Kedua mata Zefa pun terpatri intens ke arah jam dinding yang ada di ruang kelasnya. Tepat di atas jarum panjang menunjukkan pukul tujuh dan tak lama setelah itu bel masuk pun mulai berdering nyaring ke seluruh antero sekolahan.
Zefa bangkit dari kursi dan keluar kelas bersamaan dengan Maria serta Agus yang berada di sampingnya, otak Zefa terus saja memikirkan nasibnya saat ini.
Zefa tiba-tiba saja menjadi bingung dan pusing dengan langkah apa yang harus Zefa dilakukannya demi menyelamatkan situasi yang akan membahayakan dirinya nanti.
Karena jika dia hanya berdiam diri di kelas atau berpura-pura seakan tidak terjadi apa-apa, bukanlah solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Dia berhadapan dengan gengster sekolahan.
Tepat di bawah teriknya matahari, para siswa mulai melakukan pemanasan sebelum dimulainya praktek olahraga hari ini. Semuanya berjalan lancar walaupun Zefa sibuk dengan pemikirannya sendiri.
Maria yang berada di samping temannya itu bahkan mampu membaca ekspresi yang di keluarkan Zefa saat ini. Perasaan cemas, takut dan bimbang dari temannya itu membuat Maria terpikirkan satu cara yang lebih efektif di banding flat seperti sekarang ini. "Zefa," bisiknya.
"Apa?" sahut Zefa. Ia memperhatikan guru olahraga yang memberikan contoh gerakan baru di depan sana. Maria dengan mata yang terpatri sama kepada guru itu, mencondongkan sedikit tubuhnya pada Zefa.
"Apa... Sebaiknya, kamu berkencan saja dengan kak Joshua?" tanya Maria. Itu merupakan ide yang cukup bagus dan aman untuk membuat Zefa selamat dari berandalan. Lagipula, secara kasarnya saja. Joshua merupakan pemilik sekolah yang mereka naungi.
Walau usulan tersebut malah membuat Zefa terkejut setelah mendengar pernyataan dari temannya itu, Zefa yang mencoba untuk tetap fokus pun, pada akhirnya malah menoleh ke arah Maria yang langsung meringis sebab usulannya memang tidak baik untuk kesehatan mental.
"Sepertinya kau sudah gila Maria," sosornya pelan. Maria kembali berbisik pada Zefa yang tentu saja menolak keras usulan tersebut.
"Aku punya satu rencana mengenai masalahmu, apa kamu mau mendengarnya?" Zefa yang saat itu tengah membuang mukanya kembali menoleh ke arah Maria itu pun berdecak.
Ia benar-benar membuang banyak waktu hanya celotehan Maria yang sungguh tidak layak untuk diperbincangkan saat jam pelajaran seperti ini.
"Ya," sahut Zefa. Namun ia tetap saja penasaran dengan rencana Maria dan mungkin rencana dari temannya itu dapat membantu dirinya keluar dari masalah yang ia hadapi saat ini.
Tepat di saat pergantian jam dan seisi kelas telah berganti seragam, Maria yang tengah memperhatikan Zefa sendirian di bangkunya itu pun segera menghampirinya. Ia kemudian duduk di depan Zefa yang tengah melamun, Maria kemudian lekas mengambil ponsel Zefa yang membuatnya mematung bisu.
Zefa yang melihat hal tersebut hanya membiarkan Maria melakukan apapun sesuka hatinya. Teman Zefa bahkan dengan cepat mengotak-atik ponsel Zefa serta menyerahkannya kembali pada manusia yang akan di landa kegetiran nantinya.
"Hal pertama yang kita lakukan adalah membuat akun media sosial. Aku telah membuat akun untukmu dengan nama palsu dan profil palsu jadi tidak ada yang tahu kecuali kau, aku dan.."
"Ada apa ini?" tanya Agus.
"Dan Agus," ucap Maria. Zefa setidaknya harus mengetahui informasi terkini mengenai berita update minimal untuk forum sekolah saja. Ia tidak bisa selamanya bersikap masa bodoh dengan dunia.
Agus yang memperhatikan kedua teman seriusnya itu pun, lekas duduk di bangku depan bersama dengan Maria. Ia menyandarkan dagunya ke sandaran kursi sembari menilik Zeta yang masih mempertimbangkan akun media sosial.
"Oke, Jadi selanjutnya bagaimana?" tanya Zefa. Ia memperhatikan ponselnya yang akan berguna untuk berita terkini Zefa nanti. Maria dengan semua semangatnya itu pun mendekat ke arah Zefa. Ia kemudian menatap layar yang sama untuk mengajari Zefa bermain sosial media.
"Langkah kedua, kamu masuk ke forum lalu pantau perkembangan mengenai berita kamu di sana." Zefa lantas mengusap layar untuk melihat lebih jauh, sebuah forum bernama 'School News' tertera dihalaman media sosialnya.
"Kamu sudah memasukkan aku ke sini kan?" tanya Zefa khawatir. Masalahnya, ia memang tidak tahu cara bergabungnya bagaimana.
"Ya, sudah kumasukkan, karena aku tau kamu gagal teknologi banget. Ponsel bagus, tapi gak berguna," sindir Maria.
Zefa meletakkan ponselnya di atas meja. Ia kemudian mematri atensi kepada Maria yang sedang menebalkan bedaknya. "Langkah ketiga apa? Lalu apa hubungannya dengan senior itu?"
Maria pun spontan memutar bola mata jengah karena Zefa polosnya minta ampun.
"Jika kamu berkencan dengan kak Joshua pasti kamu bakalan aman, udah. Mending kamu lihat-lihat aja aktivitas Joshua di forum. Lumayan, banyak yang memberitakan dirinya setiap hari di sana," timpal Maria.
"Ya, ada benarnya juga apa kata Maria. Joshua juga kan salah satu ketua geng terkuat yang ada di sekolah ini, meski Zee membawa komplotannya dari sekolah lain, mungkin Joshua bisa menghadangnya," ungkap Agus.
Mendengar penjelasan dari kedua temannya, Zefa malah semakin bingung, dia merasa ini bakalan semakin runyam, terlebih ketika mereka berdua mendesak Zefa untuk berpacaran Dengan orang yang belum tentu menyukainya.
Zefa kemudian tertegun dengan semua hal yang akan ia hadapi. Menundukkan kepala serta mencoba untuk menjernihkan pikirannya. Masa SMA yang seharusnya Zefa habiskan dengan bermalas-malasan malah berakhir dengan sangat menegangkan setiap detiknya.
Ia tidak tenang, takut jika Zee atau teman lainnya itu tiba-tiba menyerang Zefa yang asal ikut campur. Maria pun kemudian lekas menutup bedaknya, ia menepuk bahu Zefa untuk menguatkan temannya itu bahwa semua akan baik-baik saja.
"Tenang, kami akan selalu bersamamu," ucap Maria.
"Aku juga sih, hanya bisa menyarankan supaya kamu melakukan hal yang sesuai seperti apa yang dikatakan Maria," ucap Agus. Zefa menggeleng pusing ketika kedua temannya lebih condong ke arah mendesak di banding memberikan solusi.
Sama pusing ketika harus memutuskan apa yang akan menjadi hal terbaik untuknya. "Haruskah?" tanya Zefa ragu.
"Ya, lagipula, kamu sudah terlanjur berurusan dengan mereka, kamu harus segera keluar dari kebiasaan malas mu dan selalu bersiap siaga untuk segala kemungkinan," lanjut Agus.
Zefa memutar bola matanya jengah, ia mencoba untuk menimbang apa yang kedua temannya usulkan. Zefa juga tidak boleh melibatkan Maria dan Agus. Tapi, jika Zefa melibatkan Joshua pun, pastinya dia akan malu duluan karena sudah pernah menyalahkan Joshua untuk semua hal yang terjadi padanya.
Bugh! Suara pukulan tiba-tiba saja terdengar dari dalam kelas Zefa, seketika pun, seisi kelas menjadi gaduh dan di susul dengan suara teriakan serta pukulan lainnya.
Atmosfer tiba-tiba memanas hanya dalam waktu singkat. Seisi kelas berhamburan keluar hanya untuk sekedar melihat apa yang sedang terjadi termasuk Maria dan Agus saat itu.
Sebaliknya dengan Zefa, dia mencoba untuk tidak terlibat dengan masalah yang berhubungan dengan pukulan, tendangan dan kekerasan lainnya. Dia mencoba mencari earphone di dalam saku roknya serta menyumpal kedua gendang telinga untuk bersikap masa bodoh dengan pergulatan yang terjadi di depan kelasnya.
Zefa memilih untuk mendengarkan lagu kesukaannya, ia juga sempat-sempatnya membaca komik digital agar pikirannya teralihkan.
Namun, suara gaduh yang terdengar sangat keras hingga menembus suara Earphone Zefa pun, tetap saja berhasil mengganggu konsentrasinya bahkan ketika Zefa sudah mengeraskan volume, tepat saat Zefa melepaskan earphone kemudian mematikan ponselnya sebab Zefa hanya merasa pusing untuk melakukan hal tersebut di tengah kericuhan.
"Ze-zefa!" ucap Maria.
"Kak Joshua..."
To Be Continued...