"Berarti benar dugaanku, kalau antara gadis ini dan Gideon pasti ada hubungan!" Pikir Vallen dalam hatinya. "Oohh maaf kalau begitu! saya tidak tau!" ucap Vallen sambil tersenyum. "Sekarang kan kakak sudah tau! terus apa kakak masih ingin melanjutkan menikah dengan Gideon?" tanya Vero. Vallen pun menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tau! Semua ini di luar kehendak kami." ucapnya.
"Apa kakak tau, gara-gara harus menokahi kakak, Gideon sampai harus meninggalkanku! apa kakak tidak memikirkan itu?" tanya Vero. Vallen pun terdiam. "Sebenarnya, semua ini atas keputusan Gideon sendiri! aku tidak pernah memaksanya. Apalagi menyuruhnya memutuskan hubungannya denganmu! Jika memang Gideon ingin bersamamu, aku juga tidak akan melarangnya. Semua keputusan ada di tangannya." ucap Vallen.
"Kalau begitu, tolong kakak batalkan semuanya! dan tinggalkan Gideon, supaya dia bisa kembali bersama denganku!" Ucap Vero. "Itu tidak akan pernah terjadi!" ucap Gideon yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. "Gideon!" ucap Vallen dan Vero barengan. Gideon pun menatap ke arah Vallen, tanpa memperdulikan keberadaan Vero. "Mari pulang!" ucapnya dengan sangat lembut.
"Aku bisa pulang sendiri!" ucap Vallen sambil melangkah pergi melewati Gideon. Kemudian Gideon pun membalikan badannya hendak mengikutinya. Namun tangannya di tarik oleh Vero. "Gi! aku sudah bicara pada kak Vallen, aku yakin dia bisa mengerti!" ucap Vero sambil menatap Gideon dengan penuh harap. "Terus? Apa aku peduli?" tanya Gideon. "Tapi Gi!.."
"Sudahlah! di antara kita sudah berakhir Ver, carilah kebahagiaanmu! dan berhenti mengganggu keluargaku!" ucap Gideon. Kemudian ia melepaskan genggaman tangan Vero, kemudian pergi meninggalkan tempat itu. "Gi!.. hikss.. hikss.. kamu jahat!" ucap Vero sambil menghentakan kakinya karna kesal. Kemudian ia berlari mengejar Gideon. Namun sayang mobil Gideon sudah melaju dengan kencang dan menjauh dari tempat itu.
Sementara Vallen, sesampainya di rumah, ia bergegas pergi ke kamarnya. dan mengunci pintunya. Gideon yang khawatir pun bergegas menyusulnya ke kamarnya. "Kak! buka pintunya! Kita harus bicara!" Kata Gideon sambil mengetuk-ngetuk pintu kamarnya Vallen. "Pergilah Gi! aku ingin istirahat!" ucap Vallen. "Enggak kak! kita harus bicara dulu! Aku ingin menjelaskan semuanya!" ucap Gideon. "Gak perlu Gi, aku tidak pernah memaksamu. pergilah Gi! Cari kebahagiaanmu!" ucap Vallen.
"Enggak! aku gak akan pergi! buka pintunya, atau aku akan mendobraknya!" ucap Gideon. Kemudian Gideon mendobrak pintunya dengan sangat keras hingga pintu itu pun terbuka. "Gi apa yang kamu lakukan? kamu sudah merusak pintunya!" ucap Vallen. "Aku gak peduli!" ucap Gideon. Kemudian Ia berjalan menghampiri Vallen. "Kak! mari kita menikah besok!" ucap Gideon sambil menatap Vallen. Vallen pun Membelalakan matanya saat mendengar ucapan Gideon. "Apa yang kamu katakan Gi? kita tidak akan menikah!" ucapnya.
"Apa maksud kakak? bukankah kita sudah sepakat untuk menikah? kakak juga sudah berjanji kan pada kak Ervinas, kalau kita akan menikah?" Ucap Gideon. Vallen pun melirik ke arah Gideon, "Ya, aku memang sempat menyetujuinya. Tapi itu karna aku gak tau kalau kamu sudah memiliki kekasih Gi. Setelah aku tau semuanya, aku pikir kamu berhak mendapatkan wanita yang lebih baik. Kamu masih muda Gi, Masa depan kamu masih panjang. lebih baik kalau kamu menikah dengan orang yang benar-benar kamu cintai. Kamu gak perlu mengorbankan kebahagiaan kamu, hanya karna wasiat dari Ervinas yang gak masuk akal itu. Kamu berhak memilih kebahagiaan kamu sendiri. Pergilah Gi! cari kebahagiaan kamu!" kata Vallen, sambil melangkah mundur untuk menjauh dari Gideon.
"Iya kak, aku sudah mengambil keputusan. Aku sudah memilihnya, dan pilihanku adalah menikahi kakak. Aku sudah memikirkan semuanya matang-matang. Masalah kebahagiaan, yang penting kita saling percaya saja, menghargai, Selama kita saling mendukung sebagai keluarga, kebahagiaan apa lagi yang kita cari?" ucap Gideon, berusaha meyakinkan Vallen. "Gi, pernikahan itu bukan hanya antara saling percaya dan mendukung, tapi juga tentang sebuah perasaan. Nikahilah perempuan yang benar-benar kamu cintai, maka hidupmu akan bahagia." kata Vallen.
"Tidak ada yang aku cintai selain kalian, keluargaku!" kata Gideon. Vallen pun terdiam. Kemudian Gideon mendekat ke arah Vallen, lalu memegang tangannya. "Percayalah padaku kak! Mari kita menikah!" kata Gideon. "Tapi Gi, bagaimana dengan masa depanmu?" tanya Vallen. "Masa depan apa yang kakak maksud? masa depanku ya bersama kalian. Aku akan menjaga kalian seperti kak Ervinas menjaga kakak dan Tristan. Aku juga akan mencintai Tristan, seperti kak Ervinas mencintai Tristan. Dan kakak, kakak bisa menganggapku seperti kakak menganggap kak Ervinas. Entah itu sebagai sahabat, ataupun suami. Aku akan selalu siap mendengarkan keluh kesah kakak. Jika kakak membutuhan sesuatu, katakanlah padaku. Aku akan selalu ada untuk kakak!" kata Gideon.
"Baiklah Gi, jika memang keputusanmu sudah bulat, aku bersedia. Tapi, jika suatu saat nanti kamu sudah menemukan wanita yang cocok untukmu, maka jangan sungkan untuk memberi tauku. Aku akan dengan senang hati mendukung kalian." Kata Vallen. Gideon pun mengangguk. "Yasudah kalau begitu, marinkita bicarakan semuanya dengan papah dan mamah." kata Gideon. Vallen pun mengangguk. Kemudian Gideon menggandeng tangan Vallen dan menuntunnya untuk menemui kedua orang tua mereka.
"Pah, mah,.. " ucap Gideon, menyapa kedua orang tua mereka. "Ada apa? Tumben kalian barengan." kata Michael. "Bagus donk pah, berarti itu tandanya, hubungan mereka ada kemajuan," kata Margareth, sambil tersenyum senang. Michael pun ikut terkekeh. "Begini pah, ada yang ingin kami sampaikan sama papah dan juga mamah. Kami, sudah sepakat. Bahwa kami akan menikah besok!" kata Gideon. Michael dan Margareth pun terbelalak senang. "Besok? kok cepat sekali? Kita kan belum ada persiapan apa-apa." Kata Michael.
"Iya pah, lebih cepat kan lebih baik. Masalah pernikahan, lebih baik kita adakan secara sederhana saja. Aku dan kak Vallen akan menikah di KUA terdekat saja. Tak perlu mewah, yang penting kan kita menikah secara resmi. Dan yang penting niatnya." ucap Gideon. Michael dan Margareth pun tersenyum. "Iya nak, Ervinas pasti senang mengetahui semua ini. Akhirnya, keinginannya untuk menyatukan kalian berdua akan kesampaian juga." kata Margareth. Gideon pun mengangguk. Sementara Vallen, dia terlihat sedih saat mendengar nama suaminya itu.
Gideon yang menyadari itu pun bergegas merangkulnya. "Sudahlah kak, bagaimana kalau kita ke makam kak Ervinas. Dia pasti senang kalau mendengar berita ini langsung." kata Gideon. Vallen pun mengangguk. "Kalau begitu, kita makan dulu, habis itu bersiap. Baru kita berangkat ke makam." kata Gideon. Vallen pun mengangguk. Setelah selesai makan, Vallen dan Gideon pun bersiap-siap untuk pergi berziarah ke makamnya Ervinas.
"Momy.. momy mau kemana?" tanya Tristan. "Momy mau pergi dulu sebentar sama om Gi, ya! kamu baik-baik disini sama bibi." kata Vallen. "Kok, om sih? Dia kan Dady aku momy sekalang!" kata Tristan sambil bersedekap dada menatap Vallen. "Oh, haha.. iya, momy lupa! yaudah kalau gitu, Momy sama Dady pamit pergi dulu ya! kamu jangan nakal sama bibi." kata Vallen. "Siap momy!" Kata Tristan. "Hm.. anak pintar!" Kata Vallen, sambil mengelus kepalanya kemudian mencium keningnya.
"Dady.. dady... dady juga cium donk!" kata Tristan kepada Gideon. Gideon pun tersenyum, kemudian dia menggendong tubuh kecil Tristan, lalu mencium pipi gembulnya. "Sudah?" Tanya Gideon. Tristan pun mengangguk senang. Kemudian, Vallen dan Gideon pun berangkat menaiki kendaraanya.