Terkadang apa yang terlihat tidak sedang menampakkan apa yang sebenarnya terjadi. Rayn selalu merasa bahwa ayahnya memiliki segala hal yang diinginkan. Rumah yang besar, kekayaan yang berlimpah, bahkan wanita yang sangat mencintainya.
Mungkin kematian Amelia yang terjadi beberapa tahun yang lalu membuat mereka menjadi saling menjauh. David membuat ruang sendiri, begitu pula dengan Rayn.
Makan malam ini membuat Rayn mulai membuka mata dan hati. Beberapa hal yang menakutkan dari ayahnya di masa lalu mulai memudar sekarang. Ya, mungkin karena mereka sudah tidak lagi bersama.
Banyak hal yang ada di pikiran Rayn saat ini. Dukanya belum selesai, ia mungkin juga tidak ingin menyelesaikannya sekarang. Namun, ada hal yang harus segera diselesaikan.
"Pak Bara, apakah ayah kesepian selama ini?" Rayn bertanya kembali. Ia belum mendapatkan jawaban hingga beberapa detik yang lalu. Pak Bara hanya terdiam.
"Jadi, ayah memang kesepian? Itulah kenapa ayah punya simpanan?" Rayn sedang memastikan kesimpulan yang ada di dalam benak hari ini.
Pak Bara terlihat menarik napas. Rayn tetap menatap untuk menagih jawaban. "Mungkin seperti itu, Mas."
"Seperti itu? berarti belum pasti?" Rayn mulai memberikan tanggapan, bahkan terasa mengintimidasi. Ia hanya tidak sadar melakukan sesuatu yang mungkin akan menyakiti dirinya sendiri. "Terus terang, rasanya sakit melihat wanita selain ibuku di kehidupan ayah."
"Mbak yang di kafe bukan simpanan Bapak, Mas." Pak Bara akhirnya bercerita.
"Jadi, selama ini Bapak tahu? Kenapa sebelumnya nggak mau jawab ketika saya tanya hal itu?" Rayn menatap kesal dengan Pak Bara.
Lelaki yang kini menjadi pewaris tunggal itu hanya dapat menarik napas. "Baik, Pak. Saya pikir, lebih baik saya beristirahat saja." ia berdiri kemudian membayar makanan mereka berdua. "Bapak kalau mau pulang dulu juga nggak apa-apa."
Rayn berjalan menuju gedung apartemen di depannya. Ia sudah mengantongi kartu akses yang ternyata ada di mobil bersama Pak Bara selama ini. "Ayah, apa yang sebenarnya ayah sembunyikan? Mengapa banyak rahasia di antara kita?"
Ia menekan tombol untuk menaiki lift. Beberapa saat kemudian, lift itu terbuka. Rayn sendirian di sana. Tidak seperti yang biasanya, lift ini cukup pengap dan bau. Ia menggelengkan kepala karena keheranan. "Ayah dapet dari mana sih apartemen kayak gini? Jelas ini bukan ayah banget."
Bagaimana mungkin Rayn bisa mengatakan 'bukan ayah banget' ketika ia sendiri tidak terlalu mengenal ayahnya?
Tidak bisa dipungkiri bahwa hubungan Rayn dengan David selalu meninggalkan rasa salah paham. Bagi Rayn, David adalah lelaki penggila harta. Semua yang dilakukan oleh David hanya tentang uang dan kekayaan. Tidak lebih dari itu. Namun, hari ini Rayn merasa menemukan sesuatu yang tak pernah disangka olehnya. Sosok David yang tersembunyi akhirnya mulai terkuak. Untung saja itu semua terbuka pada Rayn, bukan orang lain.
Apartemen sang ayah kini sudah ada di depan mata. Dengan perasaan yang masih kacau, ia membuka dengan kunci yang diberikan oleh Pak Bara. "Kenapa sekarang ayah menyimpan hal-hal seperti ini di mobil?" ucapnya keheranan.
Ketika apartemen dibuka, udara pengap langsung menyambut Rayn saat ini. Hal ini wajar, mengingat ayahnya sudah tidak ada. Pasti apartemen ini sudah lama tidak dibuka dan dibersihkan. Melihat debu yang cukup tebal, Rayn curiga ayahnya sudah sangat lama tidak kemari.
Rayn melihat seluruh ruangan apartemen kecil ini. Hanya ada satu kamar di sana, kemudian dapur dan ruangan yang berada di tengah. Tidak ada yang menarik saat ini, Rayn pun menyesali keputusan yang dibuat untuk tidur di sini sebelum membuat keputusan.
"Semuanya terasa tergesa-gesa." Rayn duduk di sofa yang berada di ruang tengah itu. "Seharusnya aku liburan ke hotel, atau resort yang membuatku nyaman. Bukan malah ke sini. Untuk apa?"
Karena bosan, Rayn berjalan menuju lemari besar yang ada di sana. Di samping lemari itu terdapat rak yang berisi banyak buku. Ia melihat buku sekilas. "Sejak kapan ayah suka sastra? Bukannya yang suka sastra justru adalah ibu?" ia menggelengkan kepala, "dasar ayah."
Ia membuka lemari yang kuncinya sudah menempel sebelumnya. Terlihat beberapa berkas yang tidak diketahui dan juga buku catatan. Rayn mengambil buku catatan itu kemudian membukanya. "Astaga, ini buku harian ayah?"
Di dalam halaman pertama buku itu terdapat foto ayah dan ibunya ketika masih muda. "Ibu memang cantik dari muda. Aku pun tampan karena hal itu," ungkapnya seraya tersenyum. Ia membuka halam selanjutnya, terlihat kalimat yang tertulis cukup syahdu.
'untuk Amelia tersayang, hidupku hanya bersamamu'
"Astaga! Ayah!" Rayn menggelengkan kepalanya lagi. "Sejak kapan ayah menjadi puitis seperti ini?" ia pun semakin penasaran dengan isi buku harian sang ayah.
Beberapa lembar kemudian hanya menuliskan keseharian yang ayah lakukan. Dan pada beberapa lembar itu pula, tidak banyak tanggal yang tertulis. Seakan-akan ayahnya hanya menuliskan apa yang dirasakan dan juga dilakukan.
"Ayah menuliskan hal ini semaunya sendiri."
Ya, David menulis apa yang dia inginkan dengan cara yang dia inginkan juga. Tidak peduli standar yang ada pada masyarakat umum tentang bagaimana menulis buku harian yang baik.
Namun beberapa halaman yang cukup jauh, David mulai menuliskan tanggal di sana, bahkan jam. Rayn tersenyum melihat ini. "Memang seharusnya seperti ini."
Rayn membaca tulisan yang lebih jelas waktunya, sekitar dua tahun yang lalu. Dua tahun yang lalu adalah masa di mana Rayn merongrong ayahnya untuk segera mengizinkannya belajar di luar negeri. Mungkin ia memang sudah belajar di luar negeri untuk gelar sarjana, tetapi ia ingin melanjutkan kembali gelar master di kampus yang sama.
'Kamu tahu, Mel. Anak kita mirip sekali denganmu.'
Rayn membaca sambil meringis. "Apa-apaan ayah nulis hal semacam ini? sepertinya ayah benar-benar kesepian."
'Dia minta belajar di luar negeri, sepertimu. Aku ragu bahwa dia menginginkan belajar di luar karena ilmu, ia terlihat ingin menghindariku.'
Rayn membaca kalimat itu dengan perasaan yang semakin kacau. "Jadi, selama ini ayah pun merasa seperti ini?"
'Dia memang bilang kalau ingin menjadi ilmuwan sepertimu. Tapi, rasanya dia hanya ingin menghindar dariku. Aku sangat percaya bahwa dia bisa jadi ilmuwan dan menemukan banyak hal sepertimu. Tetapi rasanya, tujuan dia ke sana tidak seperti itu.'
Rayn menarik napas. Ia tidak menyangka bahwa akan membaca perasaan ayahnya sekarang.
'Aku mengizinkannya, tapi entah sampai kapan. Setahun yang lalu aku menemukan sesuatu yang membuatku sangat terkejut. Kamu tahu, kan? Dan itu membuatku tidak bisa tidur.'
Rayn terbelalak. "Apa? Apa? Apa?" ia mencari tahu apa yang dimaksud oleh David di dalam tulisannya. "Apa yang telah ditemukan oleh ayah?"
Ia pun membuka halaman-halaman sebelumnya, mungkin akan menemukan sesuatu. Namun, tak ada petunjuk di sana.