"Sayang" Gavin berkata menatap Kallista yang duduk di dekatnya.
"Iya?" tanya Kallista, menaruh gelas yang sudah kosong di atas meja makan.
"Bagaimana jika nanti kita berjalan-jalan?" Gavin mengangkat satu alis dan menatap Kallista dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Jalan-jalan?" Kallista mengerutkan dahi dan terlihat bingung. "Bukankah kau harus hunting foto?"
Gavin langsung terkekeh. "Maksudku nanti setelah aku pulang hunting foto" katanya menundukkan kepala.
"Aku pikir itu bukan ide yang bagus" Kallista menggeleng, bangkit dari kursi yang didudukinya dan merapihkan piring dan peralatan makan yang kotor. "Karena itu akan membuatmu semakin lelah, jadi aku tidak setuju dengan idemu itu"
"Tapi itu tidak akan membuatku semakin lelah" ujar Gavin. "Lagipula selama kita menikah aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku sehingga kita tidak bisa sering menghabiskan waktu bersama. Jadi aku pikir tidak masalah jika nanti kita pergi keluar bersama, sekedar untuk mengusir rasa bosan dan menikmati suasana malam" jelasnya. "Bagaimana? Apakah kau setuju?"
"Aku tetap tidak setuju" Kallista menoleh dan menggeleng. "Jika mau kita masih bisa melakukannya saat akhir pekan" katanya. Lalu ia berjalan menuju wastafel dan membawa piring serta peralatakan makan yang kotor.
Segera Gavin berjalan dan mengejar Kallista. "Ayolah sayang, jangan menolak tawaranku ini. Karena aku sedang ingin berjalan-jalan bersama denganmu" ujarnya, berjalan di sebelah Kallista dan terlihat seolah sedang memohon.
"Memangnya kita mau jalan-jalan ke mana?" Veeka bertanya, menghentikan langkah dan Kallista piring kotor di wastafel.
"Rahasia" jawab Gavin, menatap Kallista dari samping dan tersenyum. Membuat wanita itu menghela nafas.
"Sejak kapan kau senang menyembunyikan sesuatu dariku?" tanya Kallista, menyalakan kran air dan mulai mencuci piring.
"Bukan seperti itu maksudku" Gavin berkata. "Tapi aku ingin hal ini menjadi sebuah kejutan untukmu" ia tersenyum dan menatap Kallista yang berdiri di sebelahnya.
"Kejutan?" Kallista menoleh dan mengerutkan dahi. "Tapi aku kan tidak sedang berulang tahun"
"Benar" Gavin menggangguk dan mengukirkan senyuman. "Namun aku tetap ingin memberikan kejutan padamu" katanya. "Bagaimana? Apakah kau tertarik?" ia mengangkat satu alis.
***
"Lagipula kenapa mata aku sampai ditutup seperti ini sih?" omel Kallista, berjalan dengan pelan dan dituntun oleh Gavin. Karena matanya ditutup oleh sebuah kain yang telah disiapkan oleh Gavin.
"Kan sudah aku bilang anggap saja ini sebagai sebuah kejutan untukmu" Gavin tersenyum dan menuntun Kallista.
Akhirnya Kallista menerima tawaran Gavin untuk berjalan-jalan bersama dengannya. Karena pria itu yang terus memohon padanya. Lagipula ia juga merasa bosan dan membutuhkan udara segar karena terus-menerus berada di rumah.
"Sekarang kita sudah sampai" Gavin berkata, menghentikan langkah dan berdiri di belakang Kallista.
"Kalau begitu tolong buka penutup matanya" ucap Kallista dan Gavin hanya menggangguk.
Segera Gavin mengulurkan tangannya dan membuka kain yang menutupi matanya Kallista.
Perlahan, Kallista membuka mata dan mengerjapkannya beberapa kali. Namun dahinya langsung mengerut saat melihat sebuah ayunan yang tergantung pada pohon kelapa dan dihiasi dengan lampu-lampu. Ditambah lilin-lilin yang diletakkan di atas pasir, membuat suasana terlihat semakin romantis.
"Gavin" Kallista berkata dan membuat pria itu mengangkat satu alis. "Apakah kau yang menyiapkan semua ini?" ia menoleh dan menatap suaminya yang berdiri di belakangnya.
"Benar" Gavin menggangguk, berdiri di sebelah Kallista dan tersenyum. "Aku lah yang menyiapkannya dan aku melakukannya untukmu. Berharap kau merasa senang saat melihatnya"
Sebuah senyuman langsung terukir di wajah Kallista, lalu ia berbalik dan memeluk pria itu. "Terima kasih" katanya. "Aku merasa begitu senang dan seperti seseorang yang istimewa."
"Sama-sama sayang" Gavin tersenyum, membalas pelukan Kallista dan mengusap kepalanya dengan lembut. "Kau memang istimewa karena kau adalah istriku. Maka dari itu aku akan memperlakukanmu dengan sebaik mungkin dan akan selalu berusaha untuk membuatmu bahagia. Karena itu sudah menjadi kewajibanku. Lagipula aku ingin melihatmu bahagia, dan aku melakukan segala macam cara agar kau dapat tersenyum bahagia"
"Sekali lagi terima kasih Gavin" Kallista melonggarkan pelukan, tersenyum dan sedikit mendongak untuk menatap suaminya. "Kau memang benar-benar seorang pria yang baik dan sempurna. Dan aku merasa sangat beruntung karena memiliki pria seperti dirimu"
"Aku juga merasa beruntung karena memiliki wanita yang cantik, baik dan bisa menerimaku apa adanya seperti dirimu" ucap Gavin, menatap Kallista dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Ya sudah ayo duduk nanti kau merasa pegal jika terlalu lama berdiri" ia melanjutkan dan Kallista hanya menggangguk. Lalu ia mengenggam tangan Kallista dan mengajaknya untuk berjalan menuju ayunan itu.
Setelah sampai di dekat ayunan tersebut mereka segera berdiri, dan dengan hati-hati Kallista mendudukkan tubuhnya.
"Kau tidak duduk juga?" Kallista bertanya dan menatap Gavin yang berdiri di depannya.
"Tidak sayang" Gavin menggeleng dan tersenyum. "Aku berdiri saja agar dapat mengayunkan ayunan ini" katanya.
Kemudian Gavin mulai mendorong ayunan itu dengan perlahan.
Sedangkan Kallista, ia hanya tersenyum dan memperhatikan Gavin tanpa mengatakan apa-apa.
"Oh ya setelah aku pikir-pikir sepertinya kau memang berbakat membuat kue" ujar Gavin. "Kenapa kau tidak mencoba membuka toko kue saja?"
Kallista langsung terkekeh, menggelengkan kepala dan mengalihkan pandangan ke arah laut yang berada di sebelah kirinya. "Sepertinya itu bukan ide yang bagus, karena sebelumnya aku tidak pernah membuka toko dan tidak memiliki pengalaman di bidang tersebut. Lagipula aku tidak mengerti tentang bisnis, walaupun aku pernah berniat untuk memulai hal tersebut"
"Kalau begitu kau coba saja, mungkin bisnismu itu akan berhasil dan berkembang pesat" Gavin berkata membuat Kallista menoleh ke arahnya. "Tidak ada salahnya jika mencoba, kan?"
"Tapi bagaimana jika gagal?" Kallista mengerutkan dahi.
"Tidak masalah" Gavin tersenyum dan memegang kedua sisi ayunan. "Karena itu sudah menjadi resiko untuk orang yang berbisnis. Dan jika gagal maka kau bisa mencobanya kembali sampai berhasil"
"Aku tidak yakin bisa melakukannya" Kallista menggeleng dan menundukkan kepala. "Lagipula aku yakin untuk membuka suatu usaha membutuhkan modal yang tidak sedikit. Apalagi jika usahanya itu sebuah toko kue"
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut" ujar Gavin, mendekatkan wajahnya dan menatap Kallista dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya. "Jika kau mau, aku bisa memberikan modal padamu. Kebetulan aku memiliki sebuah tabungan, dan aku yakin pasti tabunganku itu cukup untuk modal membuka toko kue" jelasnya.
"Aku tetap tidak mau" Kallista menggeleng dan mengalihkan pandangan. "Sebaiknya kau menggunakan tabunganmu untuk hal lain"
"Baiklah, aku tidak akan memaksa" Gavin menggangguk paham. "Tapi jika kau berubah pikiran dan ingin membuka toko kue, maka jangan sungkan untuk mengatakannya padaku. Karena aku akan mendukungmu 100%" katanya mengukirkan senyuman.
"Terima kasih untuk dukungannya" Kallista tersenyum dan beralih menatap Gavin yang berdiri di depannya.