"Kenapa suamiku benar-benar idam sekali," batinku yang masih menatap Yunki dari belakang.
Tubuhnya Yunki benar-benar idaman sekali, membuat wanita mana yang tidak terpesona akan pandangannya? Lalu, apa di kantor ada yang menyukainya? Apa sekertarisnya itu menyukai suamiku? Wah, aku tidak bisa tinggal diam kalau sekertaris itu menyukai suamiku. Aku semakin berpikir keras agar tidak ada satupun wanita yang menyukai suamiku.
"ASTAGA!" aku memukul pelan kepalaku karena udah memikirkan hal-hal aneh.
"Apa yang kau pikirkan Yuna!" aku mencoba sadar atas semua ini.
"Kamu kenapa?" tanya Yunki yang udah berada di depan wajahku.
"OMG!" aku benar-benar terkejut saat Yunki berada di depanku.
Aku hampir aja terjatuh ke dari kursi dan dengan cepat Yunki menahan tubuhku dengan tubuhnya. Tubuhnya sangat harum seperti seseorang yang baru sekali mandi, wangi sabun yang sangat khas membuat diriku benar-benar tergoda. Tubuh Yunki benar-benar berbeda dari tubuh orang pada umumnya, ia seperti memiliki wangi khusus.
"Hati-hati dong," ucap Yunki sambil menatapku.
Dengan spontan aku mengucapkan. "Sabun apa yang kamu pakai?" tanya aku sambil menatapnya.
"Sabun mandi masa sabun cuci piring," jawab Yunki sambil tertawa.
Yunki kembali duduk di kursi sambil memakan buah apel yang udah aku potong-potong dari tadi. Cara dia memakan sesuatu aja membuatku terpesona, apa aku sedang jatuh cinta padanya?
"Kamu kenapa?" Yunki menatapku setelah menelan buah apel di dalam mulutnya.
"Tidak apa-apa," jawabku dengan gelengan kepala.
"Penasaran dengan sabun yang aku pakai?" tanya Yunki yang sepertinya akan memberitahu diriku.
"Mau," jawabku dengan sangat semangat dan tidak sabar dengan sabun yang di gunakan Yunki.
"Aku akan memberitahumu kalau kita mandi bersama," ucap Yunki dengan tanpa rasa malu mengucapkan itu.
Aku langsung membulatkan mataku. "Ma ... mandi bersama? Apa maksudnya?" aku mengerutkan keningku dan sedikit bingung dengan ucapan Yunki.
"Ya kita mandi bersama, masa kamu enggak tau mandi bersama." Yunki mengulang-ulang ucapan itu tanpa rasa malu atau rasa apapun.
Sebentar. Mandi bersama? Maksudnya mandi tanpa pakaian di tubuh? Lalu mandinya berdua Yunki? Apa itu yang Yunki maksud? Ke ... kenapa dia bisa berucap seperti itu padaku? Apa dia salah makan? Kenapa akhir-akhir ini dia menyeramkan? Dan ... otaknya agak sedikit mesum membuat diriku takut di dekatnya.
"Kenapa diam?" tanya Yunki sambil menatapku. "Mau mandi bersama tidak?" Lagi-lagi ia mengucapkan mandi bersama di depanku.
Dengan cepat aku menggelengkan kepalaku. "A ... aku udah ngantuk, aku permisi duluan."
Aku bangun dari duduk dan melangkah menuju kamar Yunki dengan tergesa-gesa. Yunki tidak mengikuti langkahku namun ia tertawa melihat tingkahku, menurutnya tingkahku sangat lucu.
"Kenapa Yuna lucu sekali," gumam Yunki yang masih menatap kepergian diriku.
"Bisa-bisanya wajah dia memerah begitu, apa yang sebenarnya ia pikirkan." Lagi-lagi Yunki tertawa sendiri akibat tingkah sang istri.
"Apa salahnya mandi bersama? Itu juga akan membuat dirinya ketagihan," ucap Yunki yang benar-benar tidak merasa malu saat menyebutkan itu.
Sampai di dalam kamar Yunki.
Aku langsung membaringkan tubuhku di atas kasur dan menyelimuti tubuhku dengan selimut tebalnya. Aku masih memikirkan ucapan Yunki tadi.
"Mandi bersama?" gumamku.
Aku menyentuh pipiku yang terasa panas, sepertinya pipiku udah memerah akibat pembahasan mandi bersama. Kenapa juga Yunki membahas itu di depanku, padahal aku hanya ingin menanyakan sabun bukan mandi bersama. Apa ini akal-akalan Yunki saja?
"Au ah, aku malas memikirkan ini!"
Aku memaksakan diriku untuk memejamkan mata, namun tidak bisa. Aku melirik ke arah sampingku yang masih kosong, seharusnya Yunki udah ada di sampingku namun belum. Yunki belum kembali ke kamar, sepertinya ia masih sibuk memakan buah apel.
"Apa Yunki menyukai buah apel?" Tiba-tiba aja aku memikirkan itu.
"Sepertinya dia memang menyukai buah apel, nanti aku akan banyak stok buah apel aja untuknya," ucapku yang perlahan-lahan tersenyum mengingat Yunki.
Aku mengingat Yunki saat memakan buah apel, ia sangat lahap memakannya. Dengan bibir tipis dan kecil yang Yunki miliki, membuat diriku terpesona saat ia sedang memakannya.
"Kenapa juga aku memikirkan itu?"
Aku tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam otakku, kenapa malam ini otakku seperti error? Padahal kuliahku belum mengadakan ujian, tapi otakku udah error duluan.
"Belum tidur?" tanya Yunki yang udah masuk ke dalam kamar.
"I ... ini mau tidur," gugupku lalu memaksa mata untuk terpejam.
Yunki melangkah menuju tempat tidur dan membaringkan tubuhnya di sampingku, Yunki juga memasukkan tubuhnya ke dalam selimut yang sama denganku.
"Jadi, apa besok kita mandi bersama?" Lagi-lagi ia membahas itu, membuat diriku.
Aku tidak bisa menahan tubuhku dan tiba-tiba aja, aku terjatuh ke bawah lantai dan Yunki juga hampir aja ikut jatuh ke lantai dan menindih diriku.
"Aw," ucapku setelah jatuh di lantai.
Aku memegangi bokongku yang sedikit sakit, karena posisiku saat jatuh adalah terlentang. Yunki langsung membuang selimut ke sembarang arah, ia langsung menghampiri diriku dan menggendongku.
"Kamu ini kenapa sih." Yunki mengkhawatirkan diriku.
Yunki meniduriku di atas tempat tidur dan agak tengah memposisikan diriku, karena tadi saat diriku jatuh. Posisiku berada di pinggir tempat tidur makanya aku bisa jatuh begitu aja.
"Ma ... maafkan aku," ucapku setelah melakukan hal yang memalukan malam ini.
"Lalu, apa yang sakit?" tanya Yunki dengan wajah khawatir.
"Ti ... tidak ada," jawabku.
"Bohong, tadi aku mendengar kamu mengucapkan aw. Berarti kamu kesakitan," ucap Yunki sambil menatap seluruh tubuhku.
"Enggak kok enggak."
"Kalau sakit jangan bilang enggak sakit, kamu udah jatuh seperti ini dua kali, kan?"
"Dua kali?" aku mengulang kata-kata Yunki sambil berpikir, di mana aku jatuh seperti ini lagi.
"Iya, yang pertama di kamar mandi. Kamu lupa?" tanya Yunki yang mencoba mengingatkan diriku.
Karena otakku agak lemot dengan masalah seperti ini, seketika aku terdiam sambil berpikir. Lalu aku mengingat apa yang di ucapkan Yunki, dan aku berkata. "Oh ya aku ingat itu," jawabku saat mengingat semuanya.
"Besok kita ke dokter aja ya, aku enggak mau nantinya kamu kenapa-napa," ucap Yunki yang semakin mengkhawatirkan diriku.
"Ta ... tapi aku enggak apa-apa kok."
Sebenarnya aku tidak mau merepotkan Yunki, lagi pula udah enggak merasakan sakit juga. Namun saat ini aku sedang merasakan malu, bisa-bisanya aku jatuh seperti anak kecil.
"Jangan bantah, aku enggak mau suatu saat nanti terjadi apa-apa pada tubuhmu," kekeh Yunki yang sangat menginginkan diriku untuk ke dokter, lebih tepatnya ia sangat mengkhawatirkan diriku.
"Tapi besok kamu kerja, kan?" tanya aku.
"Aku bisa kerja setelah pulang dari rumah sakit," jawab Yunki.
"Lalu, kita ke rumah sakit membawa kembar?" tanyaku.