"Selamat tidur istriku," batin Yunki lalu mencium keningku.
Perlahan-lahan Yunki tertidur juga, namun tangannya memelukku.
Lima menit kemudian.
Di malam yang sunyi ini, sepasang suami-istri sedang tertidur pulas. Tanpa sadar, mereka tidur saling berpelukan satu sama lain.
Jam 04.00.
Aku terbangun lebih dulu, lalu tubuhku serasa berat. Aku membuka mataku, dan ...
"ASTAGA!" batinku, aku ingin teriak namun aku langsung menutup mulutku.
Aku melirik ke arah sampingku, ada seorang lelaki yang masih tertidur pulas dengan memeluk tubuhku. Pelukannya sangat hangat dan hembusan nafasnya begitu membuat jantungku semakin tidak karuan.
"Fix, hari ini aku harus ke dokter," batinku.
Sesekali aku mengusap kepala Yunki dengan lembut, wajahnya saat tidur sangat membuatku nyaman. Yunki sangat mirip kembar saat tidur.
"Udah pasti mereka mirip kan Yunki ayahnya kembar," batinku.
Perlahan-lahan aku mencoba melepaskan tangan Yunki yang ada di tubuhku, karena aku ingin ke kamar mandi.
"Please jangan bangun," batinku yang mencoba melepaskan tangannya dengan hati-hati.
Udah berhasil melepaskan tangan Yunki, lalu aku bangun dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi.
Sampai di kamar mandi.
"Lega ..."
Setelah selesai dari kamar mandi, aku kembali ke tempat tidur Yunki. Ia masih tidur pulas di sana.
"Haruskah aku membangunkan Yunki?" batinku sambil berpikir.
"Sebaiknya aku melihat kembar dulu!"
Aku langsung melangkah menuju kamar kembar dengan hati-hati. Sampai si kamar kembar, aku udah di depan tempat tidur kembar.
"Ternyata anak ibu masih tidur pulas," batinku setelah melihat kembar yang masih menutup rapat matanya masing-masing.
Cukup lama aku menatap kembar, lalu aku pergi dari kamarnya dan melangkah menuju dapur. Sampai di dapur, aku membuka kulkas.
"Kira-kira hari ini belajar masak apa ya?"
Aku sambil melirik isi kulkas dan melihat bahan-bahan masakan untuk hari ini. Cukup lama aku berpikir.
"Kenapa aku enggak di bangun, kan?" tanya Yunki dengan suara khas bangun tidurnya.
Entah sejak kapan ia udah ada di dalam dapur, lalu aku menutup kulkas dan menoleh ke arahnya.
Aku menggarukkan kepalaku. "Maaf, karena ini masih jam empat jadi aku enggak berani membangunkan," jawabku.
Yunki tidak merespon jawabanku, ia langsung duduk di kursi. Lalu aku melangkah menuju kitchen set, aku ingin membuatkan secangkir teh untuknya.
"Setidaknya aku bisa melayani dengan ini," batinku.
Yunki menatapku dari belakang saat diriku membukatkan sesuatu, Yunki masih setengah sadar karena saat tadi bangun dari tidurnya. Yunki langsung mencari keberadaan diriku.
Dua menit kemudian.
"Silahkan di minum," ucap aku sambil menyimpan secangkir teh di atas meja Yunki.
"Terimakasih." Yunki sedikit tersenyum padaku.
"Sama-sama," aku langsung melangkah pergi dari hadapannya.
Aku melangkah menuju kamarku, aku ingin mencuci muka dan lain sebagainya.
"Mau ke mana dia?" Yunki menoleh ke arahku yang udah menghilang dari dapur.
Yunki kembali menatap teh buatan ku. "Mungkin dia mau cuci muka," gumam Yunki.
Jam 05.00.
Aku dan Yunki udah di dapur dan mulai memasak. Yunki udah mengeluarkan beberapa bahan makanan untuk di masak hari ini.
"Potong daun bawang itu dengan pisau dan jangan terlalu besar-besar motongnya," perintah Yunki sambil menatapku.
"Siap!"
Aku langsung mengambil pisau di samping talenan yang udah di sediakan oleh Yunki. Lalu aku mencoba memotong daun bawang itu sesuai perintah Yunki.
"Pegang pisaunya bukan begitu, tapi begini."
Yunki mengajari diriku menggunakan pisau yang benar, posisi Yunki berada di belakangku dan seperti sedang memelukku dari belakang. Namun ia menuntun tanganku agar menggunakan pisau dengan benar.
"Jadi seperti ini," ucap Yunki setelah mengajariku memegang pisau yang benar.
"Ba ... baik."
Aku benar-benar gugup hari ini, entah apa aku bisa menyelesaikan belajar masak sampai jam yang di tentukan. Atau aku kalah terlebih dahulu karena aku sangat gugup.
"Kalau lagi pegang pisau harus fokus ya!" Yunki menatap diriku.
"Baik!"
Lalu aku fokus memotong daun bawang itu, dan aku memotongnya dengan sangat hati-hati. Setelah selesai memotong daun bawang, kini aku harus memotong sawi putih.
"Sepertinya ini akan memasak kimchi dan telur dadar," batinku setelah melirik beberapa telur yang udah di keluarkan oleh Yunki.
Yunki terus-menerus menatap diriku yang sedang memotong sawi putih itu. Kali ini aku benar-benar seperti belajar masak oleh Chef terkenal.
"Cepat tanggap juga Yuna," batin Yunki sambil menyentuh dagunya sendiri.
Sejam kemudian.
Kami selesai masak dan menu makanan udah selesai dan di sajikan di atas meja makan.
"Kalau rasanya tidak enak, maafkan aku."
"Tidak apa, namanya juga lagi belajar masak," ucap Yunki sambil menyentuh kepalaku.
Aku langsung menatapnya. "Jadi kita mau makan jam segini?" tanya aku.
Yunki tertawa dan menggelengkan kepalanya. "Tentu tidak, kita makan setengah jam lagi," jawab Yunki. "Sebaiknya kita mandi dulu aja."
"Oke!"
Aku dan Yunki melangkah masuk ke kamar masing-masing dan langsung mandi. Namun saat di dalam kamar, aku tidak langsung ke kamar mandi.
Aku duduk di sofa. "Ternyata menjadi seorang istri seperti ini," gumamku.
Sekilas aku tersenyum sendiri setelah belajar masak dengan Yunki, ia benar-benar mengajari diriku caranya memasak. Bahkan mengajari diriku menggunakan pisau dengan benar.
"Semoga rasanya enak," batinku.
Jam 06.40.
Aku dan Yunki udah berada di ruang makan. Kami duduk di kursi masing-masing.
"Selamat makan," ucapku sambil tersenyum.
"Selamat makan juga." Yunki membalas senyuman aku.
Tumben sekali dia tersenyum padaku? Ah senyumannya sangat manis seperti gula di dapur. Lalu aku mengambil sumpit dan mengambil dadar telur yang ku buat.
Setelah mengunyah dan menelan telur dadar ini. "Ke ... kenapa rasanya seperti ini," aku memanyunkan bibirku.
Yunki menahan tawa. "Namanya juga masih belajar, wajar. " Yunki tidak protes kali ini.
Namun aku langsung mengambil telur yang Yunki simpan di mangkuknya. Lalu Yunki menatapku dengan bingung.
"Loh, kenapa di ambil?" tanya Yunki.
"Jangan makan telur, ini enggak enak. Coba makan yang lainnya aja," jawab aku.
Lalu aku mengambil kimchi dengan sumpit di tanganku, aku langsung menyuapi kimchi itu ke dalam mulut Yunki. Yunki langsung mengunyah dan menelan kimchi itu.
"Bagaimana? Enak?" tanyaku.
Yunki tidak memberikan ekspresi apapun, wajahnya sangat datar dan aku langsung menundukkan kepalaku. Aku yakin masakan yang aku masak ini tidak ada yang enak, aku memang tidak ada bakat untuk memasak.
"Kamu kenapa?" Yunki menyentuh pipiku.
"Sepertinya aku gagal menjadi ibu rumah tangga," aku berucap dengan sangat lesu dan tidak semangat.
"Enggak bagus bicara seperti itu!"
Yunki melepaskan tangan yang menyentuh pipiku, lalu ia mengambil sumpitnya dan mengambil kimchi. Yunki menyuapi diriku kimchi, aku langsung mengunyah kimchi itu dan aku membulatkan mataku.