Begitupun dengan Valen, di kamarnya, dia telah selesai mengganti pakaian.
Ia menatap ke sekitar kamar, mengingat kenangannya dengan mendiang suaminya, ia pun kembali meneteskan air matanya.
Kemudian ia menghampiri foto pernikahannya dengan Ervinas, yang terpajang di meja riasnya, ia pun mengusap foto tersebut, kemudian menangis.
"Sayang.. aku tak menyangka, kamu akan meninggalkanku dan Tristant secepat ini, hikss.. hikss.." kata Valen dengan lirih.
Kemudian, ia teringat akan anak semata wayangnya itu, apakah anaknya sudah mengetahui keadaan ayahnya? Ia pun bergegas pergi ke kamar Tristant.
"Tristant sayang.." Valen pun terbengong saat melihat Tristant yang sedang memeluk Gideon di kamarnya.
"Mamah.. apakah benar, papah akan pergi ke surga?" tanya Tristant.
Valen pun menangis sambil memeluk anak semata wayangnya.
"Iya sayang, papah akan pergi ke surga, papah akan hidup damai dan bahagia disana" kata Valen dengan lirih.
"Apa kita akan mengunjunginya suatu saat nanti?" tanya Tristant.
Valen pun tersenyum, menatap bocah menggemaskan itu.
"Tentu saja nak, suatu saat nanti, kita pasti akan berkumpul dengan papah di surga" kata Valen.
"Asiikk.." kata Tristant dengan girangnya, kemudian ia pun memeluk mamahnya.
Valen pun semakin tak bisa menahan, bendungan air mata yang jatuh ke pipi putihnya. Ia pun menangis dengan sesegukan.
Gideon yang melihat itu pun, langsung menghampirinya dan menepuk-nepuk bahunya, untuk menenangkannya.
Saat mendengar bunyi ambulance datang, mereka pun segera bergegas keluar dari kamar tersebut dan turun ke bawah.
Saat melihat Michael, Gideon pun bergegas menghampiri papahnya itu.
"Bagaimana pah?" tanya Gideon.
"Semuanya sudah beres, kita hanya tinggal melakukan pakaman saja" kata Michael.
"Baikalah kalau begitu" kata Gideon.
Valen pun menangis di pelukan Margareth sang mertua.
"Ikhlasian nak, mamah juga sangat terpukul dengan kepergian Ervinas, tapi apalah daya nak, mungkin ini yang terbaik untuk kalian, kita tidak bisa menyalahkan takdir sayang" kata Margareth sambil mengusap air mata di pipi Vallen.
Valen pun hanya mengangguk.
Kemudian, semua orang pun berangkat ke pemakaman untuk memakamkan Ervinas.
Sesampainya di pemakaman vallen pun tak henti-hentinya menangis, melihat jasad suaminya yang hendak di kebumikan tersebut, Gideon pun selalu setia mendampingi Vallen disisinya.
Ia juga sesekali merangkul Vallen, dan berusaha menenangkannya.
Namun, karna kondisi psikis Vallen yang lemah, akhirnya ia pun kembali pingsan.
Gideon pun dengan sigap menyanggah tubih Vallen, dan menggendongnya.
"Lebih baik kamu bawa Vallen pulang saja, masalah pemakaman, biar papah yang akan mengurusnya, sekalian bawa Tristan pulang juga, dia masih kecil, tidak baik dia menyaksikan semua ini" kata Michael.
Gideon pun mengangguk paham.
Kemudian, ia membawa Vallen kedalam mobil, di ikuti oleh pengasuh yang membawa Tristan di belakangnya.
Sesampainya di rumah, ia pun bergegas memanggil dokter pribadi keluarganya untuk memeriksa keadaan Vallen, tak berapa lama, Dokter pun datang.
"Siapa yang sakit?" tanya dokter Luis.
"Kakak ipar dok, tadi dia pingsan lagi, kali ini, sepertinya keadaannya sangat lemah, kulitnya juga sangat pucat, saya jadi khawatir, saya takut dia kenapa-napa" kata Gideon.
Dokter Luis pun mengangguk, kemudian segera memeriksa keadaan Vallen.
"Sepertinya dia sangat shock dengan kejadian ini, mentalnya sangat lemah, psikisnya pun drop" kata Dokter Luis.
"Trus apa yang harus kita lakukan dok?" tanya Gideon.
"Kamu campurkan saja obat ini kedalam minumannya, setiap malam sebelum dia tertidur, untuk memenangkannya.." kata Dokter Luis sambil memeberikan obat itu kepada Gideon.
"Tapi, ini tidak bahaya kan Dok?" tanya Gideon.
"Tidak, ini hanya untuk membuat pikirannya Relax saja, ini gak akan beepengaruh apa-apa pada tubuhnya, hanya untuk menenangkan pikirannya saja" kata Dokter Luis.
"Baiklah kalau begitu dok, saya akan melakukannya" kata Gideon.
Dokter itupun mengangguk,
"Yaudah kalau gitu, saya permisi dulu, kalau ada apa-apa, kamu bisa menghubungi saya," kata Dokter Michael.
Gideon pun mengangguk."tentu saja dok"
"Oh ya.. saya turut berduka cita, atas meninggalnya Ervinas, maaf saya tak sempat ikut ke pemakaman, saya sedang ada operasi tadi, sampaikan permintaan maaf saya kepada tuan Michael" kata Dokter Luis.
"Baiklah dok," kata Gideon.
Kemudian Dokter Luis pun pergi dari kamar tersebut.
Gideon pun turut mengantarkan Dokter Luis kedepan rumah..
Setelah itu, ia pun kembali ke kamar Vallen.
Saat Gideon kembali, terlihat Vallen sudah mulai sadar dari pingsannya.
"Gi.. Ervinas, hikss.. hikss.. " Vallen pun menangis.
Gideon pun bergegas menghampirinya, dan merangkul tubuhnya kedalam pelukannya.
"Sudahlah kak, Ikhlaskan semuanya.. biarkan kak Ervinas pergi dengan tenang" kata Gideon, sambil mengelus punggung Vallen untuk menenangkannya.
Vallen pun mengangguk,
"Aku tak menyangka, ternyata tuhan begitu cepat mengambilnya dariku, padahal Tristan masih kecil, ia masih membutuhkan figur ayahnya" kata Vallen, sambil meneskan air matanya.
"Kenapa kakak harus bersedih, kan ada aku yang akan menjaga kalian berdua sekarang. Aku akan mewujudkan permintaan terakhir kak Ervinas, aku akan menikahi kak Vallen, dan menggantikan kak Ervinas untuk menjaga kalian berdua!" kata Gideon.
Vallen pun menatap Gideon, ia teringat akan permintaan terakhir dari suaminya itu.
"Tidak perlu Gi, kamu masih muda, masa depanmu masih panjang, kamu berhak menentukan kebahagiaanmu sendiri, tak perlu kamu mengorbankan masa depanmu demi kakak dan Tristan" kata Vallen.
Gideon pun menatap Vallen, dan meraih tangannya.
"Izinkan aku kak! izinkan aku untuk memenuhi permintaan kak Ervinas, Izinkan aku untuk memenuhi janjinya kepada kedua orang tua kakak, aku ikhlas.. aku akan menjaga dan menyangi kalian, aku rela melakukan semuanya. Tolong Izinkan aku!" kata Gideon sambil menatap lekat wajah cantiknya Vallen.
Vallen pun menganggukan kepalanya,
"Baiklah, jika memang itu sudah menjadi keputusanmu, aku juga akan melakukan sesuai permintaan kakakmu!" kata Vallen.
Gideon pun mengangguk.
"Nanti kita bicarakan sama papah ya, gimana kedepannya, sekarang belum saatnya, kita masih berduka, akunjuga mengerti perasaan kakak, ini pasti hal yang berat, tidak mudah bagi kita mengikhlaskan seseoramg yang sudah menjadi bagian dari hidup kita untuk pergi, namun kita harus ingat! ada yang lebih kuat dari keinginan kita, yaitu TAKDIR, mungkin memang takdir kalian hanya sampai disini, kakak harus ingat akan hal itu!" kata Gideon.
Vallen pun mengangguk.
"Iya Gi.. kakak akan selalu ingat akan hal itu, terima kasih untuk semuanya" kata Vallen.
Gideon hanya tersenyum, kemudian ia memeluk Vallen kembali.
.
.
Saat malam tiba..
Vallen hanya melamun di kamarnya, sambil menatap foto pernikahannya dengan Ervinas, sesekali ia berbicara pada foto tersebut, sambil meneteskan air matanya.
(Ceklekk) tiba-tiba pintu pun terbuka.
Gideon pun masuk ke dalam kamarnya Vallen, ia menghampirinya dan memegang bahu Vallen.
Vallen pun menoleh,
"Mau sampai kapan kakak terpuruk seperti ini, apakah kakak tidak kasihan dengan Tristan?" kata Gideon.
Vallen hanya mengangguk.
"Bersedih boleh, tapi jangan sampai berlarut-larut, kita hadapi semuanya sama-sama, kakak tidak sendirian, aku akan selalu ada mendampingi kakak" kata Gideon sambil menatap Vallen.
Vallen pun mengangguk. "Terima kasih".