Ada yang berbeda dari tatapan Rayn kepada Pak Albert yang tengah menyunggingkan senyum di sudut bibirnya.
Tatapan yang tajam lagi mempertanyakan, Pak Albert sangat asing dengan hal ini. ia mengenal Rayn sebagai anak yang manja. Anak kecil yang sangat dekat dengan Amelia, hingga David sendiri merasa cemburu kepada anak lelakinya ini. bagaimana tidak? Amelia selalu mementingkan Rayn dari segi apapun. Bahkan, Amelia menomorduakan riset yang telah menjadi cita-citanya sejak dulu.
Tatapan yang selalu mengharapkan perhatian itu tidak ditangkap oleh Albert dalam mata Rayn. "Kamu tahu, Rayn. Kamu sudah sangat berubah."
Rayn tak mengubah bagaimana caranya memandang, tatapannya justru mengikuti gerakan Albert yang sedang membalikkan badan untuk melihat dinding kacanya. "Kita memang harus banyak berbincang." Albert membalik badannya lagi hanya untuk mengatakan itu, memastikan bahwa Rayn mendengarnya.
"Tentu saja, bukankah aku ke mari untuk itu?" Rayn mulai merasa aneh dengan Pak Albert yang mengajaknya bernostalgia tentang ayahnya. Apa ini? apa yang direncanakan oleh orang ini? pikiran Rayn menjadi berantakan bahkan tak beraturan.
Pak Albert mengangguk, kemudian menyunggingkan senyum yang aneh bagi Rayn. Senyuman itu membuat kecurigaan muncul dalam benak anak semata wayang dari pemimpin RetroZ itu. "Oke langsung saja."
Pak Albert memberikan semacam berkas, sedangkan Rayn tidak memahami apa yang sedang disodorkan kepadanya. "Ini beberapa aset milik ayahmu. Dan tentunya, ini semua menjadi milikmu."
"Apa? Milikku? RetroZ?" Rayn mengernyitkan dahi. Tidak mungkin ia mampu melaksanakan semua amanah ini, padahal dirinya tak pernah ikut campur sedikit pun terhadap bisnis ayahnya.
"RetroZ juga milikmu."
"Aku tidak biasa menerima semua ini," ungkap Rayn meletakkan seluruh berkas yang dipegangnya di atas meja terdekat. Perasaan duka yang belum mereda tentu membuatnya tak mampu memikirkan apa yang akan dilakukan oleh RetroZ.
"Apakah kamu mau mengelak sebagai ahli waris? RetroZ adalah milik kakek, seharusnya warisan ini dibagi rata denganku, paman Sam, dan juga Jenni, bukan?"
Pak Albert terdiam, mengizinkan Rayn untuk sejenak mengeluarkan apa yang ada di dalam benaknya. Ia tahu, Rayn sedang tidak dalam keadaan baik. Ia pun memahami, tak seharusnya meminta pria muda yang ada di depannya itu segera menuruti permintaan David. "Aku juga berharap seperti apa yang kaupikirkan, Rayn. Tapi, ini semua permintaan ayahmu."
"Ayahku? Apa ayahku menjadi seorang yang serakah selama ini?" Rayn memandang ke langit-langit ruangan yang menarik baginya itu, tak ada apa-apa selain lampu yang memancarkan sinar putih. Namun, ia berharap bahwa kegilaan ini segera berakhir ketika ia menatap Pak Albert sekali lagi.
Sayangnya, itu tidak terjadi. ia bahkan melihat Pak Albert sedang mencari sesuatu, kemudian menyalakan komputer yang ada di atas mejanya. "Kemarilah, Rayn."
Dengan sedikit malas, Rayn berjalan menuju meja yang dipastikan terbuat dari kayu itu.
"Kenapa kamu melihat meja sampai seperti itu?" Pak Albert menyeringai kemudian meneruskan, "kamu memang mirip sama ayahmu. Ngomong-ngomong, ini meja adalah pemberian dari ayahmu."
Rayn memutar kedua bola matanya, Pak Albert terlalu banyak membahas betapa mirip dirinya dengan sang ayah. Hal itu sangat mungkin terjadi bukan? Terlebih Rayn memang anak kandung David, pasti ada kemiripan yang tidak bisa dielak.
"Tapi, cara kamu memandang RetroZ, sama seperti Amelia. Ya ampun, kamu memang kombinasi sempurna antara David dan Amelia."
Rayn menghela napas, semakin kesal. Ia merasa sepertinya sia-sia datang ke kantor yang memang menarik perhatiannya ini, apalagi jika Pak Albert hanya membicarakan tentang kedua orang tuanya yang meninggal.
Percayalah, Rayn tidak sampai hari jika harus mengingat kembali tentang ibunya. Amelia adalah wanita yang sangat berharga baginya. Bahkan, ia mencari gadis yang mirip dengan ibunya untuk dijadikan teman kencang.
Walaupun saat ia terpana dengan Andrea, ia sadar bahwa wanita itu tidak terlalu mirip dengan sang ibu.
"Beberapa bulan yang lalu, aku pergi ke kantor utama RetroZ. Saat itu, ayahmu sedang menunggu seorang calon karyawan yang akan diwawancara." Pak Albert masih belum menunjukkan apa yang ada di dalam komputernya itu.
"Pada hari itu, aku hendak memamerkan sebuah pena yang memiliki kamera pengintai dan akan disimpan secara otomatis di penyimpanan awan milikku." Pak Albert membuka sebuah folder yang ada pada layar.
"Karena karyawan itu telah datang, aku pun pamit kepada David di saat aku belum sempat memamerkan alat unik ini," imbuh Pak Albert seraya menunjukkan pena tersebut.
"Sesampainya di kantor, aku mencari pena tersebut. karena pena itu mahal, aku rasa harus segera menemukannya." Pak Albert masih mencari sesuatu yang sepertinya belum ditemukan. "Nah." Akhirnya ia mengklik suatu video.
"Coba lihat ini," pintanya lalu memberikan ruang yang lebih lebar untuk Rayn melihat dengan cara mengarahkan layar tersebut.
Rayn masih belum memahami apa yang ingin ditunjukkan oleh Pak Albert. Karena diminta untuk melihat, ia pun menurut.
Sebuah video ditunjukkan kepada Rayn yang saat itu ia mengenali gambar yang ada di dalamnya, kantor sang ayah. Sepertinya pena itu tertinggal di sela sofa yang tak sengaja dinyalakan, sehingga ia melihat bahwa seseorang wanita keluar dari kantor sang ayah.
Dari video dengan warna hitam putih itu, Rayn melihat David keluar dari ruangan untuk menerima telepon. "Itu telepon dari salah satu rekan bisnisnya," kata Pak Albert.
Rayn hanya memandang Pak Albert sebentar kemudian kembali menatap video tersebut. ia melihat wanita yang sebelumnya keluar dari ruangan itu masuk kembali. ia menaburi sesuatu kepada makanan yang ada di atas meja.
"Itu makanan dari siapa?" tanya Rayn.
"Dari aku."
Dahi Rayn mengernyit lagi, salah satu alisnya naik sebagai tanda heran. "Untuk apa membelikan ayah makanan?"
"Ayahmu suka mie ayam. Sebelum aku berangkat, dia meneleponku untuk membelikannya seporsi mie ayam. Sekalian saja, aku ingin memamerkan ini." Pak Albert mengangkat pena yang sepertinya menjadi kebanggaan itu.
"Lalu, apa yang ditaburkan ke atas makanan ayah?"
"Racun."
Rayn terbelalak. "Apa? Tahu dari mana bapak sampai membuat pernyataan seperti itu?"
"Setelah aku sampai di sini, aku mencari penaku yang tidak ketemu itu. kemudian, aku memeriksa apakah sempat kunyalakan. Aku benar-benar lupa."
Pria muda yang tengah bingung itu memandang kembali apa yang akan ditunjukkan dalam video itu. ia melihat ayahnya kembali setelah wanita sebelumnya pergi. sembari menggenggam telepon, David menutup makanan tersebut kemudian pergi meninggalkan ruangan.
"Apa? Apa ini maksudnya?" Rayn semakin tidak paham.
"Gambar yang dikirim oleh Pena ini bisa dilihat secara online dan real time, Rayn. Jadi setelah aku melihat apa yang dilakukan wanita itu, aku langsung menghubungi David dan memintanya membawa ke sini. kami pun membawa makanan itu ke lab."
"APA?"
"Ya, secara tidak langsung ayahmu sedang dalam incaran untuk dibunuh."
Rayn menggelengkan kepalanya.
"Dan kamu tahu, kami sudah bertanya terhadap wanita yang menyamar sebagai pelamar kerja itu. ia tidak mengaku apa-apa."
Rayn meraih sofa yang berjarak beberapa kaki dari posisinya semula. Ia duduk di sana sembari menenangkan pikiran dan hatinya yang terkejut.
"Esok harinya, kami mendapatkan kabar bahwa wanita itu kecelakaan dan meninggal."