik untuk meledeknya. Malu sudah wajah Citra di sini.

Kemudian di sepanjang perjalanan menuju ke kelasnya, Zefa tiada enti-hentinya bergerutu tentang kejadian tadi, dia merasa bahwa hatinya terlalu panas saat melihat Citra secara terang-terangan memeluk Joshua.

Mereka pikir, memangnya mereka ada di mana hingga harus seperti itu. Bahkan meski memang ini merupakan sekolah milik Ayah Joshua. Tetap saja mereka tidak bisa seenaknya. "Aish apa yang aku pikirkan. Fokus Zefa! Fokus!" gumamnya.

Sesaat setelah dia beradu argumen dengan hatinya sediri tibalah Zefa ke ruangan di mana tempatnya ia menimba ilmu sekaligus menghabiskan waktunya untuk tidur.

Seharusnya, sesampainya di kelas semuanya terlihat normal seperti biasanya. Namun, tidak untuk hari ini. Beberapa pasang mata menatapnya dengan tatapan yang aneh seolah-olah melihat Zefa ini seperti merupakan orang asing yang kehilangan arah.

Zefa melangkahkan kedua kakinya masuk ke ruangan tersebut, serta lekas duduk seperti biasanya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

Dia mengeluarkan beberapa buku kemudian meletakkan kepalanya di atas tumpukan kertas tersebut.

Ada apa dengan hari ini, batin Zefa tiba-tiba saja merasa aneh dengan situasi yang membuatnya tidak enak hati. Dia merasa bahwa teman sekelasnya menganggap Zefa seperti orang aneh yang baru saja keluar Goa, sebab ia dengan polosnya mengabaikan atmosfer yang tengah memburuk.

"Zefa." Pemilik nama ini tentu saja sangat mengenali suara tersebut, ia mendongakkan kepala hingga menatap teman perempuannya dengan bedak yang begitu tebal melekat di wajah itu tengah memandangnya penasaran.

"Ada apa Maria? Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Zefa. Maria duduk di kursi depan Zefa, ia kemudian membuka layar ponselnya dan memperlihatkan sebuah rekaman vidio kepada Zefa.

"Bukannya ini kamu?" tanyanya. Sontak saja, hal tersebut membuat kedua mata Zefa membelalak tatkala melihat vidio perkelahiannya dengan kedua pria yang ada di kantin saat itu.

"Ini..."

"Zefa ini benar-benar kamu?" Zefa menatap gusar ke arah Maria yang tidak percaya dengan sikap temannya, dia tidak tahu harus jawab apa selain menunjukkan wajah meringis nya karena tidak pernah terpikirkan di otaknya kalau akan ada seseorang yang merekam kejadian kemarin sore.

Bahkan dalam rekaman itu juga terlihat jelas saat Vino memukul sudut bibirnya sampai-sampai hari ini dia harus merekatkan pleset di bekas bogeman seorang pria stress yang membuat Zefa menggaruk tekuknya.

Maria mematikan ponselnya kemudian memegang kedua bahu Zefa. "Aku tahu kalau kamu peduli tapi seharusnya kau berpikir dulu sebelum bertindak lalu luka itu..."

"Bagaimana bisa kau mendapatkan vidio itu?" tanya Zefa. Ia memotong ucapan Maria yang mengkhawatirkan dirinya karena masalah akan semakin membesar.

"Zefa!" Pemilik nama itu juga menggulirkan pandangan, kepada seseorang yang membuatnya menghela napas, karena Agus dengan sewotnya menghampiri serta lekas duduk di samping maria.

"Ada apa lagi gus?"

"Kamu sudah tahu kan?" tanya Agus panik.

"Ya, aku sudah tahu. Dari mana video ini bisa tersebar?" tanya Zefa. Sontak saja Agus merogoh saku serta mengeluarkan ponselnya. Ia lalu mulai mengusap layar serta menunjukkan group sosial media yang dia punya.

"Ini..." Zefa kembali terkejut sesaat setelah membaca isi ponsel Agus, hanya dirinya yang baru menyadari bahwa video ini tersebar kata semua komunitas sekolah kenamaan Bandung ini hingga menjadi trending topik di majalah harian sekolah.

"Seharusnya kamu membuat akun media sosial Fa biar tahu info terkini," sahut Maria. Temannya itu juga mulai sama mengotak-atuk ponselnya kemudian dia menunjukkan salah satu akun media sosial kepada Zefa.

Temannya itu lantas mengambil ponsel Maria lalu melihat setiap postingan cerita yang ada di akun tersebut. "Ini Vini, dia salah satu siswa yang akan sangat berbahaya di sini, dia memiliki teman bernama Zee dan Felix. Tetapi Felix belum pindah ke sini. Karena satu kasus yang menimpanya hingga membunuh salah satu siswi, akhirnya dia mendapat skors hingga harus cuti sekolah," jelasnya.

"Memang kenapa siswi itu bisa dibunuh apa masalahnya?" tanya Zefa ia baru tahu, jika dirinya saat ini berhadapan dengan sebuah masalah besar, hingga harus berhati-hati terhadap beberapa siswa yang akan menjadi musuhya.

"Karena dia melakukan hal yang sama seperti yang kamu lakukan dan dia menyelamatkan orang yang sama," jawab Agus khawatir.

"Ya, siswa yang di selamatkan saat itu kalau tidak salah namanya Putra, dia satu angkatan dengan kita, dia mendapatkan perundungan ini di sekolah lain. Karena dia mengencani pacar Vino," timpal Maria.

"Terus kenapa mereka di Terima disini?" tanya Zefa.Secara bersamaan, Agus dan Maria mengangkat kedua bahu mereka sebagai artian tidak tahu. Keringat dingin mulai menjalar keluar dari dahi Zefa yang menghela napas gusar. Dia tidak menyadari betapa bahayanya situasi sekarang ini.

Zefa lantas memberikan kembali ponsel kepada Maria dan mulai mencari cara untuk mengatasi halal mengerikan yang mungkin akan terjadi. Zefa sudah terlanjur masuk ke dalam jurang yang dalam. Ia sudah menantang Vino, siswa pindahan akibat penindasan di sekolah sebelumnya.

Jelas, ini sangat berbahaya bagi Zefa.

To Be Continue...