Detektif Rod menyetir dengan sangat hati-hati meskipun dirinya dalam keadaan tidak baik-baik saja. Apa yang dikatakan oleh bawahannya di telepon benar-benar mengganggunya.
"Bagaimana bisa itu terjadi?" katanya lalu memukul setir mobil yang berbalut plastik itu. "Seseorang pasti sedang ikut campur."
Ya, ia meyakini hal itu. Dari awal pertemuannya dengan Rayn pun, ada sesuatu yang sudah mengganggunya. "Mungkinkah?"
Detektif Rod tidak ingin menambah prasangka dengan keluarga Hunter. Walaupun selama ini keluarga itu membantunya, tetap saja ada sesuatu yang mencurigakan.
"Aku tulus kepadamu, Rod. Tidak bisakah kau melihatnya?"
Mendadak, Detektif Rod teringat kembali dengan perkataan David beberapa bulan yang lalu.
"Tulus? kita lihat apakah kau benar-benar tulus dengan Dara."
Ia membelokkan mobilnya menuju kantor polisi yang ada di seberang. Dengan hati-hati, mobil berwarna putih itu masuk ke dalam area parkir yang tiba-tiba terasa sangat padat.
"Loh, apa yang terjadi?" Detektif Rod mengamati sekitar, meskipun belum melihat tanda-tanda akan sebuah jawaban, ia tetap mengamati orang-orang yang terlihat keluar dari kantor tersebut.
Mau tidak mau, jika menginginkan sebuah jawaban, ia harus turun kemudian masuk ke dalam kantor itu. Sebuah kantor yang telah menaunginya selama dua puluh tahun itu masih terasa asing baginya.
Bagaimana bisa, setelah dua puluh tahun ia berada di atap yang sama untuk mencari nafkah, tetap merasa sangat asing?
Ini semua bukan karena bangunan yang berbeda atau cat dinding yang sering berganti. Bukan karena itu. Cat dinding kantor ini tetaplah sama dengan dua puluh tahun yang lalu, hanya saja telah diperbaharui sekitar lima tahun yang lalu.
Asing, dan Detektif Rod tetap merasa seperti itu sampai kapan pun.
"Detektif, syukurlah segera kemari," kata salah satu detektif muda yang ada di sana.
"Di mana Trody?"
"Detektif Trody? tadi memang sempat kemari untuk mencari detektif, tetapi kemudian dia pergi entah ke mana. Bahkan, dia tidak berpamitan kepada kami."
"Begitu?" Rod mulai merasa ada yang aneh. Namun, apa yang bisa dilakukan oleh Trody? detektif juniornya itu? Tidak sepatutnya ia mencurigai seorang Trody. Terlebih, pemuda itu sudah menjadi keluarganya sendiri.
"Ya sudah, ayo kita periksa tempat penyimpanan barang bukti."
Rod dan salah satu juniornya yang lain itu berjalan meninggalkan orang-orang yang sedang meributkan suatu hal. "Ngomong-ngomong, kenapa banyak orang di sini?"
"Maksud detektif?" pemuda yang sedang berjalan di belakang Rod terdiam sejenak, "mereka melaporkan ada orang yang mengebut di jalan dan menabrak seorang anak kecil."
"Anak kecil?"
"Ya. Anak itu sekarang sedang dalam kondisi kritis. Sedangkan orang-orang itu merasa rugi karena mobil mereka rusak karena tabrakan beruntun itu."
Rod memandang pemuda yang bernama Joni itu. "Apa? beruntun?"
Joni membalas tatapan Rod tanpa merasa bersalah. "Memangnya saya belum mengatakan itu beruntun, detektif? astaga," katanya menggelengkan kepala. "Saya lelah sekali."
"Bagaimana bisa ada kecelakaan beruntun?" Rod melihat Joni dengan perasaan yang amat kesal.
"Ya--" Joni merasa bersalah, "maafkan saya detektif."
"Sudahlah, ayo kita ruang penyimpanan barang bukti."
Sebenarnya, apa yang benar-benar membuatmu gelisah, Rod?
Pertanyaan itu mendadak tiba saat dirinya menikmati kehampaan yang ada. Ia tidak bisa menjawab dengan benar terlebih jika itu berkaitan dengan keluarga Hunter.
"Detektif, coba lihat." Joni membukakan pintu sebuah ruangan dan melihat barang-barang yang rapi berjajar sesuai dengan kasus.
"Apa? lihat apa? tidak ada yang aneh."
"Itu detektif, itu!" Joni menunjuk sebuah jendela kaca yang terdapat lubang di sana.
"Sebentar," Rod mendekati jendela itu dengan hati-hati sembari memeriksa sekitar. "Ini lubang apa?"
"Saya rasa, itu lubang peluru."
"Peluru? aku tahu, tapi, untuk apa? apakah ada korban?"
Joni menggeleng. "Lebih tepatnya, belum diketahui."
"Siapa yang ada di sini semalam?"
"Tidak ada." Joni menjawab dengan lugas.
"Lalu, kamu merasa ada yang hilang? dari barang bukti?" Rod menatap Joni yang mulai gelisah.
Joni memang mengangguk, seluruh tubuhnya tiba-tiba bergetar hebat karena merasa gugup. Melihat ekspresi Joni yang seperti itu, Rod berjalan mendekati Joni dengan tegas. "Jon, ini sudah tidak baik. Barang-barang apa saja yang tidak ada dari ruangan ini?"
Joni membuang napas. "Beberapa kasus tentang pencemaran desa dan juga kecelakaan keluarga Hunter."
"Itu saja?"
Joni mengangguk yakin. "Saya yakin hanya itu."
"Pencemaran desa? kecelakaan Hunter? untuk apa mereka mengambil barang bukti yang bahkan kasusnya sudah ditutup. Sebentar--" Rod mencari keranjang yang berisi akan sesuatu.
"Aku yakin terjadi sesuatu," kata Rod yang masih mencari tempat di mana suatu bukti itu tersimpan.
Joni membantu Rod untuk mencari kotak keranjang yang dimaksud. "Ya ampun," kata Joni, "kenapa keranjang ini kosong?"
"Apa? yang mana?" Rod mendekati Joni yang masih dalam keadaan terkejut. "Apa yang terjadi? kenapa keranjang ini kosong?"
Joni menggeleng. "Seharusnya ini adalah tempat penyimpanan bukti terkait wanita yang berada di apartemen beberapa hari yang lalu."
"Kamu yang menyimpannya? bukankah beberapa waktu yang lalu penjaga mengatakan belum menerima barang bukti?"
"Saya yang menyimpannya, Detektif. Saya yang menerima dari para penyelidik dan forensik. Hasil analisa ponselnya akan datang esok hari. Tapi, kenapa ponselnya tidak ada?"
"Barang bukti itu tidak hanya ponsel, bukan? ada gincu, dompet, dan lain-lain. Kenapa kamu hanya mengatakan ponsel?"
Joni menggeleng. "Tidak ada detektif, tidak ada ponsel. Saya yakin. Jadi, pasti sesuatu terjadi." Ia merasa sangat menyesal.
"Mana penjaga ruangan ini?"
Joni menggeleng. "Hanya saya yang ada di sini, Detektif. Banyak orang yang sedang ke kota saat ini."
Rod berkacak pinggang. Kepalanya mendadak terasa penuh dan kesal dengan sendirinya. "Ada apa dengan kantor polisi ini? kamu hanya mengatakan bahwa bukti kecelakaan David Hunter hilang, kenapa sekarang malah bukti yang lain juga hilang?"
Joni menunduk. "Maafkan saya detektif."
"Kamu nggak harus meminta maaf. Seharusnya memang ada tambahan karyawan di sini. Di mana Pak Kepala?"
"Pak Kepala?" Joni menunduk lagi, "beliau ada di kota. Katanya harus bertemu dengan atasan."
"Kamu di sini berarti hanya dengan Anna? polisi yang ada di depan itu?"
Joni mengangguk. "Ini menjadi lebih rumit."
"Kata Pak Kepala, saya tidak seharusnya mencemaskan hal ini. Toh, beberapa kasus yang buktinya hilang itu sudah ditutup juga."
Rod merasa bahwa ia harus ikut campur untuk masalah ini. "Jon, aku harus bertemu dengan Pak Kepala."
"Tapi, beliau mungkin baru akan tiba dua hari lagi."
Rod mulai menemukan kebuntuan. "Bagaimana bisa bukti-bukti itu hilang? terlebih ponsel yang baru saja dianalisa? kalau pun seseorang mencemaskan isi dari ponsel, apakah ia lupa bahwa ponsel itu sudah masuk di bagian analisa?"
Joni mendengarkan dengan seksama perkataan yang keluar dari Rod.
"Kamu sudah periksa CCTV?"
"Sudah. Tapi tidak ada yang aneh. Semuanya normal."
Di saat kebingungan yang mendera Rod saat ini, ponselnya berbunyi kembali. Ia mulai kesal dengan bunyi ponsel yang selalu membawa berita buruk hari ini.
"Luis?" Rod membaca nama yang tertera di layarnya. "Ada apa, Lu?"
Joni masih menunggu omelan yang mungkin masih tersisa dari mulut Rod. Namun, sepertinya, ia harus menunda penantian itu karena melihat Rod langsung berlari setelah menutup teleponnya.
"Ada apa? ya ampun, aku harus di sini lagi? sendirian? dengan Anna?"