Chereads / Istri Sambung / Chapter 19 - BELAJAR

Chapter 19 - BELAJAR

Pak Nandi akhirnya keluar dari kelas mengikuti langkah seseorang tadi, lalu semua anak-anak di dalam kelas mengobrol dan membuat keributan.

"Selalu saja kalau guru pergi pasti berisik," ucapku sambil geleng-geleng kepala.

"Haha ya namanya juga mereka bahagia karena mengurangi waktu belajarnya," sambung Bella.

Aku hanya menganggukkan kepalaku, entah kenapa hari ini aku sangat tidak bersemangat sekali. Rasanya ingin cepat-cepat pulang ke rumah dan menjaga kembar saja, aku juga masih memikirkan Yunki yang masih cuek padaku di pagi hari ini.

"Eh, Bell!"

Aku menepuk pundak Bella yang sedang selfie di ponselnya. Bella sangat senang selfie di ponselnya, bahkan isi foto di ponselnya terpenuhi oleh foto dia semuanya.

"Apa sih!" Bella masih sibuk selfie.

"Gaya apaan itu selfie sambil manyun begitu," celetuk aku saat melihat Bella memanyunkan bibirnya.

"Gaya anak jaman now," ucap Bella.

"Haish!"

Aku membiarkan Bella untuk selfie dulu, karena dia suka marah kalau aku ganggu saat selfie. Sekilas aku melirik ke arah Jimi, ia seperti tidak bersemangat hari ini.

"Apa dia sedang ada masalah?" batinku yang masih menatap Jimi.

Sekilas Jimi menatap ke arahku juga, lalu aku mengalihkan pandanganku ke arah lain. Aku hanya enggan bertatapan dengannya karena aku tidak mau menambah menyakiti hati Jimi.

"Yuna!" Bella menepuk pundakku.

Aku langsung melirik ke arahnya. "Kenapa?" tanyaku.

"Tadi sepertinya kamu mau bahas sesuatu padaku," jawab Bella yang sudah selesai selfie.

"Oh ya aku mau tanya, bagaimana caranya membujuk seseorang agar tidak marah lagi?" tanya aku pada Bella.

"Memangnya kamu lagi marahan sama siapa?" Bella balik bertanya padaku.

"Tidak ada, hanya asal bicara saja hahaha." Tidak mungkin juga diriku berterus-terang pada Bella bahwa diriku sedang marahan dengan Yunki.

Eh tapi, apa diriku benar-benar sedang marahan dengan Yunki? Aku rasa tidak, tapi pagi dia masih bicara denganku namun wajahnya sangat datar dan obrolannya sangat cuek.

"Sepertinya kau sedang marahan dengan suamimu ya? Hayo ngaku!" Bella terus-menerus menggodaku dan menyudutkan diriku agar bercerita yang sebenarnya.

"Enggak Bell, beneran deh," aku mencoba berbohong pada sahabatku karena aku tidak mau juga menceritakan yang sebenarnya pada Bella.

"Hem baiklah!"

"Apa kamu akan memberitahuku?" tanya aku yang berharap Bella akan memberikan cara bagaimana membujuk seseorang yang sedang marah.

"Gampang kok!" Bella seperti ahli dalam hal ini.

"Apa?" tanyaku yang benar-benar ingin mengetahui.

"Kalau Tara dan aku sedang marahan, aku selalu memberikan kesukaan dia semacam ramyeon atau ajak jalan keluar rumah," jawab Bella dengan santai.

"Lalu apa lagi?"

"Ya intinya berikan kesukaan dia saja, maksudku kesukaan orang yang sedang marah padamu. Misalnya dia suka coklat atau es krim, belikan saja dia itu atau sia suka nonton bioskop ya ajak aja nonton."

"Oke baiklah, thanks Bell!"

"Okay!"

Cukup lama kami berbincang-bincang setelah Pak Nandi keluar dari kelas, tidak lama kemudian orang-orang yang ada di kelas langsung terdiam dan hening. Mereka semua sudah duduk di bangkunya masing-masing, aku sudah tau situasi seperti ini. Pasti Pak Nandi akan kembali ke dalam kelas, dan tidak lama kemudian.

"Maaf ya, agak lama." Pak Nandi masuk ke dalam kelas dengan senyumannya.

"Tidak apa-apa Pak," ucap kompak semuanya yang ada di dalam kelas.

"Baiklah kita mulai saja pelajaran pertama." Pak Nandi membuka sebuah buku di atas mejanya, sekilas ia melirik jam tangannya.

"Wah waktunya sudah berkurang dua puluh menit," ucap Pak Nandi setelah melihat jam tangannya.

Pak Nandi orangnya benar-benar teliti dalam segala hal, termasuk dalam waktu mengajar saat di dalam kelas. Pak Nandi benar-benar menghitung setiap kali ia mengajar di kelas.

"Lihatlah guru favorit kamu, dia benar-benar menghitung setiap kali kehilangan waktunya," bisik Bella di telingaku.

"Ya memang harus seperti itu guru yang bijak," aku balas ucapan Bella dengan berbisik juga.

Dan akhirnya kami langsung belajar bahasa Inggris dengan pak Nandi. Di dalam kelas ini yang sangat semangat dengan pelajarannya adalah aku dan seorang wanita lainnya di kelas ini, sebut saja dia Vina. Vina sangat menyukai bahasa Inggris sama sepertiku, namun aku melihat Vina menyukai bahasa Inggris karena Pak Nandi.

"Eh nanti istirahat mau makan apa?" Bella berbisik lagi di telingaku.

"Entah makan apa," aku berbisik balik di telinga Bella.

Jam 10.00.

Waktunya istirahat.

Aku dan ke empat sahabatku sudah ada di kantin dan duduk di kursi biasa yang sering kita duduki. Meja yang berada di pojok kantin, membuat kami nyaman berada di sana.

"Mau makan apa?" tanya Jimi.

"Apa saja," jawabku.

"Ya benar, makan apa sajalah yang penting kau yang bayarin," ucap Tara.

Tara dan Bella hobi sekali gratisan padahal keluarnya tajir melintir. Mungkin karena mereka bisa tajir alasannya harus mendapatkan gratisan dari setiap orang hahaha.

"Baiklah!" Jimi bangun dari kursi dan melangkah pergi untuk memesan makanan.

Tidak lama kemudian Juno ikut bangun dari duduknya dan mengikuti langkah Jimi. Sekilas diriku menatap kepergian mereka berdua. Biasanya yang pergi seperti itu adalah diriku, diriku dan Jimi yang selalu memilih menu makan setiap di kantin kampus.

"Lupakan!" aku tidak boleh mengingat semua ini, ini hanya masa lalu.

Aku mengambil ponsel di saku celana dan memainkan ponsel, ternyata ada pesan masuk di ponselku. Aku langsung membaca pesan itu.

(Pesan)

Nomor tidak di kenal: Pulang jam berapa? Nanti langsung ke kantor, kan?

"Siapa ini?" ucap aku yang masih menatap pesan itu.

"Kenapa?" Tara melirik ke arahku dan melirik ke ponselku. "Mungkin itu nomor penipuan," sambung Tara setelah melihat isi pesanku.

Aku langsung menjauhkan ponselku dari Tara, lalu aku berkata. "Kebiasaan kau selalu membaca pesan orang lain!"

"Hahaha, lagian aku sudah membacanya!" Tara tidak menghiraukan diriku yang sedikit kesal dengan tingkahnya hari ini.

Lalu aku kembali membaca pesan itu, aku sambil berpikir ini nomor siapa? Karena nomornya tidak ada di kontak aku.

Sekilas. "Apa ini nomor kak Yunki?" batinku sambil membulatkan mata.

"Ya, sudah pasti ini nomornya!"

Aku sangat yakin kalau nomor itu adalah nomor Yunki karena di pesan itu bertuliskan kantor.

"Aku balas jangan?" batinku yang agak galau.

Tidak lama kemudian. Jimi dan Juno kembali ke meja dan kembali duduk di kursinya masing-masing. Lalu Jimi menatapku yang masih memandangi ponsel.

"Apa Yuna benar-benar mencintai suaminya?" batin Jimi yang masih menatapku.

Aku masih terdiam dan menatap pesan itu, akhirnya aku memilih untuk tidak membalas pesannya. Karena aku sudah pernah bilang pada Yunki kalau diriku masuk kuliah pagi, saat pulang kuliah aku akan langsung ke kantornya.