Dengan sedikit berat Gavin menghela nafas dan mengganggukkan kepala. "Baik Dok, mulai besok saya akan membiarkan istri saya untuk mengerjakan pekerjaan rumah, tapi tidak semuanya. Karena saya tidak mau, jika ia sampai kelelahan dan berpengaruh pada bayi yang berada di dalam kandungannya" katanya.
"Benar tuan, sebaiknya seperti itu. Atau kalian bisa mengerjakannya bersama-sama agar terasa lebih ringan" ujar dokter itu, dan Gavin hanya menggangguk. "Lalu perbanyak memakan sayuran dan meminum jus untuk wanita hamil. Agar bayinya tetap sehat" sambungnya.
"Iya Dok, terima kasih untuk sarannya. Saya akan lebih sering membuatkan jus untuk istri saya" jawab Gavin menggangguk pelan dan mengukirkan senyuman.
"Sama-sama" dokter itu menggangguk dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Rupanya Anda adalah seorang suami yang sangat baik dan juga perhatian ya? Beruntung sekali Nyonya Daveeka memiliki seorang suami seperti Anda" ujarnya beralih menatap Veeka yang masih berbaring di ranjang pasien.
Mendengar yang baru saja dokter itu katakan membuat Gavin tersipu malu dan mengusap tengkuknya. "Terima kasih atas pujiannya Dok, saya jadi merasa tersanjung" ucapnya menundukkan kepala.
"Sama-sama Tuan" jawab dokter itu dengan senyum yang masih terukir di wajahnya. "Tapi seorang suami memangnya seharusnya seperti itu, agar istrinya semakin sayang. Bukankah begitu Nyonya?" ia melanjutkan dan beralih menatap Daveeka.
"Benar Dok" ucap Veeka mengganggukkan kepala dan tersenyum canggung.
"Kalau begitu Anda boleh pulang sekarang, Nyonya. Tapi kandungannya harus sering-sering diperiksakan ya?" ujar dokter itu, menatap Veeka dan tersenyum.
Segera Gavin mengganggukkan kepala dan membantu Veeka untuk turun dari ranjang pasien. "Baik Dok, terima kasih. Kalau begitu kami pamit pulang dulu" ucapnya.
"Sama-sama Tuan. Kalian hati-hati di jalan" jawab dokter itu, menggangguk pelan dan mengukirkan senyuman.
Hanya dengan sebuah anggukkan Gavin dan Veeka menjawabnya. Lalu mereka segera berjalan dan keluar dari ruangan dokter kandungan tersebut.
***
"Tidak ada acara atau film yang seru" gumam Veeka, mendengus kesal dan memutar-mutar channel televisi dengan menggunakan remot.
Setelah selesai memasak untuk makan malam, Veeka memutuskan untuk duduk di ruang keluarga dan menonton televisi sambil menunggu suaminya pulang bekerja. Tapi sampai saat ini Gavin belum juga pulang. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 7 lewat 10 menit. Dan tidak biasanya ia seperti itu. Sebab biasanya ia akan tiba di rumah sebelum pulang 5 sore.
Namun Veeka tidak mau berpikiran buruk tentang suaminya itu. Karena ia tahu bahwa Gavin adalah seorang pria yang baik dan juga setia. Bahkan ia juga tidak mencoba untuk menghubungi nomornya Gavin, dan ia beranggapan mungkin pria itu masih hunting foto.
"Bosan" Veeka menghela nafas dan menaruh remot di atas meja yang berada di depannya. Lalu ia terdiam dan memperhatikan ke sekitar.
Sudah satu bulan lebih pernikahannya dengan Gavin, tapi sampai detik ini ia belum juga bisa mencintai pria itu yang telah menjadi suaminya. Walaupun ia sudah mengetahui, apa alasan Gavin yang sebenarnya memilih untuk menikahinya. Bahkan ia juga belum bisa melupakan Samuel dan masih sering memikirkan pria yang telah menyakiti hatinya itu.
"Kira-kira bagaimana ya kabarnya Samuel?" gumamnya, yang kembali teringat dengan mantan kekasihnya itu. "Kata Fiona, ia mendadak menghilang begitu saja setelah kejadian tersebut. Seolah sengaja menghilang karena merasa bersalah. Bahkan nomornya juga tidak aktif. Lalu ke mana pria itu?"
Ia langsung terperanjat dan tersadar dari lamunan saat mendengar suara bel rumahnya. Segera ia bangkit dari posisinya dan berjalan untuk membukakan pintu.
Setelah sampai di dekat pintu ia langsung berhenti dan membukanya. Dan dapat ia lihat, seorang pria yang ia tunggu sedang berdiri di depannya dan menatapnya dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Gavin!" ucap Veeka yang langsung berhambur ke pelukan pria itu yang memanglah Gavin.
Melihat sikapnya Veeka yang seperti itu membuat Gavin merasa bingung dan mengerutkan dahi. "Ada apa sayang?" tanyanya, membalas pelukan istrinya.
"Tidak" Veeka menggeleng, melonggarkan pelukannya dan menatap Gavin dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Ngomong-ngomong kenapa kamu baru pulang?"
"Maaf," jawab Gavin menundukkan kepala dengan raut wajah yang seakan terlihat bersalah. "Tadi aku mampir ke Supermarket dulu untuk membeli stok makanan dan bahan-bahan masakan yang sudah habis."
"Kenapa tidak bilang padaku kalau kamu ingin berbelanja?" tanya Veeka menatap Gavin dengan dahi yang mengerut. "Kan aku bisa menemanimu. Jadi kamu tidak pergi berbelanja seorang diri."
"Sekali lagi aku minta maaf" Gavin mengangkat kepala dan menatap istrinya dengan dalam. "Tapi bukannya aku tidak mau memberitahu dan pergi berbelanja bersama denganmu. Namun tadi aku sekalian mampir ke Supermarket setelah dari perusahaannya Felix. Jadi aku benar-benar minta maaf" tuturnya.
"Baiklah, tidak apa-apa. Aku dapat mengerti, dan aku sudah memaafkanmu" ucap Veeka, mengganggukkan kepala dan mengukirkan senyuman. "Sekarang ayo kita masuk, karena aku sudah memasak untuk makan malam" sambungnya, menarik tangan suaminya dan mengajaknya masuk ke dalam.
"Oh ya?" tanya Gavin, mengangkat satu alisnya dan melangkah memasuki rumahnya. "Aku jadi merasa lapar."
"Kalau begitu kita makan saja dulu" ujar Veeka, menutup pintu rumah mereka dan tidak lupa menguncinya. Lalu ia berbalik dan berjalan menghampiri suaminya. "Nanti setelah makan baru kamu mandi."
"Tidak" Gavin menggeleng, membuat Veeka menoleh ke arahnya dan menatapnya dengan dahi yang mengerut. "Aku ingin mandi dulu, lalu setelah itu baru kita makan malam bersama. Karena tubuhku bau keringat dan sinar matahari."
Karena tidak ingin berdebat, Veeka pun mengganggukkan kepala dan menghela nafas dengan sedikit kasar. "Baiklah, kalau begitu aku akan menyiapkan air hangat untukmu mandi. Agar otot-otot tubuhmu yang tegang kembali menjadi rileks" katanya.
Namun Gavin malah menggeleng dan memegang bahunya Veeka. "Tidak usah sayang, aku mandi air dingin saja. Agar tubuhku kembali terasa segar" ucapnya dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Ya sudah, terserah dirimu saja" jawab Veeka mengganggukkan kepala.
"Kalau begitu aku mandi dulu, kamu duduk manis saja di sini. Belanjaannya nanti biar aku yang bawa ke dapur dan memasukkannya ke dalam kulkas" ujar Gavin, menatap Veeka dengan senyuman yang tidak luntur dari wajah tampannya. Lalu ia mengacak rambut istrinya dengan gemas dan berjalan menuju tangga.
Dengan sedikit berat Veeka menghela nafas, terdiam sejenak dan memperhatikan suaminya yang berjalan menaiki anak tangga. Kemudian ia beralih menatap beberapa kantong belanjaan yang berada di dekat kakinya.
"Jika hanya duduk saja sambil menonton televisi maka aku akan merasa bosan. Jadi lebih baik aku membereskan barang belanjaan ini, agar tidak berserakan di sini" gumamnya, sedikit berjongkok dan mengambil salah satu kantong belanjaan. Lalu ia berjalan dan membawanya menuju dapur.