Maria menyenggol tangan Zefa yang masih memfokuskan pandangan kepada website mengenai para pianis terkemuka di dunia. "Lama banget yah, kapan istirahatnya? Sekolah ingin para murid mati kelaparan gituh," keluh Maria.
Zefa bahkan menghiraukan Maria yang berkeluh, hingga dengan cepat menyelusupkan ponselnya ke bawah meja tatkala guru biologi itu, datang kembali untuk menagih tugas yang harusnya sudah selesai.
Zefa lantas mengarahkan jari telunjuknya mendekat pada mulut dan berkata, "Sst! Bentar lagi juga selesai."
Zefa terlalu fokus dengan semua hal yang terasa baru baginya. Apalagi, seisi kelas serempak berkeluh, saat besok akan diadakan ujian dadakan mengenai bab yang mereka pelajari hari ini.
Hanya Zefa yang terus berkomat-kamit menghafal nama-nama pianis serta tanggal lahir dan tempat mereka tinggal. Sungguh merepotkan. "Baik, sampai di sini dulu pelajaran kita kali ini. Jangan lupa belajar karena besok kita akan ulangan harian."
Pak Guru mengulang kembali peringatan ujian mereka hingga seisi kelas spontan mengaduh sama. Guru tersebut bahkan terkekeh, sebab mereka benar-benar lucu jika sedang berprotes soal ujian biologi.
Setelah guru biologi tersebut keluar. Zefa menandai buku paketnya. "Udah sih, telat makan bentar aja. Aku jamin, gak bakal bikin kamu pingsan," sahut Zefa.
Maria menekuk bibirnya, tatkala ia kemudian kembali ke bangkunya. Tepat saat guru biologi tersebut keluar, kemudian berganti dengan pelajaran kimia, hingga membuat para siswa berbondong-bondong keluar, serta berangkat menuju laboratorium.
"Ayo," ajak Maria. Dia lantas menunggu temannya yang masih memilah buku yang akan di bawa. Sedangkan Agus pergi terlebih dahulu karena mencari tempat yang akan mereka tempati.
"Yuk," sahut Zefa pada akhirnya. Keduanya pun lantas berjalan berdampingan, dengan membawa buku catatan dan paket di tangannya. Zefa menikmati pelajaran di jam terakhir saat ini, karena setelah pemberitahuan singkat menuju laboratorium.
Mereka akan melewatkan kelas terakhir, sebab semua guru diharuskan menghadiri rapat penting, hingga semua siswa akhirnya di pulangkan lebih awal.
Tepat di saat mereka berdua pun melewati lapangan basket. Maria berhenti dan melihat ke arah lapangan, serta melihat Joshua yang tengah bertanding bola basket dengan kelas lainnya.
Sontak saja, hal tersebut membuat Maria menarik lengan Zefa dengan sewotnya. "Ada apa?" tanya Zefa.
Teman Maria itu sedang berfokus kembali mengingat nama pianis. Ia terkejut dengan sikap Maria yang tiba-tiba berubah menjadi heboh. Zefa spontan menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke tempat yang Maria tunjukkan.
Matanya berbinar-binar tatkala melihat Joshua yang berlapis peluh ini, pasti akan membuat temannya bersemu merah. Sebab Joshua, memang sangat tampan sekali. "Lihat di sana ada Kak Joshua," ucap Maria bersemangat.
Awalnya, Zefa tidak perduli pada apa yang temannya itu katakan. Namun, semakin lama dia melihat Joshua yang sedang bertading. Bagaimana cara Joshua dengan cepat dan gesit merebut bola yang di bawa lawannya kemudian berlari ke arah ring dan memasukkan bola yang dia pegang.
Jelas, Zefa tiba-tiba saja terpukau dengan pesona pria tersebut. Sorakan serta tepuk tangan dari pertandingan itu, telah berhasil memecah keheningan yang ada di sana.
Apalagi saat Joshua dengan ulasan senyumnya itu berhenti berlari, hingga tanpa sengaja melihat Zefa dari sudut matanya, spontan dia menatap ke arah subjek yang mampu menyedot seluruh perhatian Joshua.
Wanita dengan buku di tangkupannya itu telah mampu menghangatkan hati Joshua. Ia membusungkan dada, ketika berbangga jika Zefa baru saja menonton momen ia memasukan bola ke dalam ring tersebut.
Zefa yang langsung menyadari bahwa Joshua menatap ke arahnya pun, sontak saja membuat dia mengedipkan mata dengan cepat. Kakak kelas yang tengah dia pandangi saat ini sedang terengah-engah sembari tersenyum lebar, mencuri pandang ke arahnya.
'Kenapa baru kali ini aku melihat Kak Joshua keren seperti itu, padahal aku setiap hari melewati lapangan basket ini. Atau mungkin karena aku tidak pernah memperdulikan lingkungan sekitarku,' batin Zefa.
"Ayo Joshua! Sayang ku semangat!" teriakan Citra yang begitu melengking terdengar di gendang telinga Zefa pun, membuat wanita tersebut terkejut bukan main.
Sampai-sampai menjatuhkan semua buku-buku yang dia bawah ke bawah papi block, yang membuat Zefa lekas membungkuk serta mulai memunguti bukunya yang terjatuh.
Maria bahkan hanya memperhatikan wanita tersebut, dengan ulasan senyum, jika temannya itu baru saja bereaksi terhadap wanita yang memanggil Joshua sayang. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Maria.
"Tidak apa-apa," sahut Zefa. Di sisi lain, Citra yang melihat Zefa berada di luar lapangan itu pun, sama terkejutnya, apalagi saat melihat Joshua tidak sekalipun mengalihkan pandangannya dari Adik kelas itu.
Kecemburan yang ia rasakan pun meluap naik hingga ubun-ubun. Citra tiba-tiba saja merasa marah terhadap Zefa yang terus saja membuat Joshua tidak berfokus pada permainan serta dirinya.
Suara peluit dari wasit akhirnya menyadarkan Joshua saat itu, dia bahkan langsung berlari ke arah timnya. Serta mengalihkan perhatian dari Zefa si pusat dunia.
"Ayo," ajak Zefa pun kepada Maria. Keduanya terlalu lama di luar. Tertinggal semua sseraya menata bukunya yang telah terjatuh. Kemudian dia dan Maria pergi ke tempat yang mereka tuju.
Sesampainya di laboratorium kimia. Zefa lantas menghampiri Agus yang tengah duduk di bangku tengah sebelah kanan. Pria itu sedang menatap mereka berdua dengan tatapan sinis.
Keduanya pun dengan santai menghadapi Agus yang kelihatan sekali marahnya. Ia mungkin akan berprotes karena mereka terlalu lama membiarkan dirinya sendirian.
"Wow. Suasana menjadi horor," ejek Zefa.
"Kalian ini! Tahu tidak ini sudah jam berapa? Kurang lima menit lagi kelas akan dimulai, kalian malah santai-santai jalan-jalan di luar." Mendengar omelan yang Agus lontarkan padanya dan Maria, membuat Zefa pun mengulas senyum untuk menghadapi rasa cemas Agus.
Mereka bahkan hanya berhenti sebentar di lapangan basket, dan melihat Joshua. Agus tidak perlu se dramatis itu untuk mengomentari panjang lebar hingga terus-terusan mengomel kepada Maria dan Zefa sampai guru mata pelajaran tersebut itu datang.
Agus baru menghentikan omelan nya. Pelajaran pun akhirnya di mulai. Mereka berfokus serta Zefa malah terlihat pusing, ketika pelajaran kimia, nama pianis hingga Joshua bercampur aduk dalam pikirannya.
"Apa kalian semua sudah mengerti?" tanya guru. Materi hari ini pun, tidak bisa masuk ke dalam pikiran Zefa dengan sempurna. Seisi kelas bahkan hanya diam dan seolah-olah tidak mendengarkan apapun, penjelasan dari guru kimia itu termasuk Zefa yang baru tersadarkan dari lamunannya.
Maria lantas mendekat kepada Zefa yang menghela napasnya, sebab wanita ini benar-benar selalu menganggu kesabaran Zefa. "Bagaimana mungkin aku bisa bertanya, aku saja tidak paham dengan materinya," bisik Maria.
"Makanya, gunakan telinga dan otakmu sebaik mungkin," tukas Zefa.
"Aish kau itu, tapi apa kamu juga paham mengenai materi tadi?" tanya Maria.
"Ya," balas singkat Zefa. Maria menekuk bibirnya ketika mendapat balasan ketus dari Zefa. Padahal, Zefa sama tidak mengerti dengan materi kali ini karena fokusnya pergi kemana-mana.
Maria pun akhirnya mempunyai satu ide untuk mengerjai Zefa sebagai balas dendam karena perkataannya membuat Maria tersinggung walapun kenyataannya seperti itu.
"Bu," panggil Maria dengan mengangkat tangannya.
"Ya ada apa Maria?"
"Itu, Zefa katanya mau tanya sesuatu." Mendengar apa yang Maria katakan. Sontak saja membuat Zefa terkejut, ia melebarkan manik menatap heran ke arah temannya Maria. Kenapa temannya ini menyebalkan sekali.
Apalagi, ketika Maria malah mengulas senyum dengan jahilnya. "Benarkah? Ayo silahkan Zefa," ucap guru.
Zefa menelan ludahnya kemudian mengambil napas panjang dan melihat ke arah buku paket yang berada tepat di depannya. Kedua otak kiri dan kanan Zefa bekerja sama untuk mencari pertanyaan yang harus dia tujukan kepada guru kimia di depannya.
Jangan sampai, hal yang sudah dijelaskan guru tersebut menjadi pertanyaan bagi Zefa. Bisa ketahuan jika ia tidak memperhatikan tadi. Setelah beberapa menit Zefa berpikir keras. Ia kemudian menemukan pertanyaam yang harus dia ajukan kepada Gurunya.
"Bu. Zat Hidroponik apa bisa membuat kulit terbakar?" tanya Zefa. Guru tersebut spontan merunduk untuk melihat buku paketannya. Ia lupa untuk menjelaskan fungsi dari Zat Hidroponik.
Apalagi, Zefa merasa puas dengan reaksi yang gurunya berikan saat ini. Beliau pun dengan cepat, menjawab pertanyaan Zefa yang menaikan kedua alisnya untuk membalas Maria.
"Kau memang hebat," ungkap Maria.
"Tentu, jangan lupa bilang aku cantik dan memang pintar," sahut Zefa dengan percaya diri. Seusai dengan penjelasan Hidroponik yang menjadi penutup dari materi hari ini. Bel pulang pun sudah berbunyi dengan nyaring.
Membuat seisi penghuni di laboratorium Kimia ini pun langsung gaduh setelah mendengar suara akhir perjuangan mereka hari ini.
"Baik kelas kita dicukupkan hari ini. Untuk kelas selanjutnya kalian akan belajar bersama dengan kelas dua belas Mipa satu besok."
Semua murid yang sudah tidak kuat ingin berhamburan dari laboratorium itu pun hanya berseru senang sesaat setelah mendengarkan pengumuman dari guru, kecuali dengan Zefa.
Wanita ini sebenarnya tidak peduli meski seluruh kelas di sekolah nya itu akan bersatu mempelajari kimia di waktu yang sama. Namun, jika bersama dengan kelas dua belas yang membuat tubuhnya spontan terlonjak—kaget.
Adalah ketika... Ia akan belajar dengan Joshua.
"Matilah aku."
To Be Continued...