Chereads / Between Us : Apologize / Chapter 24 - Counting Stars

Chapter 24 - Counting Stars

"Tante-tante katamu?" Dia berbalik dan menarik tangan Zefa kebelangannya.

"Apa yang kalian tunggu, serang orang tua itu!" seru Zee.

"Maaf Zefa aku ingin menemanimu tapi ada permainan yang menyenangkan tengah menantiku."

Tatapan kagum dia keluarkan tak kala melihat Aura yang sedang menghajar anak buah dari Zee, hanya ada satu kata dipikiran Zefa saat itu yaitu 'Keren' gadis itu terus memperhatikan gerakan yang Aura keluarkan

Walaupun sekarang ini di memakai rok ketat hal itu tidak membuatnya lemah, saat sebuah pukulan dari samping menuju ke arahnya. Aura langsung mengangkap lengan pria itu kemudian meninju uluh hatinya sehingga membuatnya terjatuh.

Suara sirine dari mobil Polisi membuat mereka semua terkejut. Zee menyuruh anak buahnya untuk menhentikan aksinya. "Aku akan membalasmu," Ancam pria itu kemudian berlari pergi.

Aura merenggangan otot-ototnya sesaat setelah melihat musuhnya lari terbirit-birit. Walaupun pada akhirnya dia menang tapi gadis itu sedikit kecewa karena dia belum puas menghajar berandalan itu.

Situasi sudah mana. Zefa berjalan ke arah Aura kemudian berkata, "Apa Kakak terluka?" dia mendongakkan kepalanya dan melihat setetes keringat yang mengalir dari dahi Aura.

Aura berkacak pinggang. "Kemana Polisinya?" tanyanya seraya menoleh kearah Zefa.

Zefa menyengir lebar. "Tidak ada Polisi, tadi hanya suara dari ponselku," jawabnya. Dia mengangkat ponsel yang ada di tangannyya dan memperlihatkannya pada Aura.

Melihat hal itu Aura tertawa. "Ternyata itu, kau pintar juga."

"Sebelumnya aku sangat berterima kasih pada kakak."

"Tentu."

**

"Apa yang membuatmu menjadi sasaran para berandalan itu?" Aura yang tengah memegang secangkir kopi menatap kearah Zefa yang duduk di seberangnya.

Zefa tersenyum tipis. Suasana cafe saat itu membuat perasaan gadis itu sedikit tenang, apalagi setelah meneguk secangkir coklat hangat membuat pkiran Zefa menjadi relaks.

"Aku tidak tahu harus memulainya dari mana tapi ini untuk pertama kalinya aku menyesali perbuatanku," ucap Zefa. Kedua matanya menatap ke arah coklat yang tengah dia pegang dengan kedua tangannya yang berada dia atas meja.

"Apa yang terjadi?"

"Aku mencoba menolong seseorang namun, menyesalinya," jawab Zefa dengan nada penyesalan yang dia keluarkan.

"Kenapa?"

Zefa mendonakkan kepalanya. "Karena dia telah membuatku malu dengan mengambil foto yang tidak pantas saat aku berganti pakaian di kamar mandi." Sepasang mata Zefa kembali menatap ke arah coklat dan saat itu juga sorot tajam keluar dari matanya. "Seharusnya dulu aku tidak membantunya dan membiarkannya di hajar. Karena dialah sekarang hidupku terasa tidak tenang seolah-olah kematian selalu menghampiriku."

Aura sangat mengerti perasaan yang Zefa rasakan, bebebrapa tahun lalu dia juga merasakan apa yang Zefa rasakan. Dengan penuh kehangatan Aura menepuk bahu Zefa dan berkata, "Aku akan mengajarimu bagaimana bisa melawan mereka tanpa merasakan rasa takut."

"Benarkah itu? Kapan?"

"Sekarang pukul berapa?"

Mendengar pertanyaan dari Aura lantas membuat Zefa membuka layar ponselnya dan di sana tertulis jelas pukul setengah tujuh malam. Dia menunjukkkan jam ponselnya ke pada Aura.

"Mau main ke rumahku? Akan aku ajari beberapa gerakan dasar," tawar Aura dengan tersenum.

Awalnya Zefa sedikit ragu dengan Aura. Namun, saat melihat ketulusan di wajahnya akhirnya Zefa menyetujuinya. Sebelum dia pergi kerumah Aura Zefa berpamitan kepada orang tuanya untuk menginap di rumah Aura yang kini menjadi temannya. Setelah itulah mereka berdua beragkaat kerumah Aura dengan menggunakan mobil.

**

Kesan pertama yang Zefa lihat dari rumah Aura adalah 'Keren' tak cum itu, beragai jenis barang antik terpajang di rumahnya. "Aku tidak tahu Kakak suka barang antik."

"Oh itu bukan milikku. Tapi milih ayahku."

Aura mengajak Zefa ke ruang latihan miliknya dan dengan memakai celana hitam-celana bela diri, Mereka berdua siap untuk latihan.

"Apa alasanmu menerima tawaranku?" tanya Aura.

Dengan penuh ketegasan Zefa menjawab, "Aku ingin menang."

Aura tersernyum tak kala mndengar jawaban yang keluar dari mulut Zefa. "Jika kau hanya ingin menang, hal itu tidak akan membuatmu bisa melawan para musuhmu. Di dalam latian ini yang di perlukan konsentrasi, kecepatan, kepintaran dan kekuatan. Jadi kau harus menguasai ke empat elemen itu."

Zefaa menganggukkan kepalanya, sorot mata serius dia keluarkan dari matanya saat melihat Aura yang sangat tegas berada di depannya.

"Kau hanya perlu menyerang titik lemah mereka yaitu, pelipis, sudut bibir, jalan hidung, uluh hati dan kemaluan. Jadi jika kau mengingat hal itu kau tidak perlu membuang tenaga secara cuma-Cuma dan sekarang coba serang aku.''

Zefa sedikit terkejut saat mendengar apa yang Aura ucapkan karena tidak mungkin dia menyerangnya.

"Tak apa lakukanlah," sambung Aura.

Zefa mulai menyerng nmun, percuma saja. Setelah dirinya merasa lelah barulah Aura memberikan beberapa cara pukulan dan tendangan kepada Zefa.

Hari-hari telah berlalu, semua siswa kelas XI Mipa dua pergi keruang biologi. Zefa berjalan berdampingan dengan Maria yang berada disampingnya. Selama beberapa hari ini dia tidak pernah berpapasan atau melihat Joshua berjalan melewatinya, jujur saja Zefa merasa ada yang kurang saat tidak melihat pria itu. Apalagi dalam waktu satu minggu Joshua selalu berada di samping Zefa, hal itulah yang membuat Zefa sedikit gelisah.

'Kenapa aku terus memikirkan senior itu,' batinnya. Zefa merasa bingung dengan perasaannya, seharusnya dia membenci dan melupakan pria itu namun, keberasamaan yang terjadi di antara mereka membuatny enggan untuk melupakannya.

Di dalam ruangan biologi Zefa duduk di tengah antara Agus dan Maria. Sebelum guru biologi datang, gadis itu memutuskan untuk menjernihkan pikirannya dengan meletakan kepalanya di atas meja kemudian tertidur.

Namun, suara bising dari teman sekelasnya membuat Zefa terganggu. 'Aish para manusia ini,' batin gadis itu.

Disamping itu semua dalam ramainya suasana ruangan saat itu, dengan samar-samar dia mendegar suara seorang pria yang sedang dicarinya. Sontak hal itu membuat Zefa mengangkat kepalanya dan mencari asal suara itu.

Kedua mata Zefa berbinar-binar takkala mlihat seseorang yang dicainya tengah berdiri di samping papan tulis ruangan biologi, terbesit dipikirannya, 'Untuk apa kak Joshua kesini?' Kemudian dia teringat depan apa yang guru itu katakan kalau kelas XII Mipa satu dan XI Mipa dua akan belajar bersama.

Saat Zefa sibuk menatap Joshua, secara tidak sengaja Joshua menoleh kearah Zefa. Hal itu membuat gadis itu salah tingkah kemudian memalingkan wajahnya.

"Oh ternyata dia ada disini," gumam Joshua dengan pelan.

Suasana kelas sangatlah tenang apagi setelah guru biologi memberikan perintah untuk duduk dengan teman nomor absennya sama. Zefa saat itu tidak mengira bahwa teman sebangkunya adalah Joshua sang senior yang galak itu.

Zefa menelan salivanya takkala melihat Joshu yang menatapnya tatapan dengan tatapan tajam. Dia mencoba menutupi wajahnya dengan buku catatan miliknya. 'Kenapa aku harus sebangku dengannya,' batinnya.

To Be Continued...