Satu bulan telah berlalu sejak Gavin dan Veeka pergi berbulan madu ke Maldives. Dan kini perutnya Veeka sudah mulai membuncit, karena sudah hampir memasuki usia 2 bulan.
"Bosan" gumam Veeka, menghela nafas sedikit kasar dan menaruh sebuah majalah di atas meja. Lalu ia terdiam, dan mengalihkan pandangan ke sekitar.
"Hey"
Ia langsung menoleh saat mendengar suara tersebut, dan dapat ia lihat, Gavin yang sedang berjalan menghampirinya dengan membawa segelas minuman di tangannya.
"Kamu sedang apa? Kok hanya diam saja?" tanya Gavin, berhenti di dekat sofa dan mendudukkan tubuh di sebelah Veeka.
"Aku sedang merasa bosan" jawab Veeka menundukkan kepala. "Habis tidak ada yang aku kerjakan, sedangkan pekerjaan rumah semuanya sudah kamu kerjakan."
Namun Gavin malah tertawa pelan dan merangkul bahu istrinya. "Maafkan aku sayang, bukannya aku tidak mengizinkanmu untuk melakukan pekerjaan rumah, tapi kamu kan tidak boleh kelelahan. Agar tidak berpengaruh pada kandunganmu" katanya, dan Veeka hanya menghela nafas. "Oh ya, ini aku buatkan jus mangga untukmu" ia melanjutkan dan memberikan segelas minuman yang dipegangnya pada Veeka.
"Jus mangga?" tanya Veeka menoleh dengan dahi yang mengerut.
"Iya" Gavin menggangguk pelan. "Karena katanya jus mangga mengandung vitamin A, C, dan B6 yang dibutuhkan oleh Ibu hamil."
"Kok kamu bisa tahu?" tanya Veeka kembali yang mulai terlihat bingung.
"Aku mencarinya di internet" jawab Gavin dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Ya sudah ini silahkan diminum" sambungnya.
Segera Veeka mengambil segelas minuman tersebut dan meneguknya perlahan. Sementara Gavin, ia hanya terdiam dan memperhatikan istrinya dari samping.
"Ternyata rasanya enak dan juga segar" ujar Veeka menjauhkan gelas dari wajahnya dan menoleh ke arah Gavin. "Dan aku baru tahu, kalau rupanya suamiku ini pintar membuat jus."
Gavin langsung tersipu dan menggelengkan kepala setelah mendengar yang dikatakan oleh istrinya. "Tidak juga. Lagipula cara membuatnya cukup mudah" katanya.
Tapi Veeka hanya menggangguk dan kembali meneguk segelas jus itu dengan perlahan.
"Oh ya, bagaimana kalau hari ini kita pergi ke dokter kandungan untuk memeriksakan kandunganmu?" ujar Gavin menoleh ke arah Veeka yang duduk di sebelahnya.
"Tidak usah" ucap Veeka dengan datar dan menaruh segelas jus yang masih tersisa di atas meja.
"Tidak usah? Memang kenapa?" tanya Gavin yang terlihat bingung dengan dahi yang mengerut. "Kita kan harus memeriksakannya agar tahu bagaimana perkembangan bayi yang berada di dalam kandunganmu."
"Iya tidak usah. Karena aku tidak pernah peduli dengan bayi ini!" jawab Veeka, menoleh ke arah Gavin dan berbicara dengan nada yang sengaja ia tinggikan.
Dengan sedikit berat Gavin menghela nafas. Lalu ia menarik Veeka ke dalam pelukannya dan mengusap-usap punggungnya. "Aku tahu jika kamu benci dengan Ayah dari anak yang berada di dalam perutmu itu, karena ia sudah menyakiti dan mengkhianatimu. Tapi kamu harus tahu, bahwa anak itu tidak bersalah dan tidak tahu apa pun mengenai sesuatu yang telah dilakukan oleh Ayahnya. Jadi aku harap kamu dapat mengerti dan tidak lagi membencinya seperti kamu membenci Ayahnya" tuturnya.
***
"Lama sekali" ujar Veeka yang terlihat mulai jenuh.
Gavin pun langsung menoleh ke arah istrinya itu dan mengusap kepalanya dengan lembut. "Bersabarlah sayang, mungkin dokternya belum selesai memeriksa pasien yang sedang berada di dalam" katanya mengukirkan senyuman.
Saat ini Gavin dan Veeka sedang berada di ruang tunggu di sebuah rumah sakit. Ya, akhirnya Gavin berhasil membujuk Veeka sehingga membuat wanita itu mau pergi ke dokter kandungan untuk memeriksakan kandungannya.
Pintu ruangan dokter kandungan pun terbuka. Lalu seorang suster keluar dari dalam ruangan tersebut bersama dengan seorang wanita hamil.
"Terima kasih ya Sus" ujar wanita hamil itu, tersenyum dan beranjak pergi.
"Pasien selanjutnya Nyonya Daveeka" ucap suster itu sambil membaca daftar nama pasien yang sedang dipegangnya.
"Iya, ada" jawab Gavin. Lalu ia segera berdiri dan membantu Veeka untuk bangkit dari kursi yang didudukinya.
"Silahkan masuk Tuan dan Nyonya" ujar suster itu, mengukirkan senyuman dan menyingkir dari ambang pintu.
"Terima kasih" Gavin menggangguk dan tersenyum. Kemudian ia menuntun Veeka dan membantunya berjalan memasuki ruangan tersebut.
"Selamat pagi, Tuan dan Nyonya" sapa seorang wanita berbalut jas putih saat Gavin dan Veeka tiba di dalam ruangan itu.
"Selamat pagi juga Dok" jawab Gavin tersenyum ramah dan membalas sapaan wanita itu yang merupakan seorang dokter.
"Untuk Nyonya Daveeka, silahkan rebahkan tubuhnya di atas sini" ujar dokter itu, menepuk ranjang pasien yang berada di dekatnya dan mengukirkan senyuman.
"Baik Dok, terima kasih" jawab Gavin mengganggukkan kepala dan membantu Veeka untuk naik ke ranjang tersebut.
Sedangkan Veeka, ia hanya diam saja dengan raut wajah yang begitu datar dan tanpa ekspresi sedikitpun. Maka dari itu sedari tadi Gavin yang menjawab ucapan suster dan dokter.
Setelah melihat Veeka yang sudah berbaring di atas ranjang pasien, dokter itu pun tersenyum dan mulai memeriksakan kandungannya Veeka.
"Kandungannya sudah berusia berapa bulan Nyonya?" tanya sang dokter sambil menatap layar led yang menampilkan bagian dalam perutnya Veeka.
"2 bulan Dok" jawab Gavin yang ikut memperhatikan layar tersebut.
Dokter itu pun menggangguk dan memasang stetoskop pada telinganya. Lalu ia beralih menatap Veeka dan mengukirkan senyuman. "Biar saya periksa dulu ya Nyonya" ujarnya, dan Veeka hanya menggangguk. Kemudian ia mulai memeriksa perutnya Veeka.
Beberapa saat kemudian, dokter itu baru saja selesai memeriksa kandungannya Veeka. Lalu ia melepas stetoskop dari telinganya.
"Bagaimana Dok? Apakah bayi yang berada di dalam kandungan istri saya dalam keadaan yang sehat?" tanya Gavin menatap dokter itu dan terlihat penasaran sekaligus khawatir.
Sebuah senyuman pun mulai terukir di wajah dokter itu. "Tenang saja Tuan, bayi kalian dalam keadaan yang sehat" jawabnya, membuat Gavin langsung menghela nafas dengan lega.
"Syukurlah, saya senang mendengarnya Dok" ujar Gavin dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Karena selama ini saya melarang keras istri saya untuk tidak melakukan pekerjaan yang berat, agar ia tidak kelelahan dan berpengaruh pada kandungannya. Bahkan saya juga melarangnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah."
Dengan senyum yang masih terukir di wajahnya dokter itu menggangguk paham. "Itu baik Tuan, memang seharusnya seperti itu. Tapi bukan berarti istri Anda tidak boleh melakukan sesuatu sama sekali. Karena ia juga harus banyak gerak agar mempercepat proses perkembangan bayi yang berada di dalam kandungannya" jelasnya.
"Tuh kan, jadi tidak apa-apa jika aku membantumu mengerjakan pekerjaan rumah" ujar Veeka yang akhirnya mengeluarkan suara, setelah sedari tadi ia hanya terdiam.
Mereka berdua pun langsung menoleh ke arah Veeka. Lalu dokter itu mengganggukkan kepala dan tersenyum. "Benar Nyonya, Anda boleh mengerjakan pekerjaan rumah atau pekerjaan yang lain selama itu tidak berat" katanya.