"Kalau begitu kau coba saja, mungkin bisnismu itu akan berhasil dan berkembang pesat"
"Sebenarnya yang dikatakan oleh Gavin ada benarnya juga. Tidak ada salahnya jika mencoba membuka toko kue. Tapi aku tidak yakin jika bisnis itu akan berhasil apalagi sampai berkembang pesat" Kallista berkata di dalam hati dan menatap layar televisi yang sedang menayangkan sebuah acara.
"Sayang"
Ia langsung terperanjat, tersadar dari lamunan dan menoleh saat mendengar Gavin yang memanggil namanya. Dan dapat ia lihat, suaminya yang sedang berjalan menghampirinya.
"Iya, ada apa?" tanya Kallista.
"Aku berangkat dulu" jawab Gavin, menghentikan langkah di dekat sofa dan tersenyum.
Segera Kallista bangkit dari posisinya dan berdiri di depan Gavin. "Iya, kau hati-hati di jalan dan jangan mengebut" katanya, merapihkan pakaian suaminya dan mengukirkan senyuman.
"Tentu" Gavin menggangguk dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya. "Oh ya, bagaimana kalau nanti sore kita jalan-jalan lagi?"
"Jalan-jalan?" Kallista beralih menatap Gavin dan mengerutkan dahi. "Ke mana?"
"Niatnya aku ingin mengajakmu ke taman dan mengobrol di sana" jawab Gavin, memegang bahu Kallista dan tersenyum. "Bagaimana? Apakah kau tertarik? Atau mungkin kau ingin mengunjungi tempat lain?" ia mengangkat satu alis.
"Aku setuju" Kallista menggangguk dan tersenyum. Lalu ia kembali merapihkan pakaian Gavin. "Karena menurutku itu adalah ide yang bagus. Sebab kita bisa bersantai sambil menikmati pemandangan yang disuguhkan di sana."
"Baiklah, kalau begitu nanti akan aku pastikan kalau aku akan pulang lebih cepat dari biasanya. Agar kita bisa pergi ke taman dan bersantai di sana" ujar Gavin dengan senyum yang terukir di wajahnya.
Namun Kallista hanya menggangguk, beralih menatap wajah pria itu dan tersenyum.
"Lalu apakah kau ingin dibawakan sesuatu?" tambah Gavin dengan satu alis yang terangkat.
"Sesuatu? Apa?" Kallista mengerutkan dahi dan terlihat bingung.
"Barang yang kau ingin atau mungkin kau sedang ingin memakan sesuatu" jawab Gavin tanpa melepaskan pandangan dari Veeka.
"Sepertinya tidak" Kallista menggeleng. "Karena aku sedang tidak menginginkan apa pun, kecuali..."
"Kecuali apa?" Gavin mengerutkan dahi dan terlihat penasaran.
"Dirimu" jawab Kallista, berbisik tepat di telinga pria itu, menatapnya dari samping dan menahan tawa.
Gavin langsung terkekeh dan menggelengkan kepala. "Kalau yang itu kau tidak perlu memintanya, karena aku sudah menjadi milikmu" katanya, dan Kallista hanya tersenyum. "Ya sudah kalau begitu aku berangkat dulu. Kau baik-baik di rumah dan jaga dirimu selama aku pergi hunting foto."
"Tentu" Kallista menggangguk dan mengukirkan senyuman. "Kau juga hati-hati"
"Pasti sayang" Gavin tersenyum dan menatap Kallista yang berdiri di depannya. Lalu ia mendekatkan wajah, mengecup dahi wanita itu dan memejamkan mata.
Sedangkan Kallista, ia segera memejamkan mata dan merasakan kecupan kasih sayang dari Gavin.
Beberapa saat kemudian, Gavin menjauhkan wajah dan menatap Kallista dengan senyum yang terukir di wajahnya. "Sampai nanti sayang" katanya, mengacak rambut Kallista dengan gemas. Lalu ia berbalik dan beranjak pergi untuk hunting foto.
***
"Jadi ini adalah taman yang kau maksud?" tanya Kallista, memperhatikan ke sekitar yang ditumbuhi oleh berbagai macam tanamam.
"Benar" Gavin menggangguk dan berjalan di sebelah Kallista. "Apakah kau menyukainya?"
"Tentu" jawab Kallista mengganggukkan kepala dan menoleh. "Karena ini adalah salah satu tempat terindah yang pernah aku kunjungi. Apalagi aku mengunjunginya bersama dengan dirimu" ia tersenyum dan menatap Gavin.
Gavin langsung terkekeh, menggeleng dan menundukkan kepala. "Sepertinya sekarang kau sudah pintar merayuku" katanya.
"Kata siapa aku sedang merayu?" tanya Kallksya membuat Gavin mengangkat kepala dan menoleh ke arahnya. "Karena aku berbicara sesuai dengan yang aku rasakan"
"Itu berarti kau merasa senang karena pergi ke taman ini bersama denganku?" Gavin bertanya dan menatap Kallista dari samping.
"Benar" Kallista menggangguk. Lalu ia mengalihkan pandangan, memperhatikan ke sekitar dan tersenyum. "Karena itu membuatku merasa seperti spesial"
"Tentu saja kau spesial karena–"
"Gavin"
Mereka langsung berhenti, saat mendengar suara seseorang yang memanggil nama Gavin.
Segera Gavin menoleh ke arah sumber suara, namun dahinya langsung mengerut saat melihat seorang wanita berjalan menghampirinya dan Kallista.
"Gavin, akhirnya dapat bertemu lagi!" ujar wanita itu, memeluk Gavin dan tersenyum senang.
Kallista yang tidak mengerti hanya terdiam, memperhatikan wanita itu dengan dahi yang mengerut.
"Aku sangat merindukanmu" tambah wanita itu, melepaskan pelukannya dan menatap Gavin yang berdiri di depannya.
"Agnes? Kenapa kau ada di sini? Bukankah kau pindah ke kota lain?" Gavin mengerutkan dahi dan terlihat bingung.
"Benar, aku memang pindah ke kota lain" wanita bernama Agnes itu menggangguk. "Tapi aku sedang berlibur di sini karena aku merindukan kota ini yang memiliki banyak kenangan bagi kita" jawabnya, memegang tangan Gavin dan menatapnya dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Lalu ke mana suamimu?" tanya Gavin menyingkirkan tangan Agnes dari tangannya.
Wanita itu langsung terdiam, menundukkan kepala dengan raut wajah yang langsung berubah dalam seketika. "Ia tidak ikut" jawabnya, membuat Gavin terlihat semakin bingung. "Karena aku sudah berpisah dengannya, sebab ia pergi bersama dengan wanita lain."
Gavin menghela nafas, dan mengalihkan pandangan. "Ternyata karma itu memang nyata" katanya. "Dulu kau memilih untuk mengakhiri hubungan kita demi menikah dengan pria yang kaya raya dan memiliki segalanya. Dan sekarang pria itu pergi meninggalkanmu demi wanita lain."
"Aku tahu kalau aku memang salah" Agnes mengangkat kepala dan memegang tangan Gavin. "Tapi aku benar-benar sangat menyesal, karena memilih pria itu dibandingkan dirimu. Aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu lagi demi pria lain, karena aku sadar bahwa harta bukanlah segalanya. Dan aku tahu bahwa hidup bergelimang harta belum tentu membuatku bahagia" jelasnya menatap Gavin dengan dalam. Seolah menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh dengan yang ia katakan.
"Maaf" Gavin melepaskan cengkraman Agnes dari tangannya. "Tapi aku sudah menikah" katanya menoleh ke arah Kallista yang berdiri di sebelahnya.
Kallista langsung terperanjat, tersadar dari lamunan dan menundukkan kepala.
"Jadi wanita ini adalah istrimu?" tanya Agnes beralih menatap Kalljsta.
"Benar" Gavin menggangguk. "Dan saat ini ia sedang mengandung anak kami" jawabnya, memeluk bahu Kallksta dan tersenyum.
"Tidak Gavin" Agnes menggeleng dan beralih menatap Gavin. "Bagaimana bisa kau melupakanku secepat itu? Bukankah dulu kau mengatakan kalau kau sangat mencintaiku?"
"Ya, dulu aku memang sangat mencintaimu" jawab Gavin mengganggukkan kepala. "Tapi setelah kau pergi demi pria itu aku sadar bahwa aku mencintai wanita yang salah. Maka dari itu aku mencoba untuk membuka hati demi wanita lain. Hingga akhirnya aku jatuh cinta padanya, seorang wanita yang dapat mencintai dan menerimaku apa adanya. Tanpa memandang harta" jelasnya, menatap Kallista dari samping dan mengukirkan senyuman.