"Ya sering sama Yura," jawab Yunki, lalu. "Maafkan aku kalau aku mengajakmu ketempat yang sering aku kunjungi dengan Yura," ucap Yunki dan belum sempat diriku menjawab, Yunki sudah berbicara yang lainnya. "Kedepannya kalau kamu mau kemana-mana ajak aku aja," sambung Yunki.
"Tidak apa-apa aku senang, pasti kak Yura juga merindukan ini," lanjut aku.
"Yuna, terimakasih udah bersedia menikah denganku dan menjaga anak-anak aku, maaf kalau aku sedikit kurang peka atau sangat cuek padamu. Tapi bilang aja kalau kamu enggak merasa nyaman," ucap Yunki sambil menggenggam tanganku.
"Ka ... kak, kenapa jadi begini?" aku semakin bingung dengannya.
"Hem, ini serius dari hati aku dan aku hanya berharap pernikahan kita bisa bertahan lama sampai maut memisahkan kita. Aku harap kamu jangan meninggalkan aku seperti Yura meninggalkan aku," jelas Yunki dengan mata berkaca-kaca dan semakin mempererat genggamannya.
"Aku harap juga kita bisa jadi sepasang suami-istri yang sesungguhnya, aku tau kak Yunki belum bisa melupakan kakakku. Aku enggak berharap kak Yunki melupakannya karna itu enggak mungkin, tapi setidaknya kak Yunki hargai aku layaknya sebagai istri."
"Maaf kalau aku masih memikirkan Yura dan aku akan selalu berusaha untuk menjaga pernikahan kita dan hubungan ini," ucap Yunki sambil menyentuh kedua pipiku.
"Kak Yunki harus bahagia walau bukan dengan kakakku, setidaknya kakakku akan bahagia di sana kalau suaminya juga bahagia," ucapku sambil tersenyum.
"Ya aku akan bahagia, bahagia bersamamu dan kedua anak kembar aku." Yunki berucap dengan nada bahagianya.
Aku dan Yunki saling tersenyum, memandang satu sama lain dan sesekali menatap ke arah kembar. Entah dari kapan kembar juga tersenyum melihat kami, kembar seperti mengerti apa yang sedang di bicarakan oleh kami.
"Cepat besar anak-anak ayah agar nanti kita jalan-jalan sama ibu," ucap Yunki sambil mengusap punggungku.
"Benar, cepat besar biar ibu bisa ke mall sama kalian hehe," aku sedikit tersenyum.
Tidak lama kemudian. Pelayan tadi kembali dengan beberapa pelayan lainnya, mereka membawa beberapa menu BBQ dan menyimpan di atas meja kami. Setelah selesai, semua pelayan itu keluar dark ruangan ini.
Lalu Yunki menyalakan kompor portabel itu dan memasukan sedikit bumbu pada panggangan, lalu mengambil beberapa daging untuk di masak di sana. "Kamu suka makan ala BBQ seperti ini?" tanya Yunki sambil melirikku dan kembali fokus memanggang.
"Suka kak," jawab aku.
"Kak? Kenapa kamu memanggilku kak? Apa aku kakak kamu?"
Yunki sepertinya memang tidak suka di panggil kakak olehku, lalu aku harus memanggilnya apa? Sayang? Honey? Daddy? OMG aku tidak tau lagi harus memanggilnya apa.
"Kenapa diam?" Lagi-lagi Yunki meminta diriku untuk segera menjawab pertanyaan tadi.
Aku langsung menggarukkan kepalaku dan berkata. "Lalu aku harus memanggil dirimu apa?"
"Terserah, tapi aku enggak suka di panggil kakak karena aku bukan kakak kamu."
"Ba ... baiklah," ucap aku yang sambil berpikir.
"Ingat, aku suamimu bukan kakak kamu!" tegas Yunki sekaligus meningkatkan diriku.
Aku menghela nafas. "Iya," aku hanya mengiyakan apa yang Yunki katakan, padahal diriku belum tau panggilan apa yang cocok untuknya.
Sudah lumayan banyak daging yang di panggang oleh Yunki, dan iya menaruh di piringku dan menyuruhku untuk memakan daging itu.
"Terimakasih," aku langsung memakan daging itu.
"Bagaimana? Enak?" tanya Yunki setelah diriku mengunyah dan menelan daging itu.
Dengan cepat aku langsung menganggukkan kepalaku. "Sangat enak, aku menyukainya!" aku langsung mengambil daging lagi karena ini sangat enak.
Yunki tersenyum melihatku makan dengan lahap, lalu Yunki juga ikut memakan daging itu.
"Baguslah kalau Yuna menyukai ini," batin Yunki.
Sejam kemudian. Kami selesai makan dan sudah sangat kenyang. Sekilas diriku menatap kembar yang ternyata sudah tertidur.
"Sepertinya kembar lelah," ucap aku yang masih menatap kembar.
Lalu Yunki menatap kembar juga. "Iya, apa tadi kembar sudah minum susu sebelum pergi?" tanya Yunki.
"Seperti sudah, aku agak lupa," jawab aku sambil menggaruk-garuk kepala.
Yunki hanya menghela nafas setelah mendengar jawaban dariku, lalu ia mengambil ponselnya yang berada di dalam saku celananya.
"Siapa yang mengirim pesan jam segini," gumam Yunki lalu membaca pesan itu.
(Pesan)
Nara: Besok sibuk tidak? Aku ingin membahas pekerjaan.
"Pekerjaan?" gumam Yunki sambil berpikir.
Sebenarnya Yunki bingung dengan kehadiran Nara seperti ini, ia tiba-tiba saja datang dalam kehidupannya. Lalu sok membahas pekerjaan? Yunki tau ini pasti hanya akal-akalan Nara saja.
"Ah tidak tau!" Yunki tidak membalas pesan itu lalu memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.
"Kenapa enggak di balas?" tanya aku yang sebenarnya tidak tau pesan itu dari siapa.
"Tidak penting," jawab Yunki.
Aku hanya menganggukkan kepalaku dengan pelan dan tidak membahas pesan itu lagi, karena menurutku Yunki memang tidak menyukai pesan itu.
Lima menit kemudian. "Mau pulang tidak?" tanya Yunki yang sudah bangun dari duduknya.
"Mau," jawab aku yang ikut bangun dari duduk.
"Ya sudah ayo!" Yunki mendorong stroller kembar dengan pelan-pelan agar tidak membangunkan ke dua putrinya yang sedang tidur pulas.
Kami melangkah menuju mobil bersamaan, aku berada di samping Yunki. Yunki terus-menerus menatap kembar dan wajahnya agak khawatir kalau sang anak bangun akibat dirinya mendorong stroller itu.
"Sepertinya Yunki benar-benar menyayangi kembar," batinku.
Mungkin masalah itu tidak perlu di ragukan lagi karena Yunki saja sangat mencintai Yura, lalu kembar adalah anak pertama mereka dari pernikahannya dengan Yura. Namun seketika diriku sedikit iri pada kakakku sendiri.
"Enak ya jadi kak Yura, punya suami hang baik dan tampan di tambah sudah memiliki kembar," batinku yang mengingat kembali masa-masa terakhir bersama sang kakak.
"Aku masih tidak percaya kalau kakak Yura meninggalkan kami secepat itu," batin aku lagi.
Aku memang tidak menyangka kepergian sang kakak sang cepat, apa lagi kepergiannya meninggalkan dua anak perempuan yang sangat lucu. Aku yakin suatu saat kembar akan menanyakan ibu kandungnya, karena aku bukan ibu kandung mereka.
"Akankah kembar menyayangiku juga," batinku.
Sudah sampai di depan mobil. Ternyata Yunki dan kembar sudah masuk ke dalam mobil, lalu aku celingukan sendiri sepertk orang bingung.
"ASTAGA!"
Aku langsung masuk ke dalam mobil dan memakai sabuk pengaman, Yunki menatapku dengan heran.
"Apa yang sedang kamu pikirkan?" tanya Yunki yang masih menatapku seperti tadi.
"Eng ... enggak ada kok," jawabku dengan gelengan kepala.
"Baiklah kalau begitu."
Yunki mulai mengemudi dan menyerir menuju rumah. Di damalm mobil masih hening dan tidak ada percakapan lagi.
"Apa kak Yura kalau di dalam mobil dengan Yunki seperti ini juga?" batinku, dan sekilas aku melirik ke arah Yunki.