Chereads / Me and Your Soul / Chapter 12 - Chapter 12 – Honey?

Chapter 12 - Chapter 12 – Honey?

Sebentar, Rayn ingin duduk terlebih dahulu.

Semua yang ia terima hari ini terlalu banyak. Ia sangat merasa kewalahan. Mengapa kepulangannya justru membuat dirinya sendirian.

Mengapa ini terjadi padaku?

Rayn selalu merasa bahwa hidupnya akan lebih baik tanpa ayahnya. Pikiran itu menjadi mendarah daging dan juga tumbuh dengan subur hingga dirinya memilih untuk tidak mengikuti jejak ayahnya. Bukankah, ini adalah momen terbaik?

Bukankah ini adalah waktu yang ditunggu oleh Rayn selama ini?

Hidup tanpa campur tangan ayahnya?

Rayn tidak mengelak. Di saat yang sama, ia terduduk di tempat tidurnya. Perasaan yang tidak dapat digambarkan itu menjadi sesuatu yang menjalar di dalam dada. Tak hanya itu, jalaran rasa itu tak membuatnya semakin bangkit melainkan semakin lumpuh dan bingung.

Palung yang tak pernah dikira akan dihuninya untuk saat ini.

"Sudahlah, aku harus bergegas untuk bangkit."

Bangkit seperti apa? Rayn tak pernah jatuh sebelumnya. Atau lebih tepatnya, ia bahkan belum bangkit dari kematian sang ibu, Amelia. Beberapa kali ia menyalahkan David akan kematian sang bunda. Hal itu juga yang membuatnya berpikir untuk tidak mengikuti apa yang dikatakan oleh David.

Rayn menyeringai. Ia menatap dirinya di depan cermin. Sosok siapa yang ada di sana?

Seorang anak konglomerat yang sudah menjadi yatim piatu.

"Apa yang terjadi, Rayn?" tanyanya pada bayangan yang terpantul oleh cermin.

"Apa? Ayahmu kemungkinan terbunuh?" ia masih mengatakan hal ini di depan cermin.

"Kenapa semuanya harus terjadi kepadaku?"

Rayn menunduk, tak ada air mata yang akan turun. Ia berjanji untuk tidak menangis kembali. Untuk apa? Semua itu tidak akan membuat ibu dan ayahnya kembali.

Ia berbalik dan melihat seorang wanita yang kini ada di depannya, "HAH!"

"HAAAAH!" teriak wanita itu yang dapat dipastikan bahwa ia bukanlah manusia.

Kedua mata Rayn terbelalak. Ia berjalan mundur perlahan. Begitu pula dengan hantu wanita itu. "Ha—" Rayn menelan ludahnya dengan cepat, degup jantungnya memburu. "Hantu!" akhirnya kata itu bisa diucapkannya dengan benar.

"Hantu? Aku hantu? Cih!" hantu wanita itu meludah seakan-akan memilikinya. Padahal, ya, tidak ada yang jatuh di lantai. Rayn sudah memastikan hal itu.

Rayn mengucek matanya. Tetapi, ia masih melihat hantu wanita itu. "Apa ini?" ia mencari sesuatu yang mungkin dapat membantunya.

"Kenapa ke sini, sih? Kenapa? astaga!" hantu wanita itu juga mengeluh.

Rayn merasa ada yang aneh, "Kamu siapa? Heh?" tukasnya sedikit memberanikan diri.

"Apa? Aku?"

"Iya lah! Siapa lagi?" walaupun Rayn sudah tenggelam dalam ketakutannya, ia berusaha untuk tidak memperlihatkan hal itu.

"Aku adalah Honey!" jawab hantu wanita yang memakai baju putih itu.

"Honey? Madu?" Rayn berdecak aneh, "kenapa hantu punya nama madu? Dan kenapa kamu ke sini?" ia berusaha membereskan penampilannya agar terlihat biasa saja.

"Apa? Apa yang harus aku lakukan untuk membuatmu percaya? Dasar manusia!" tukas Honey.

"Memangnya kamu bukan manusia? Kamu pasti dulunya manusia, 'kan?" Rayn merasa tidak terima dengan perkataan Honey yang seakan-akan mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang bodoh. Penggunaan kata 'dasar' diikuti dengan kata 'manusia' membuat Rayn berpikir bahwa Honey ini sangat meremehkannya.

"Sekarang kamu diam, 'kan? Karena kamu sadar kamu dulu juga manusia. Dasar hantu!" jawab Rayn yang sudah menemukan keberaniannya untuk menghadapi Honey.

Honey menggeleng, menunjukkan bahwa dugaan Rayn salah. "Manusia selalu seperti ini. sudah salah, nyalahin orang lagi. aku bukan hantu. Aku jiwa!"

Dahi Rayn mengernyit. "Apa bedanya? Jiwa dan hantu sama saja 'kan!"

Honey memutar kedua bola matanya. "Kamu benar-benar manusia yang bodoh."

"Kamu dulu juga manusia. Kenapa ngomong seperti itu?" Rayn semakin merasa tidak terima.

"Aku sebuah jiwa!" Honey merasa ada yang aneh. "Aku seorang jiwa!" setelah mengatakan hal itu, ia menghilang.

Rayn tidak percaya bahwa dirinya telah berbicara dengan hantu. "Apa? Dia bilang dirinya adalah jiwa? Apa bedanya dengan hantu? Jiwa yang nggak jelas hidupnya."

Rayn melupakan kegundahan yang sempat menderanya beberapa waktu yang lalu. Ia baru menyadari bahwa pakaian dan beberapa barang lainnya belum ditata dengan benar dalam koper. "Ya ampun, aku benar-benar kacau."

Rayn ingin teman bicara. Mungkin, ia harus menelepon seseorang. Ia mengambil ponselnya dan mencari kontak sepupunya, Jenni. Setelah menekan kontak tersebut untuk menghubunginya, Rayn mendengar nada sambung yang membutikan bahwa ponsel Jenni sedang aktif.

Tut ... tut ... tut ...

Tidak ada jawaban. Ke mana Jenni? Bukankah seharusnya ia berada di sampingnya?

"Tapi, dia memang sibuk. Apalagi, dia mau launching brand baru 'kan?" Rayn berusaha mengerti. Ia tidak ingin merepotkan Jenni. Dari dulu, ia merasa Jenni yang selalu menemaninya karena kesibukan David dan Amelia.

"Rasanya, kalau sudah besar, semuanya berubah."

Mau bagaimana lagi? Jenni memang gemar berkegiatan. Sepupunya ini juga sudah memiliki kesibukan lebih banyak dari Rayn sendiri. terkadang, Rayn merasa aneh dengan Jenni. Mengapa Jenni tidak menikmati hidupnya dengan bersantai? Padahal, tanpa banyak perjuangan pun, Jenni sudah mendapatkan kekayaan yang berlimpah dari ayahnya, Samuel.

Rayn telah merapikan kembali beberapa barangnya untuk dimasukkan ke dalam koper. Semula, ia ingin kegiatan pengambilan ini diselesaikan dengan cepat. Karena kegusarannya yang merajalela, ia menjadi begitu lambat untuk segera memilih pakaian mana yang akan dibawa.

"Untung ada hantu itu," tukasnya kemudian ia terdiam. Rayn memeriksa sekelilingnya, mungkin saja si hantu Honey itu masih di sini.

"Ya ampun, kenapa sekarang rumah ini ada hantu?" tiba-tiba ia merasa ada yang tidak beres. "Apa Ayah melakukan sesuatu di rumah ini? membunuh seseorang?"

Rayn tahu bahwa ayahnya cukup keras kepada seseorang. Tapi, apakah mungkin ia sanggup untuk melakukan hal itu?

"Mungkin saja. bisa jadi, ayah memang orang asing." Tatapannya terhenti di pada sebuah foto yang memuat dirinya dengan Amelia dan David. "Ayah memang sekarang menjadi asing."

Rayn menghela napas. ia tidak ingin membiarkan dirinya diam begitu saja. tapi, saat ini rasa duka yang menyelimutinya harus dilepaskan terlebih dahulu.

"Aku tahu, ini nggak mudah. Tapi, aku harus bagaimana? Kenapa ... kenapa?" begitu banyak pertanyaan yang hinggap dimulai dengan kata 'kenapa' dalam diri Rayn.

Tak ada waktu lagi. ia harus berdiam diri dulu terlebih dahulu. "Aku butuh waktu!" tukasnya kepada diri sendiri yang salah satu sisinya menginginkan untuk segera bangkit.

Bangkit itu seperti apa?

"HAAAAH!" Rayn menjerit sesaat setelah membuka pintu kamarnya.

"Astaga." Honey pun juga merasa terkejut dengan Rayn yang masih belum bersikap biasa saja.

Rayn menutup pintunya lagi. "Apa yang terjadi? kenapa ada hantu itu lagi?" kini, degup jantungnya mulai berpacu. Antara ketakutan dan kebingungan berada di dalam dada Rayn. Ia menyandarkan diri pada pintu yang tadi ditutupnya.

"Apa? Apa lagi ini?"

Rayn membelalakkan matanya seketika. "Apa ini?"

"Kamu pikir, kalau kamu tutup pintunya, aku nggak bisa masuk?"

Rayn merangkak mundur hingga dirinya tersudut.