Chereads / Between Us : Apologize / Chapter 21 - The Rain

Chapter 21 - The Rain

Pagi hari dengan iringan angin sejuk pun berubah menjadi siang yang lebih terik dan panas dari biasanya. bahkan ditambah dengan suasana saat ini menjadikan hari yang semakin memburuk bagi Zefa. Dia mengira bahwa kehidupan SMA-nya akan berjalan dengan sempurnya seperti biasanya.

Namun ternyata tidak.

Untuk pertama kalinya Zefa menyadari sesuatu saat melihat Putra yang berlutut di hadapannya ini, bahwa... Semua orang belum tentu membalas kebaikannya. "Sebaiknya aku lebih hati-hati dalam membatu orang lain," ungkap Zefa.

"Aku minta maaf Zefa, a-aku," Putra terus memohon ampunan di depan Zefa. Kini tatapan belas kasihan Zefa sudah berubah menjadi tatapan menjijikkan sebab Putera pernah melihatnya berganti pakaian.

"Ternyata wajah adalah topeng terkuat manusia," ungkap Zefa.

'Untuk pertama kalinya aku melihat Zefa menatap seseorang dengan tatapan seperti itu' batin Maria.

"Apa aku harus menghajarnya?" tanya Joshua.

Mendengar apa yang Joshua katakan membuat Zefa reflek menoleh kearah pria itu, sesaat setelah itu sepasang matanya menatap kearah luka yang ada di sudut alis Joshua. "Agus bawa dia ke ruang guru dan bawa juga ponselnya."

"Tapi fotonya sudah di hapus," sahut Maria.

"Kau ikut dengan Agus sebagai saksi," jawab Zefa dengan tegas tanpa memalingkan wajahnya dan terus menatap kearah luka Joshua.

Maria dan Agus menganggukkan kepalanya dan membawa Putra beserta ponselnya keruang guru.

Joshua yang melihat sorot mata serius dari Zefa hanya bisa diam karena apa yang dilihatnya saat ini adalah sisi tersembunyi dari gadis itu.

"Semua yang ada di sini segera kembali kekelas!" bentak Zefa. Seketika itu pula semua siswa yang melihat pertengkaran mereka bertiga langsung kembali ke kelas. "Dan untuk kau, aku akan mengobati lukamu," sambungnya dengan dingin.

~

"Kenapa kau tidak membiarkanku menghabisinya?" tanya Joshua yang saat itu tengah duduk di tepi ranjang uks.

Zefa hanya diam tanpa memberikan respon apapun, dibalik wajah seriusnya saat mengobati luka Joshua terselip perasaan menyesal karena telah membentak pria di depannya kemarin. Joshua tidak mengetahui bahwa semalan Zefa tidak bisa tidur karena ucapannya yang kasar terus terngiang di kepalanya.

'Dengan mengobati luka ini berarti aku meminta maaf padanya' batin Zefa.

Melihat Zefa yang tidak merespon pertanyaamnya membuat Joshua kesal, tangannya yang besar memegang pegangan kursi yang di duduki Zefa kemudian menarinya kedepan.

Dengan spontan Zefa menahan tubuhnya dengan lengan tangannya yang berada di depannya, lalu tanpa sadar kedua matanya menatap mata Joshua yang berada sangat dengan wajahnya. Joshua melakukan hal yang sama, bentuk mata Zefa yang indah membuat pria itu mengunci padangannya.

Tanpa disadari detak jantung dari gadis itu berdetak kencang dan pupil matanya membesar, seketika itu juga dia tersadar dan bangun dari kursinya. 'Astaga ada apa ini?' pikirnya dengan panik.

Melihat ekspresi wajah Zefa yang sedang bingung membuat Joshua menahan senyumnya.

Zefa meletakkan obat yang di bawanya ke atas meja kemudian memutuskan untuk keluar dari ruang uks, tepat saat di tengah-tengah pintu dia berhenti. "Terima kasih karena telah membatuku, mau kau terima atau tidak terserah dan aku ulangi lagi jangan pernah muncul di hadapanku," ucapnya yang sedikit menoleh kebelakang lalu kembali melanjutkan jalannya.

"Astaga gadis itu," gerutu Joshua yang heran dengan sikap Zefa namun walaupun begitu, pria itu senang karena dia bisa melihat wajah Zefa lebih dekat. Dia menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang kemudian tersenyum seraya memejamkan matanya.

~

"Hufh kenapa masalahnya semakin rumit seperti ini." Zefa yang sampai di kelas langsung menuju ke bangku ke sayanganya. Kepala yang terasa berat Zefa sadarkan ke atas meja kesayangannya. Dia tidak perduli seisi kelas menatapnya dengan perasaan sedikit takut karena yang ada di pikirannya saat ini adalah tidur.

Namun, sekeras apapun dia berusaha pikirannya masih teringat tentang kejadian tadi, perlahan dia mulai menyadari bahwa kehidupan SMAnya yang sempurnal akan hilang. Terlebih lagi masalah dengan Zee yang menurutnya akan panjang.

Zefa mengangakat kepalanya, di bawah dia menoleh ke arah luar jendela dan melihat Joshua yang tengah tertawa terbahak-bahak tanpa memikirkan beban apapun seolah-olah kejadian tadi tidak pernah ada. "Bagaimana mungkin kau hidup dengan tidak memiliki beban," gumannya. Zefa menyangga dagunya. Kemudian terlintas di pikirannya tentang kejadian beberapa hari lalu saat di taman.

'Pasti dia juga punya masalah sendiri tapi bagaimana mungkin dia menutupi masalahnya?' pikirnya yang masih menatap ke arah Joshua yang berada di luar.

Sesaat setelah itu Joshua menoleh kearah jendela Zefa dan saat itu juga gadis itu menutup gorden jendela dan memalingkan wajahnya. 'Astaga apa yang kau lihat Zefa."

Tak lama kemudian bel istirahan berbunyi, bersamaan dengan itu juga Maria dan Agus kembali ke kelas dengan membawa susu pisang dan roti lapis di tangan mereka.

"Bagaimana perasaanmu saat ini?" Maria yang melihat Zefa seolah-olah tertekan langsung memeluknya.

"A-apa yang kau lakukan?" omel Zefa yang heran dengan sikap Maria kepadanya.

"Biarkan saja, dari tadi dia tidak berhenti menangis," papar Agus kemudian pergi keluar kelas.

Zefa terdiam setelah mendengarkan apa yang Agus katakan. Maria duduk di samping Zefa dan menatap temannya itu.

"Aku tidak apa-apa," ucap Zefa yang tersenyum ke arah Maria.

"Benarkah itu?"

"Iya.." jawab Zefa seraya menoleh kearah sela-sela jendela dan dia melihat Joshua tersenyum ke arahnya membuat gadis itu bergidik geli.

Maria tersenyum, dia mengambil ponsel dari sakunya kemudian mulai menggulir layar ponsel yang ada di sampingnya. Sebaliknya dengan Zefa, dia kembali tidur siang.

Disaat Maria asik bermain ponsel terlitas di pikirannya mengenai Zefa dan Joshua, Maria menyenggol lengan temannya itu lalu bertanya, "Apa kau tidak merasa kalau Kak Joshua tertarik padamu?"

"Tidak," jawab singkat Zefa yang masih memejamkan matanya.

"Sepertinya kau memang perlu berlajar membuka hati Fa."

"Untuk apa? Menyukai seseorang hanya membuang-buang waktu saja, lebih baik gunakan waktumu dengan melakukan hal yang bermafaat seperti tidur siang."

Mendengar ucapan Zefa membuat Maria sedikit geram, dia menatap sinis kearah temannya yang tengah tidur siang. 'Astaga dia memang tidur siang sampai-sampai aku ingin membunuhnya' batin Maria.

'Membuka hati? Perlukan aku melakukan hal konyol seperti itu? Tapi kenapa jantungku tadi tiba-tiba berdebar? Apa aku punya penyakit jantung? Oh ini tidak bisa di biarkan. Perlukah aku bertanya pada Maria?' batinnya seraya membuka matanya. Bebagai pertanyaan mulai muncul di pikiran Zefa saat ini dan membuatnya enggan untuk tidur kembali.

Sore itu adalah hari yang paling sial menurut Zefa, di atas trotoar jalan mulutnya tidak hentinya mengutuk Bimo Kakanya sendiri. Walaupun di telinganya terpasang sebuah earphone, itu tidak membuatnya melupakan apa yang Bimo lakukan kepadanya.

Akan Zefa selalu ingat, perbuatan Bimo hingga ia mati

To Be Continued...