"Tapi pelayan di sini" jawab Gavin membuat Kallista tersadar dari lamunan. "Sebab aku hanya merencanakannya saja, lalu aku mengatakannya pada mereka untuk menyiapkan semua ini."
Dengan sedikit berat Kallista menghela nafas, melipat kedua tangannya di dada dan memutar bola mata. "Itu berarti sama saja kamu yang menyiapkan" katanya.
Namun Gavin malah tertawa dan mengacak rambut istrinya dengan gemas. "Ya sudah sekarang ayo kita duduk dan menikmati makan malam ini" ujarnya, dan Kallista hanya menggangguk. Lalu ia segera menarik sebuah kursi yang berada di dekat wanita itu. "Silahkan duduk istriku."
"Terima kasih" ucap Kallista tersenyum dan mendudukkan tubuh di kursi tersebut.
Setengah jam kemudian...
Gavin dan Kallista baru saja selesai menyantap makan malam bersama.
"Bagaimana apakah kamu menyukai makan malamnya?" tanya Gavin beralih menatap Kallista yang duduk di depannya.
"Bahkan sangat suka" Kallista mengganggukkan kepala. "Dan aku tidak menyangka, jika rupanya kamu adalah seorang pria yang romantis juga."
Gelak tawanya Gavin langsung pecah dalam seketika mendengar yang baru saja dikatakan oleh Kallista. Lalu ia menggelengkan kepala dan mengalihkan pandangan ke sekitar. "Kata siapa aku pria yang romantis? Lagipula ini adalah sebuah hal yang sederhana, dan kuyakin pria lain pasti akan melakukan yang sama terhadap kekasih atau istrinya" katanya.
"Iya, tapi itu kan karena mer–"
Kallista langsung menghentikan perkataannya saat teringat, kalau Gavin tidak ingin mereka membahas hal tersebut.
"Karena apa?" tanya Gavin beralih menatap Kallista dan mengangkat satu alisnya.
"Tidak, lupakan saja" jawab Kallista menggelengkan kepala.
"Baiklah" ucap Gavin mengganggukkan kepala dan beralih menatap laut yang berada di sebelah kanannya.
Sedangkan Kallista, ia hanya terdiam dan menundukkkan kepala. Karena ia tidak tahu ingin membahas apa. Dan sebenarnya ia ingin sekali bertanya, apa alasan Gavin ingin menikahinya. Sebab ia masih merasa penasaran dengan hal itu, dan tidak yakin dengan jawaban yang diberikan oleh Gavin.
***
Kallista baru saja keluar dari dalam kamar mandi, tetapi ia tidak sengaja melihat Gavin yang sedang duduk di tepi tempat tidur dan terlihat seakan sedang melamun.
Segera Kallista menghampiri suaminya itu dan mendudukkan tubuh di sebelahnya. "Kok kamu melamun?" tanyanya menoleh ke arah Gavin, dan membuat pria itu terperanjat.
"H-Hai sayang" ucap Gavin terbata-bata dan tersenyum canggung. Lalu ia menggelengkan kepala dan beralih menatap ke depan. "Tidak kok, aku tidak sedang melamun."
"Benarkah?" tanya Kallista memicingkan mata dan terlihat tidak percaya. "Kalau kamu tidak sedang melamun, maka kamu tidak akan terkejut seperti itu."
Dengan sedikit berat Gavin menghela nafas dan menundukkan kepala. "Ada suatu hal yang harus kamu ketahui" katanya, membuat Kallista langsung mengerutkan dahi.
"Suatu hal? Apa?" tanya Kallista yang terlihat penasaran dan menatap suaminya dari samping.
"Sebenarnya aku menikahimu bukan hanya untuk agar kamu tidak perlu menanggung malu dan menggugurkan bayi itu, tapi ada alasan lain mengapa aku memutuskan untuk memilih hal tersebut" jawab Gavin dengan kepala yang masih tertunduk.
Namun Kallista hanya terdiam dan menatap Gavin dengan rasa penasaran yang semakin menyelimutinya.
Lalu ia menoleh ke arah Kallista, menggenggam tangannya dan menatapnya dengan dalam. "Tetapi karena aku mencintaimu" tambahnya.
Kallista langsung membeku, dan mendadak jadi patung setelah mendengar yang dikatakan oleh suaminya. Lalu ia mengalihkan pandangan ke depan. "Kalau kamu sedang bercanda, maka ini sungguh sangat tidak lucu. Dan jika kamu mengatakan hal ini, hanya untuk membuatku merasa senang maka kamu tidak perlu mengatakannya" ujarnya tersenyum kecut.
"Tidak Kallista!" Gavin menggeleng cepat dan tanpa melepaskan pandangan dari istrinya. "Aku bersungguh-sungguh mengatakan hal ini, bukan hanya sekedar untuk menghiburmu ataupun sedang bercanda. Karena aku memang mencintaimu. Bahkan aku sudah mencintaimu sejak kita masih bekerja bersama di perusahaan Pak Logan. Namun sayang, saat itu aku sudah memiliki kekasih. Sehingga aku terpaksa harus memendam perasaan ini. Dan apakah kamu tahu? Hatiku sangat sakit dan terasa hancur berkeping-keping saat mengetahui bahwa kamu sedang mengandung anak dari pria lain."
Mendengar yang baru saja dijelaskan oleh suaminya, membuat Kallista kembali membeku dan menjadi patung. Sungguh! Ia tidak menyangka, jika pria sebaik Gavin bisa jatuh cinta pada wanita seperti dirinya.
"Tapi bagaimana kamu bisa jatuh cinta padaku? Padahal kamu tahu, kalau aku adalah seorang model yang terbiasa berpose seksi di depan pria lain dengan pakaian yang sangat minim" ucap Kallista menatap Gavin yang duduk di sebelahnya. "Bahkan hampir setiap malam aku pergi ke klub malam untuk bersenang-senang. Dan kamu tahu? Di sana aku bukan hanya sekedar meminum minuman beralkohol, tapi terkadang aku melayani para pria yang datang dan menggodaku. Tidak jarang dari mereka yang mengajakku untuk memesan kamar dan menghabiskan malam bersama. Apakah setelah ini kamu akan tetap mencintaiku, Vin? Setelah mengetahui bahwa aku adalah seorang wanita kotor yang tidak pantas untuk menjadi pendamping hidupmu apalagi mendapat cinta dari dirimu."
Namun Gavin hanya terdiam, menatap Kallista tanpa mengatakan apa-apa dan terlihat tidak percaya dengan yang dikatakan oleh wanita itu.
"Sudahlah Vin, kamu tidak perlu menjawabnya. Karena aku sudah tahu jawabannya. Dan mungkin setelah ini kamu akan menceraikanku" tambah Kallista membuat Gavin tersadar dari lamunan.
Segera Gavin menarik Kallista ke dalam pelukannya dan mengusap-usap punggungnya. "Kamu salah Kallista" katanya. "Karena setelah ini aku tidak akan menceraikan apalagi sampai meninggalkanmu. Sebab aku tetap mencintaimu dan tidak peduli siapa dan bagaimana dirimu. Lagipula hal itu tidaklah penting untukku. Yang terpenting aku bisa bersatu dengan wanita yang aku cinta."
Kini Kallista yang terdiam dan mendadak bisu dalam seketika. Sungguh! Ia tidak menyangka jika ternyata Gavin tidak akan menceraikannya, setelah Kallista memberitahu tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Lalu ia mendongak dan menatap suaminya. "Terima kasih karena kamu telah mencintaiku dan menerimaku apa adanya. Tapi maaf, karena sampai saat ini aku belum bisa mencintaimu. Bahkan aku juga masih terus teringat dengan mantan kekasihku" ucapnya.
Sebuah senyuman pun mulai terukir di wajahnya Gavin. Lalu ia mengganggukkan kepala dan mengusap kepala Kallista dengan lembut. "Tidak apa-apa sayang, aku dapat mengerti. Dan aku tidak akan meminta ataupun memaksamu untuk mencintaiku. Karena aku tahu, kalau cinta itu tidak bisa dipaksakan" tuturnya.
Mendengar yang dikatakan oleh Gavin membuat senyuman mulai terukir di wajahnya Kallista. Ia pun langsung memeluk pria itu dan menyandarkan kepala pada dada bidangnya. "Fiona benar, seharusnya aku merasa begitu beruntung karena dapat memiliki seorang suami seperti Gavin. Ia bukan hanya pengertian dan memiliki wajah yang tampan, tapi ia bisa menerimaku apa adanya dan tidak peduli siapa diriku" ucapnya di dalam hati.