Chereads / Me and Your Soul / Chapter 11 - Chapter 11 - Kehampaan

Chapter 11 - Chapter 11 - Kehampaan

Siapa wanita itu? wanita yang menaburi sesuatu pada makanan ayah?

Rayn masih terdiam di kursi sofa yang ada di dalam ruangan Albert.

"Kamu pasti penasaran 'kan, apa yang terjadi?" Albert menangkap ekspresi Rayn yang masih menunduk.

"Semua ini terasa janggal. Sejak saat itulah, David memintaku untuk mempersiapkan surat warisan. Yang intinya ... semua harta dan aset bahkan grup RetroZ dilimpahkan kepada anak satu-satunya, Rayn."

Mendengar apa yang dikatakan oleh Albert, Rayn menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa."

"Kamu tidak merasa sesuatu?" Albert berdiri dan menghampiri Rayn. "Merasa apa? Kamu satu-satunya harapan David ... dan juga Amelia tentunya."

Rayn menggeleng lagi kemudian menatap Albert memohon, "Pak, aku tidak memiliki keahlian di bidang apapun yang berhubungan dengan bisnis. Aku bahkan mengambil magister di bidang ilmu material, tidak ada hubungannya!"

"Kata siapa tidak ada hubungannya? Memangnya, kamu tidak tahu kalau ayahmu adalah mantan mahasiswa jurusan yang sama denganmu?"

Rayn menatap tajam, ia mengibaskan jasnya karena gugup mendengar banyak hal asing hari ini. "Apa? Apaan ini?"

"Kamu memang tidak dekat dengan David. Tapi, darah david mengalir deras di nadimu, Rayn." Albert memegang pergelangan tangan Rayn seraya menunjuk garis biru yang ada di sana. "Kamu nggak bisa menyangkal hal itu."

"Aku masuk ke jurusan itu karena ibuku, ibuku!"

"Ibumu mengambil magister dan doktor di ilmu material memang, tapi ia tidak mengambil jurusan itu saat studi untuk gelar sarjana," imbuh Albert.

Rayn menggelengkan kepala dan berjalan mundur. Ia benar-benar merasa semua yang didengarnya terasa asing dan berlebihan. "Aku harus pulang."

Albert yang melihat bagaimana Rayn menghadapi apa yang baru saja diketahuinya merasa iba. Ia tahu, Amelia dan David yang menjadi teman baiknya itu terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga tak banyak waktu yang dapat dihabiskan dengan anaknya.

Albert mengangguk. "Ya sudah, aku saja yang akan ke rumahmu."

Rayn masih bimbang. Tetapi, ia merasa bahwa kebimbangan ini tak dapat diselesaikan di ruangan ini. "Aku pulang dulu, Pak."

"Take your time. Tapi, tolong seminggu lagi kamu harus ke aula RetroZ. Kamu akan diresmikan menjadi ketua di sana."

Rayn tidak menanggapi apapun, ia membuka pintu dan keluar begitu saja.

"Dia memang mirip kamu, Dav. Mirip banget. Dan ... ini semua sesuai dengan prediksimu," kata Albert memandang sebuah foto yang memuat tiga orang, dua laki-laki dan satu perempuan.

***

Rayn berjalan terburu-buru. Bahkan, ia hampir jatuh dari tangga karena berjalan cepat. Napasnya masih memburu, ia hanya sanggup mengelus dada.

Bertemu dengan hantu, mengetahui bahwa ayah memiliki simpanan, kemudian melihat video yang menunjukkan bahwa ayahnya dalam percobaan pembunuhan adalah hal yang belum dapat diterima oleh nalar Rayn saat ini.

"Apa yang terjadi hari ini?" gumamnya kemudian berjalan keluar kantor itu. Ia mengambil ponsel dan menelepon Pak Bara yang ternyata sedang berjalan menuju mobil. "Apa-apaan hari ini?" keluhnya seraya mengurut kepala.

"Apa yang terjadi? ya ampun!" Rayn memukul pintu mobil.

"Ayo, Pak. Kita pulang." Rayn masuk ke dalam mobil tanpa menunggu Pak Bara membukakan untuknya. Perasaan sedih bercampur kesal sedang merangkulnya perlahan.

Aku nggak mau kayak ayah!

Rayn ingat bagaimana teriakan itu dilakukannya di depan sang ayah. Tapi David, dia tidak melakukan apapun. Ia hanya diam bahkan tidak tersenyum.

Apakah ayah sengaja menyembunyikan hal ini padaku? Menyembunyikan betapa ternyata aku sangat mirip dengannya?

Segala macam rasa yang ada dalam hatinya tak benar-benar terasa mana yang dominan. Air matanya mulai menetes. Perasaannya sedang sangat kacau. Mungkin, kini ia merindukan David sebagai ayahnya, walaupun di sebagian hatinya tengah membenci bahkan sering berdoa tidak ingin memiliki ayah seperti David.

Kamu mirip sekali dengan ayahmu, Rayn.

Tiba-tiba Rayn ingat bahwa ibunya pernah mengatakan hal seperti itu. padahal, ia sangat ingin mirip dengan ibunya. Apapun itu.

"Apakah kita berangkat sekarang, Mas?" tanya Pak Bara yang memerhatikan dari spion yang ada di atasnya.

Rayn masih perlu mengendalikan tangisannya yang lirih untuk menjawab pertanyaan dari sopirnya. Karena, jika ia memaksa menjawab, suaranya pasti terdengar serak dan berat. Dari situ, Pak Bara akan mengetahui bahwa dirinya sedang menangis.

Ia menelan ludah, menarik napas panjang. "Ayo, Pak. Kita berangkat."

"Kita langsung ke rumah saja, Pak. Nggak usah ke mana-mana," pinta Rayn.

"Nggak jadi ke Pabrik, pak?"

Rayn menggeleng pasti. "Tolong, saya pingin ke rumah saja."

Pak Bara tidak berniat melakukan apapun selain menaati perintah dari Rayn. Saat ini, hanya Rayn-lah yang menjadi majikannya. Dulu, ia merasa bahwa majikannya hanyalah David. Ia bahkan sering melupakan bahwa David memiliki anak.

"Pak, di rumah sedang ada pembersihan menyeluruh. Apakah kita jadi pulang?" ungkap Pak Bara dengan tenang. meskipun ia tahu bahwa Rayn sedang bergelut dengan emosi, sikapnya tidak boleh menunjukkan kegusaran.

Pak, tolong Rayn, ya.

Pak Bara teringat apa yang diminta oleh David beberapa pekan sebelum ia menjemput Rayn. Senyumnya terlukis kecil. Ia melihat Rayn yang sedang menggigit kepalan tangan, sehingga Pak Bara merasa bahwa mungkin anak muda ini tidak mendengarnya.

"Mas Rayn?" panggilnya terlebih dulu.

Rayn terlihat menoleh ke arah Pak Bara, "Ya, Pak?"

"Saya lupa, hari ini adalah jadwal pembersihan menyeluruh. Taman yang ada di belakang rumah mau diperbaiki perairannya," ungkap Pak Bara.

Rayn berpikir sejenak, "Taman? Untuk apa?"

"Sudah janjian sama kontraktor langganannya pak David, Mas. Ini juga permintaan Pak David sendiri."

Tiba-tiba, Rayn merasa memiliki ide. "Kita ke rumah saja, dulu. saya mau ambil beberapa pakaian. Nanti tolong antarkan saya ke hotel."

"Hotel? nggak ke apartemennya Pak David?"

"Ayah punya apartemen? Tapi ... dia sering bilang kalau ogah membeli apartemen, mending beli rumah."

Pak Bara terdiam sejenak. majikannya terdahulu memang tidak banyak menceritakan apa yang dilakukannya untuk sang anak.

"Baiklah, setelah itu bawa saya ke apartemen milik ayah."

Pak Bara mengangguk, tertangkap oleh mata Rayn yang mulai membengkak. Tidak hanya karena kelelahan fisik, juga batinnya akibat informasi yang baru didapat.

Setelah empat puluh lima menit perjalanan, Rayn sampai juga ke dalam pekarangan rumah. "Tolong tunggu di sini saja," pinta Rayn kepada Pak Bara yang kemudian keluar dari mobil.

Rayn bergegas menuju kamarnya. Ia mengemasi barang-barangnya kemudian mencari paspor atau barang lain yang mungkin akan diperlukan. Beberapa saat kemudian Rayn terdiam. ia menghembuskan napas dengan perlahan.

Sungguh, aku tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Rayn merasa kehampaan sedang menyelimuti hatinya. Pikirannya kosong, dan juga hilang arah. ke mana rencana-rencana yang mudah ia dapatkan saat terjepit seperti ini? mana ide-ide aneh yang sering datang ke dalam pikirannya?

"Sial!"

Bahkan di saat ia merasa momen terbaik tanpa ayahnya seperti ini, tak ada yang dapat dilakukannya dengan benar.