"Akhirnya selesai juga" Kallista tersenyum, menatap berbagai macam makanan yang tertata rapih di atas meja. "Gavin sudah bangun atau belum ya?" gumamnya, mengalihkan pandangan dan bertanya pada dirinya. Lalu ia berjalan dan menuju tangga.
"Selamat pagi sayang" sapa Gavin, berjalan menuruni tangga dan mengukirkan senyuman.
"Selamat pagi juga" jawab Kallista dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Ternyata kau sudah bangun"
"Tentu sudah" Gavin menggangguk. "Bahkan aku sudah tampan dan rapih seperti yang kau lihat" katanya, berdiri di depan Kallista dan tersenyum.
Kallista langsung mendengus, memutar bola mata dan melipat tangan di dada. "Dasar percaya diri" cibirnya membuat Gavin tertawa.
"Tapi itu kan memang kenyataannya sayang" Gavin terkekeh, dan mengacak rambut Kallista dengan gemas.
"Ih jangan diacak-acak!" teriak Kallista, menyingkirkan tangan Gavin dan menatapnya dengan tajam.
Namun hal itu malah membuat Gavin kembali terkekeh. "Ya sudah sini aku rapihkan" katanya, mengulurkan tangan dan merapihkan rambut Kallista. "Nah, sudah selesai" ia tersenyum dan beralih menatap Kallista. "Kalau begitu ayo kita sarapan karena aku sudah lapar"
"Kau tidak boleh sarapan" ujar Kallista dengan jutek dan mengalihkan pandangan.
"Kenapa seperti itu?" Gavin bertanya, mengerutkan dahi dan terlihat bingung. "Apakah aku membuat suatu kesalahan?"
"Ya" Kallista menggangguk. Lalu ia menoleh dan menatap Gavin. "Apakah kau ingin tahu apa salahmu?" tanyanya dan Gavin menggangguk. "Salahmu adalah tidak memberikan ciuman pagi hari tapi malah mengacak rambutku" cibirnya, memutar bola mata.
"Ternyata hanya itu" Gavin tertawa dan menggelengkan kepala. "Baiklah, kalau begitu aku akan memberikan apa yang kau inginkan" katanya.
Kallista hanya terdiam, melirik ke arah Gavin dan memasang wajah jutek. Bahkan ia tetap melipat tangan di dada.
Perlahan Gavin meraih wajah Veeka, memegangnya dan mengarahkan padanya. Lalu ia memejamkan mata, mendekatkan wajah dan mengecup bibir Kallista.
Veeka langsung terdiam, membeku dan mendadak jadi patung. Sedangkan jantungnya berdebar begitu kencang seakan ingin lepas dari tempatnya.
"Sepertinya aku memang mulai mencintaimu, Gavin" Kallista berkata di dalam hati dan menatap pria itu.
Gavin membuka mata, melepaskan kecupannya dan menjauhkan wajahnya. "Sudah kan?" tanyanya, mengangkat satu alis dan membuat Kallista terperanjat.
"I-Iya, sudah" jawab Kallista, menggangguk dan menundukkan kepala.
"Apakah sekarang aku boleh sarapan?" Gavin bertanya dan tanpa melepaskan pandangan dari Kallista.
"Iya" Kallista menggangguk dengan kepala yang tertunduk. Namun tidak dapat ia pungkiri, pipinya terasa panas dan ia yakin pasti jadi memerah. Bahkan ia menjadi salah tingkah dan tidak berani untuk menatap Gavin.
"Kalau begitu ayo kita sarapan" ujar Gavin, tersenyum dan merangkul bahu Kallista.
Kemudian mereka berjalan dan menuju meja makan untuk menyantap sarapan bersama.
***
Kallista terdiam, duduk di ruang keluarga seorang diri dan menatap layar televisi yang sedang menayangkan sebuah acara. Sedangkan Gavin, ia sudah pergi untuk hunting foto sedari tadi.
Namun kini ia kembali teringat dengan yang kemarin dikatakan oleh Fiona, saat mereka mengobrol di sebuah cafe.
"Dan aku merasa penasaran. Kau bilang, kau takut Gavin kembali pada mantan kekasihnya, apakah itu berarti kau mulai jatuh cinta padanya? Bahkan kau sudah tidak pernah membahas Samuel lagi ataupun menanyakannya padaku. Padahal sebelumnya kau selalu ingin tahu kabar tentangnya. Walaupun ia sudah mengkhianatimu dan membuatmu kecewa"
"Aku semakin yakin jika aku sudah mulai mencintai Gavin. Bahkan aku sudah tidak pernah memikirkan ataupun teringat dengan Samuel. Dan itu berarti Gavin telah berhasil membuatku jatuh cinta padanya dan melupakan Samuel" gumamnya, menatap lurus ke depan. "Tapi bagaimana caranya aku mengatakan hal itu padanya? Aku merasa malu. Jangankan mengatakan itu, ditatap olehnya saja membuatku salah tingkah. Apalagi saat ia menciumku seperti tadi. Rasanya seperti terbang ke langit ke tujuh" ia tersenyum dan kembali teringat dengan hal manis tersebut.
"Gavin, kau adalah pria yang sangat baik dan sempurna. Aku berjanji tidak akan pernah menyakiti ataupun mengecewakanmu. Dan aku tidak akan membiarkan siapapun merebutmu dariku. Karena kau adalah milikku" ia berkata dengan senyum yang terukir di wajahnya.
TING TONG
Ia langsung terperanjat dan tersadar dari lamunan saat mendengar suara bel yang berbunyi. Menandakan bahwa ada seseorang yang datang.
"Siapa itu? Apakah Fiona? Tapi kenapa ia tidak memberitahuku jika ingin datang ke sini?" ia bergumam dan bertanya-tanya pada dirinya.
TING TONG
Bel kembali berbunyi dan menandakan bahwa orang yang menekannya sudah tidak sabar dan ingin segera dibukakan pintu.
Dengan sedikit berat Kallista menghela nafas, bangkit dari posisinya dan berjalan untuk membukakan pintu.
Setelah sampai di dekat pintu ia langsung berhenti dan membukanya. Namun dahinya mengerut saat melihat seorang wanita yang sedang berdiri membelakanginya.
"Siapa wanita ini?" ia berkata di dalam hati dan menatap punggung wanita itu.
"Maaf, Anda siapa?" tanyanya.
Wanita itu berbalik, tapi Kallista langsung membulatkan mata saat melihat wanita itu.
"A-Agnes?" ucapnya.
"Rupanya kau masih mengingatku" wanita itu menyeringai dan menatap Kallista yang berdiri di depannya.
"Dari mana kau tahu rumahku?" tanya Kallista, mengerutkan dahi dan menatap wanita itu.
"Itu bukan urusanmu" jawab Agnes. Lalu ia berjalan dan melangkah masuk ke dalam rumah Veeka. Membuat si pemiliknya segera bergeser. "Ternyata rumahnya Gavin besar juga. Padahal dulu ia hanya memakai motor. Tapi sekarang ia mempunyai mobil dan rumah sebesar ini" ujarnya memperhatikan ke sekitar. "Itu berarti ia sudah menjadi orang sukses, tapi kenapa ia masih menjadi fotografer?" ia menghentikan langkah dan berbalik.
"Itu bukan urusanmu" jawab Kallista dengan datar dan berjalan menghampiri wanita itu. "Sekarang katakan ada perlu apa kau datang ke sini?"
"Oh ya, aku lupa memberitahumu" Agnes menggangguk dan mengalihkan pandangan. Lalu ia menoleh. "Kau ingin tahu kenapa aku datang ke rumahmu dan Gavin?" tanyanya dan Kallista hanya menggangguk. "Aku datang ke sini untuk memberitahumu bahwa aku akan berusaha untuk merebut Gavin darimu. Karena seperti yang aku katakan, bahwa aku akan melakukan berbagai macam cara untuk membuatnya kembali menjadi milikku" jelasnya, dengan seringaian yang terukir di wajahnya.
"Tidak!" Kallista menggeleng. "Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi" katanya, menatap Agnes yang berdiri di depannya. "Lagipula ia sangat mencintaiku jadi tidak mungkin jika ia meninggalkanku demi kembali padamu yang pernah mengecewakannya"
Agnes mendengus, melipat tangan di dada dan memutar bola mata. "Dulu ia juga berkata seperti itu padaku. Ia mengatakan kalau ia sangat mencintaiku" cibirnya. "Tapi buktinya ia malah jatuh cinta dan menikah padamu. Maka itu berarti ada kemungkinan jika ia akan kembali padaku dan meninggalkan dirimu". Dan aku akan memastikan bahwa ia pasti akan kembali menjadi milikku" ia menyeringai.
"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi" jawab Kallista menggelengkan kepala.
"Kita lihat saja" Agnes mendengus dan mengalihkan pandangan. "Tapi yang perlu kau ketahui, aku tidak bermain-main dengan ucapanku. Dan aku adalah tipe orang yang akan melakukan apa pun untuk mendapatkan sesuatu yang aku inginkan. Jadi sebaiknya kau berhati-hati karena aku akan merebut suamimu" katanya tersenyum miring. Lalu ia berjalan, dengan sengaja menyenggol bahu Kallista dan keluar dari rumah itu.
Sedangkan Kallista, ia hanya terdiam, menundukkan kepala dan mendadak jadi patung.