Kallista terdiam, menatap layar televisi yang sedang menayangkan sebuah film.
Setelah selesai memasak untuk makan malam, ia memutuskan untuk duduk di ruang keluarga sambil menonton televisi sambil menunggu suaminya pulang. Bahkan ia tidak sabar untuk memberikan kue yang dibuatnya pada pria itu.
"Apakah hari ini ia akan pulang telat?" gumamnya, melirik ke arah jarum jam di dinding.
Namun ia tidak sengaja mendengar suara mobil yang seperti memasuki rumahnya. Segera ia bangkit dari sofa yang diduduki, menaruh remot televisi di atas meja dan berjalan untuk membukakan pintu.
Setelah sampai di dekat pintu ia langsung berhenti dan membukanya. Dan dapat ia lihat seseorang yang ditunggunya baru saja keluar dari dalam sebuah mobil.
"Gavin" ucapnya, berlari keluar dan menghampiri orang tersebut yang memanglah Gavin. Lalu ia segera berhenti, memeluk pria itu dan mengukirkan senyuman.
"Ada apa?" Gavin bertanya, membalas pelukan Kallista dan mengerutkan dahi.
"Tidak" Kallista menggeleng dan melonggarkan pelukannya. "Aku hanya merasa senang karena kau sudah pulang" jawabnya dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Merasa senang?" Gavin mengerutkan dahi dan Kallista hanya menggangguk. "Kenapa kau merasa seperti itu? Apakah kau berpikir bahwa aku pulang dengan membawa hadiah?" tanyanya dengan satu alis yang terangkat.
"Tidak, aku merasa senang bukan karena hal itu" jawab Kallista menggelengkan kepala dan tersenyum. "Tapi karena ada–" ia langsung menghentikan ucapannya saat teringat dengan sesuatu.
"Ada apa?" tanya Gavin dengan dahi yang mengerut dan terlihat bingung.
"Aku akan memberitahunya nanti setelah kita selesai menyantap makan malam" jawab Kallista mengukirkan senyuman. "Sekarang ayo kita masuk ke dalam" ujarnya, memeluk lengan suaminya dan hendak berjalan.
"Sebentar" Gavin berkata dan membuat Kallista menoleh ke arahnya. "Kameraku masih berada di dalam mobil" ia tersenyum dan menatap Kallista dari samping. Lalu ia membuka pintu mobil yang berada di sebelah kursi pengemudi dan mengambil kamera miliknya di dalam sana. "Ayo kita masuk" ujarnya, beralih menatap Kallista dan tersenyum.
Namun Kallista hanya menggangguk dan mengukirkan senyuman. Kemudian mereka segera berjalan dan memasuki rumah tersebut.
***
Saat ini Gavin sedang duduk seorang diri di ruang keluarga sambil menatap layar laptop yang berada di depannya.
Namun tiba-tiba ia terdiam saat teringat dengan sikapnya Kallista terhadapnya. Ia merasa bingung dan bertanya-tanya pada dirinya kenapa wanita itu tiba-tiba bersikap hangat padanya? Mulai merapihkan pakaiannya dan memberikan kecupan sebelum ia pergi hunting foto, sampai menyambutnya saat ia pulang. Padahal sebelumnya Kallista tidak pernah melakukan hal-hal itu, terutama saat mereka baru saja menikah.
Hal tersebut membuat Gavin berpikir bahwa wanita itu sudah mulai mencintainya. Tapi ia segera menepis dan membuang jauh pikiran itu, karena ia takut jika kenyataannya tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Karena ia tahu, bahwa Kallista sangat mencintai mantan kekasihnya dan belum bisa melupakannya.
"Kok malah melamun?"
Ia langsung terperanjat dan tersadar dari lamunan saat mendengar suara tersebut. Dan dapat ia lihat Kallista yang sedang berjalan menghampirinya dengan membawa sebuah piring di tangan kanannya.
"Kenapa malah melamun?" tanya Kallista, menghentikan langkah dan duduk di sebelah Gavin. "Apakah ada sesuatu yang sedang kau pikirkan?"
"Tidak" Gavin menggeleng dan mengukirkan senyuman. "Aku hanya sedang merasa beruntung karena memiliki seorang wanita secantik dirimu. Bahkan kau begitu cantik seperti bidadari"
"Gombal" Kallista terkekeh dan mengalihkan pandangan. "Oh ya tadi aku membuatkan ini khusus untukmu" ujarnya, memberikan sebuah piring dibawanya pada Gavin.
Segera Gavin beralih menatap piring itu dengan sepotong kue berwarna cokelat di atasnya. "Kau membuat kue?" tanyanya beralih menatap Kallista dan wanita itu hanya menggangguk. "Memangnya siapa yang sedang berulang tahun?"
Kallista langsung tertawa, menggelengkan kepala dan beralih menatap ke depan. "Pertanyaanmu sama seperti yang dilontarkan oleh Fiona" katanya. Lalu ia menoleh dan menatap Gavin yang duduk di sebelahnya. "Aku membuat ini bukan karena ada yang sedang ulang tahun, melainkan aku memang sengaja membuatkannya untukmu. Karena selama kita menikah aku tidak pernah memberikanmu sesuatu yang spesial. Sedangkan dirimu sering memberikanku hadiah. Jadi aku membuatkan kue ini untukmu. Tapi kau tenang saja karena aku yakin rasanya pasti enak dan tidak begitu manis" jelasnya.
"Kalau seperti ini aku jadi merasa spesial" ujar Gavin beralih menatap sepiring kue itu yang masih dipegang oleh Kallista.
"Bukankah kau memang spesial?" Kallista mengangkat satu alis dan membuat Gavin beralih menatapnya. "Karena kau adalah suamiku" katanya mengukirkan senyuman.
"Aku jadi merasa malu dan aku yakin pipiku pasti memerah" Gavin terkekeh dan menggelengkan kepala.
Kallista pun juga terkekeh dan menatap Gavin dari samping. "Ya sudah kalau begitu ayo dicoba agar kau tahu bagaimana rasanya" katanya.
"Baiklah sayang" Gavin menggangguk, tersenyum dan mengambil piring berisi kue itu. Lalu ia memotongnya dengan menggunakan sendok yang telah disediakan, memasukannya ke dalam mulut dan mengunyahnya perlahan.
"Bagaimana? Apakah rasanya enak?" Kallista bertanya dengan satu alis yang terangkat.
"Enak tapi tidak manis" jawab Gavin mengganggukkan kepala.
"Tidak manis?" Kallista mengerutkan dahi dan terlihat bingung. "Tapi aku sudah memasukkan gula ke dalam adonannya kok. Bahkan aku mencicipinya terlebih dahulu sebelum aku masukkan ke dalam oven. Dan rasanya manis" jelasnya.
"Tapi kue ini memang tidak manis sayang, kalau tidak percaya kau bisa mencobanya" ujar Gavin.
Segera Kallista mengambil alih sendok tersebut, memotong kue itu dan memasukannya ke dalam mulut.
"Bagaimana?" tanya Gavin mengangkat satu alis.
"Rasanya manis kok" jawab Kalljsta mengganggukkan kepala dan mengunyah kue yang berada di dalam mulutnya.
"Benarkah?" Gavin mengerutkan dahi dan Kallista hanya menggangguk. "Tapi kenapa saat aku makan rasanya tidak manis?" ia mengalihkan pandangan dan mengerutkan dahi. "Apakah karena aku memakannya sambil memperhatikanmu?" ujarnya menoleh ke arah Kallista.
"Ish dasar!" Kallista mendengus dan refleks mencubit pinggangnya Gavin. "Aku pikir memang benar-benar tidak manis tapi rupanya kau malah menggombal" katanya mengalihkan pandangan dan melipat kedua tangan di dada.
"Maafkan aku sayang" Gavin terkekeh dan merangkul bahunya Kallista. "Aku hanya bercanda, karena kue ini begitu enak dan manisnya juga pas"
Namun Kallista hanya mendengus, menatap lurus ke depan dan memutar bola mata.
"Dan aku baru menyadari suatu hal" tambah Gavin membuat Kallista menoleh ke arahnya. "Selain cantik, pengertian dan juga baik, rupanya kau pintar membuat kue. Bahkan masakan yang kau masak rasanya selalu enak" ujarnya, memotong kue dan memasukannya ke dalam mulut.
"Sepertinya kau memiliki hobby baru selain fotografi" Kallista terkekeh dan mengalihkan pandangan.
"Hobby baru? Apa?" Gavin mengerutkan dahi dan terlihat bingung.
"Membuat pipiku panas dan memerah" jawab Kallista.
Gavin langsung tertawa dan menggelengkan kepala setelah mendengar yang dikatakan oleh Kallista. "Itu bukan hobby sayang atau aku sengaja mengatakannya untuk memujimu. Tapi sesuai dengan kenyataan. Karena kue yang kau buat ini rasanya memang enak, tidak kalah dengan kue yang dibuat oleh para Chef Pastry"
"Baiklah, kalau begitu terima kasih atas pujiannya" Kallista tersenyum dan menoleh ke arah Gavin. "Tapi kuenya harus dihabiskan jika kurang maka aku akan mengambilkannya karena di dapur masih ada banyak"
"Tentu" Gavin menggangguk dan tersenyum. "Tapi lebih baik jika kau juga memakannya, agar bayi yang berada di dalam kandunganmu bisa merasakan kue yang dibuat oleh dirimu" ujarnya menatap Kallista dari samping dan wanita itu hanya menggangguk.