Suara langkah kaki Claudie Cavero terdengar sangat jelas, saat pria itu mulai berlari melintasi tiap lorong-lorong rumah sakit yang pada sore itu nampak begitu ramai. Ekspresi yang terlihat penuh dengan kekhawatiran dan rasa takut tergambar jelas menghiasi wajah tampan pria berusia 34 tahun tersebut, saat ia mulai mengedarkan pandangannya, menyapu setiap sudut ruangan dengan matanya yang nampak terlihat berkaca, untuk mencari sosok yang sejak tadi belum di lihatnya sama sekali, bahkan ia sudah memasuki tiap ruangan UGD, namun hasilnya nihil, tetap saja ia tidak melihat sosok yang ia cari di sana.
"Arrgghh.. Di mana kalian.. " Teriak Claudie Cavero yang terdengar prustasi sambil mengusap kasar wajahnya.
Bahkan mata pria itu sudah nampak memerah menahan air mata. Dengan kasar ia menarik dasinya yang masih terpasang di kerah kemeja putihnya, dan kembali mengecek ponselnya, memeriksa panggilan telepon yang ia terima 45 menit yang lalu saat ia masih di ruangan meeting, dan kembali menghubungi nomor asing tanpa nama tersebut. Bahkan tidak mebutuhkan waktu lama, sang pemilik nomor langsung menjawab panggilan Claudie Cavero dengan suara serak dan nada terbata.
📞 "H-alo.. "
📞 "H-alo Tu.. Tuan.. "
Jawab sang pemilik nomor terbata dan terdengar serak.
📞 "Saya sudah berada di rumah sakit sekarang. Tapi saya tidak menemukan istri dan putra saya, apa anda sedang berniat mengerjai saya sekarang?" Tanya Claudie Cavero geram.
📞 "Ti.. tidak sama sekali T-uan, saya sekarang... "
"Daddy... Huuuaaa... Daddy..... "
Suara teriakan seorang anak kecil terdengar jelas di telinga Claudie Cavero yang seketika itu juga langsung membalikkan tubuhnya mencari arah suara dan mendapati sosok anak kecil yang tengah menangis dengan baju yang masih berlumuran darah juga beberapa luka di pelipis dan sikunya yang sudah terbalut perban. Bahkan dengan tidak sadar Claudie Cavero langsung menjatuhkan ponsel yang masih tersambung dengan sang penerima telfon di sebrang sana saat melihat kondisi anak laki-laki tersebut yang semakin terisak.
"Rey..." Seru Claudie Cavero yang langsung berlari menghampiri anak laki-laki tersebut yang tidak lain adalah putranya sendiri.
"Rey.. Anak daddy, apa yang terjadi denganmu Nak," Ucap Claudie Cavero yang langsung meraih tubuh putranya dari pangkuan seorang gadis yang masih terdiam ketakutan dengan wajah pucat dan kepala yang juga terbungkus perban.
"Rey.. Jawab daddy, apa ada yang sakit, di mana? Katakan pada Daddy, dan berhentilah menangis.." Tanya Claudie Cavero sambil memeriksa beberapa luka di pelipis dan tubuh putranya. Bahkan Claudie Cavero terlihat semakin panik saat melihat putranya yang sejak tadi masih terus menangis.
"Mommy... Huuuaaa.. Rey ingin melihat Mommy.. " Rengek Reynand Sky di sela tangisnya yang sontak membuat Claudie Cavero panik seketika, sebab sejak tadi ia belum juga melihat istrinya, bahkan rasa takut mulai menggerogoti pikirannya saat ia mengalihkan obsidiannya pada sosok gadis yang sejak tadi duduk di sebuah kursi depan ruangan pasien yang tengah terisak dengan tubuh yang semakin bergetar, bahkan ponsel yang sejak tadi berada di dalam genggamannya sampai terjatuh tanpa ia sadari.
"Siapa anda? Kenapa anda bisa bersama dengan putra saya?" Tanya Claudie Cavero menatap gadis itu dengan tatapan tajamnya, hingga membuat gadis itu semakin terisak ketakutan.
"Ma.. Maaf.. S -aya yang tadi menghubungi Tuan.. Saya.. "
"Jadi anda.. Di mana istri saya? Apa yang terjadi dengan istri saya?" Sela Claudie Cavero dengan wajah yang semakin panik.
"M-aaf.. I-stri anda... "
"Selamat sore Tuan Claudie,"
Kalimat gadis itu terhenti seketika saat seorang Dokter menghampiri mereka dengan ekspresi wajah yang terlihat sangat tegang.
"Dokter.. Apa benar Arana yang menjadi korban kecelakaan satu jam yang lalu? Apa benar dia..." Tanya Claudie Cavero gugup.
Bahkan tanpa mendengar jawaban dari pertanyaannya pun Claudie Cavero sudah bisa mengetahui jawabannya, sebab dari sorot mata Dokter tersebut sangat terlihat jelas jika ia membenarkan pertanyaan Claudie Cavero, di tambah lagi dengan anggukan kecil yang ia lihat sudah menjelaskan jika semua pertanyaan yang ia lontarkan itu benar. Bahkan pikirannya semakin kacau saat ia merasakan Dokter Aldevaro memegangi pundaknya yang sudah bergetar sejak tadi.
"Maaf Tuan Claudie Cavero, kami tidak bisa menyelamatkan nyawa istri anda, dan kami sangat menyesal," Ucap Dokter Aldevaro yang seketika itu juga membuat Claudie Cavero membeku, tubuhnya bergetar bersamaan dengan air matanya yang mengalir bebas dari pelupuk matanya. Hingga ia mulai merasakan sesak di dadanya.
Dan bukan hanya Claudie Cavero yang merasa syok saat mendengar pernyataan Dokter Aldevaro barusan, tetapi juga gadis yang sejak tadi tengah duduk tidak jauh dari tempat Claudie Cavero berdiri juga nampak terlihat syok dengan wajah yang memucat.
"T-idak mungkin.. Tidak mungkin Dokter, Arana tidak akan mungkin meninggalkanku dan juga putranya Reynand.. Tidak.. Dokter, mungkin anda salah.. Mungkin dia bukan Arana.. Tolong periksa sekali lagi.." Pinta Claudie Cavero yang langsung memeluk tubuh putranya erat yang juga ikut menangis, saat melihat Ayahnya mengeluarkan air mata.
"Tenanglah Tuan Claudie."
"Bagaimana anda bisa menyuruh saya untuk tenang sekarang? Di mana istri saya? Di mana dia?" Tanya Claudie Cavero sambil mencengkram lengan Dokter Aldevaro dengan keras.
"Silahkan ikut saya Tuan Claudie, tapi sebelum itu, saya mohon. Tenangkan diri anda dulu." Balas Dokter Aldevaro yang hanya mampu di balas anggukan oleh Claudie Cavero yang masih menggendong putranya.
Untuk sesaat pandangan Claudie Cavero tertuju pada gadis yang masih tertunduk dengan darah yang sudah mengering di kedua telapak tangannya. Namun tatapan itu tidak berlangsung lama, sebab langkah lebarnya semakin jauh meninggalkan gadis tersebut dan langsung memasuki kamar ICU bersama putranya.
Langkah Claudie Cavero bergetar saat mendekati ranjang pasian yang di atasnya terbujur kaku sosok wanita yang di seluruh tubuhnya sudah di tutupi oleh kain kafan. Dan meskipun Claudie Cavero tidak membuka kain putih yang menutupi wajah sosok yang terbaring di sana, namun Claudie Cavero sudah meyakini, jika sosok yang terbaring di sana adalah Arana Richela Orion istrinya, dan itu terlihat jelas dari cincin yang masih melingkar di jari manis dari sosok dengan tangan terulur ke bawah, tangan yang masih di penuhi darah yang sudah mengering.
"Arana.. " Gumam Claudie Cavero dengan bibir yang bergetar, berusaha untuk setegar mungkin, dan semakin erat memeluk tubuh putranya yang terus menangis.
"Apa itu Mommy?" Tanya Reynand Sky dalam isaknya.
"Rey.. Tenanglah.. " Bujuk Claudie Cavero mengusap punggung puteranya.
"Rey mau melihat Mommy.. Apa itu Mommy?" Tanya Reynand Sky sekali lagi yang tiba-tiba berontak, memohon agar diturunkan dari gendongan Ayahnya yang semakin erat memeluknya.
"Rey... "
"Mommy... Huuuaaaaa... Rey mau bertemu Mommy.... Itu Mommy.. Turunkan Rey Daddy.. Rey mau melihat Mommy huuaaa.... Mommy.." Raung Reynand Sky sambil terus memukuli punggung Ayahnya yang hanya terdiam menahan sesak.
"Rey.. Kita harus mengikhlaskan Mommy, Mommy sudah pergi dan bahagia di sana, Mommy sudah tidak akan merasakan sakit lagi." Ucap Claudie Cavero perlahan dengan suaranya yang terdengan bergetar.
Dengan semua kekuatan dan ketegaran hatinya, Claudie Cavero berusaha untuk menenangkan perasaan putranya, bahkan Claudie Cavero berusaha untuk tidak mengeluarkan air mata setitik pun di hadapan putranya, meskipun di dalam hatinya saat ini tengah merasakan sakit yang nyaris membuat nafasnya terhenti.
"Tapi kenapa Mommy harus pergi.. Rey tidak ingin jauh dari Mommy.. Bisakah Daddy meminta Mommy untuk tidak pergi? Daddy.. Bangunkan Mommy? Rey tidak ingin Mommy pergi.. " Jerit Reynand Sky sembari mengulurkan tangannya ke arah tubuh yang terbaring kaku di sana.
"Rey.. Apa Rey menyayangi Mommy?" Tanya Claudie Cavero perlahan yang bahkan langsung di balas anggukan oleh puteranya.
"Tentu saja Daddy, Rey sangat menyayangi Mommy.. "
"Jika Rey menyayangi Mommy, bisakah Rey membiarkan Mommy untuk tidur dengan tenang?" Tanya Claudie Cavero dengan suaranya yang semakin bergetar seraya mengusap air mata putranya yang terus mengalir.
"Tapi kenapa?"
"Sebab Mommy akan terus merasakan sakit."
"Apa sakit Mommy akan hilang jika Mommy tidur?" Tanya Reynand Sky sesegukan.
"Iya sayang, dan Mommy tidak akan merasakan sakit lagi," Jawab Claudie Cavero tersenyum dengan bibir yang bergetar dan kembali memeluk putranya dengan perasaan yang hancur.
"Apakah itu akan lama? Bisakah Rey menunggu di sini sampai Mommy terbangun?" Tanya Reynand Sky memohon.
"Rey.. "
"Rey janji tidak akan nakal, biarkan Rey menemani Mommy di sini, kasian Mommy sendirian, bagaimana jika Mommy terbangun dan tidak melihat Daddy dan Rey di sini, Mommy pasti akan ketakutan." Rengek Reynand Sky menangkup wajah Ayahnya agar mengabulkan keinginannya.
"Rey.. Daddy mohon, biar Daddy yang menjaga Mommy di sini, Rey ikut Paman Aksel dulu ya?" Bujuk Claudie Cavero.
"Tapi Rey mau sama Mommy.. "
"Rey.. Dengarkan perkataan Daddy," Ucap Claudie Cavero seraya mengusap rambut putranya.
"Baik Daddy.. " Jawab Reynand Sky menurut dan langsung mengangguk, sementara Claudie Cavero langsung menghubungi Asistennya Aksel Regan Zenecka untuk membawa putranya kembali ke Mansion.
Hingga tidak butuh waktu lama, hanya dalam waktu 15 menit saja, Aksel Regan sudah berdiri di samping Claudie Cavero dan langsung meraih tubuh Reynand Sky untuk di gendongnya.
"Daddy.. Tolong jaga Mommy.. " Ucap Reynand Sky saat sudah berada di dalam gendongan Aksel Regan.
"Tuan Claudie saya turut berduka cita." Ucap Aksel Regan perlahan sebelum ia meninggalkan kamar tersebut, menyisahkan Claudie Cavero yang masih terpaku di depan mayat Arana Richela istrinya.
Claudie Cavero tiba-tiba merasakan lemas di seluruh tubuhnya. Saat langkahnya perlahan menghampiri tubuh istrinya yang sudah tidak bernyawa lagi, membuka kain yang menutupi wajah itu, dan dengan lembut menciumi dahi istrinya, seraya merapikan rambut Istrinya yang nampak berantakan.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang? Kau bahkan meninggalkanku sebelum aku siap untuk kehilanganmu, aku tidak bisa tanpa dirimu Arana, tapi kenapa kau pergi begitu cepat," Ucap Claudie Cavero sambil mengusap air matanya yang menitik dan mengenai wajah pucat istrinya.
"Putra kita masih sangat membutuhkanmu, apa yang harus aku katakan pada Rey, apa yang harus aku katakan pada putra kita, aku mohon.. Aku belum siap kehilanganmu.. Aku benar-benar belum siap sayang.. "
Isakan yang sejak tadi di tahan oleh Claudie Cavero akhirnya terdengar, tubuhnya bergetar saat memeluk tubuh istrinya yang bahkan masih terasa hangat. Air mata meleleh menggenangi wajah dengan nafas yang semakin tercekik.
"Maafkan aku jika aku bersikap egois. Maaf, jika aku kembali menangis di hadapanmu, maaf jika sudah mengingkari janjiku, Arana.. Beristirahat lah dengan tenang, aku yakin kau akan lebih bahagia di atas sana, aku akan belajar untuk mengikhlaskanmu, meskipun aku tidak bisa berjanji untuk itu," Ucap Claudie Cavero dengan perlahan seraya mengusap air mata yang sejak tadi membasahi wajahnya.
"Aku mencintaimu Arana Richela Orion, sangat mencintaimu." Ungkap Claudie Cavero yang kembali mengecup dahi istrinya, menatap wajah itu sesaat, wajah yang masih terlihat sangat cantik di matanya, wajah yang akan selalu ia rindukan seumur hidupnya, dan wajah yang sebentar lagi tidak akan pernah ia lihat dan sentuh secara langsung lagi. Dan dengan air mata yang kembali menitik Claudie Cavero meraih kain putih dan langsung menutupi wajah istrinya. Dengan perlahan ia mengangkat tubuh istrinya dan menggendongnya keluar dari ruangan tersebut.
"Tuan Claudie, kami bisa membantu Anda untuk... "
"Tidak perlu, biar saya sendiri yang membawa istri saya," Sela Claudie Cavero kepada Dokter Aldevaro, bahkan ia terus melangkah menuju keluar, melewati beberapa perawat dan pasien yang menatap dengan penuh tanya saat melihatnya menggendong tubuh yang terbungkus kain putih. Bahkan gadis yang sejak tadi masih duduk di kursi tersebut ikut berdiri, meski kedua kakinya masih bergetar, saat melihat Claudie Cavero yang tengah melangkah dan melewatinya.
Maafkan saya... Saya tidak sengaja melakukannya.. Maaf.. Saya tidak sengaja membunuh istri Anda. Batin Gadis tersebut ketakutan.
* * * * *
Bersambung...