Tidak terasa hari telah berganti. Dan saat ini Kallista sedang duduk di ruang keluarga dan hanya seorang diri. Karena Gavin sedang sibuk membersihkan rumah.
Sama seperti kemarin, setelah selesai menyantap sarapan bersama Gavin menyuruh Kallista untuk duduk di ruang keluarga dan bersantai di sana. Bahkan ia juga tetap tidak mengizinkan istrinya untuk mengerjakan pekerjaan rumah sedikitpun. Karena takut jika wanita itu akan kelelahan dan berakibat pada bayi yang sedang di kandungnya.
Namun hal tersebut tentu saja membuat Kallista merasa bosan, karena tidak ada yang ia kerjakan.
"Sepertinya tidak ada acara atau film yang seru" gumamnya, menatap layar televisi dan mengganti channelnya dengan menggunakan remote.
"Hallo sayang"
Ia langsung menoleh saat mendengar suara tersebut, dan dapat ia lihat, Gavin yang sedang berjalan menuruni anak tangga dan sudah berpakaian rapi dengan membawa sebuah kamera di tangan kanannya.
"Kamu mau ke mana?" tanya Kallista yang terlihat bingung dan menatap suaminya itu.
"Aku ingin pergi kerja" jawab Gavin menghentikan langkah dan menaruh kamera miliknya di atas meja.
"Pergi kerja?" tanya Kallista yang terlihat semakin bingung dengan dahi yang mengerut. "Maksudnya hunting foto?"
"Tentu saja, karena itu memang pekerjaanku" jawab Gavin mengganggukkan kepala, dan menoleh ke arah istrinya dengan senyum yang terukir di wajahnya.
Saat ini Gavin memang berkerja sebagai seorang Fotografer di perusahaan milik sahabatnya. Namun yang menjadi objeknya bukanlah seorang model seperti sebelumnya, melainkan alam dan sekitarnya. Karena ia sudah tidak mau mengambil foto para model terutama model seksi. Lagipula ia merasa tidak nyaman dengan pekerjaan tersebut, dan itu sebabnya mengapa ia memilih untuk mengundurkan diri dari Agensi tempat Kallista bekerja.
"Memangnya sahabatmu itu tidak memberikan waktu libur?" tanya Kallista menatap Gavin yang berdiri di dekatnya. "Kan ia tahu, kalau kamu baru saja menikah. Dan seharusnya ia memberikan cuti padamu untuk berbulan madu"
"Kamu salah sayang" ujar Gavin, membuat Kallista merasa bingung dengan dahi yang mengerut. "Karena bukan Felix yang menyuruhku untuk mulai kembali bekerja hari ini. Melainkan karena keinginanku sendiri" ia melanjutkan, menatap istrinya dan mengukirkan senyuman.
"Tapi kenapa kamu melakukan hal itu?" tanya Kallista yang terlihat heran.
"Karena menurutku, dari pada aku merasa bosan terlalu lama berada di rumah. Jadi sebaiknya aku pergi untuk hunting foto, dan hasilnya bisa kuserahkan pada Felix" jawab Gavin dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya.
"Baiklah, jika itu sudah menjadi keputusanmu" ucap Kallista mengganggukkan kepala.
Sebenarnya ia merasa tidak setuju dengan keputusan yang dibuat oleh Gavin. Sebab hal tersebut akan membuatnya harus tinggal seorang diri di rumah selama pria itu pergi untuk hunting foto. Dan itu akan membuatnya merasa semakin bosan, karena tidak ada teman untuk mengobrol. Namun ia tidak mau mengatakan pada suaminya ataupun melarangnya. Karena menurutnya ia tidak memiliki hak untuk mengatur atau mengekang Gavin, walaupun kini pria itu telah menjadi suaminya. Lagipula ia tidak mau mencampuri urusan Gavin, sebab ia sadar betul bahwa pria itu terpaksa menikahinya bukan karena cinta.
"Tidak apa-apa, kan? Kamu tidak merasa keberatan?" tanya Gavin menatap Kallista dengan satu alis yang terangkat.
"Tentu saja tidak apa-apa, dan aku tidak akan melarang" jawab Kallista mengganggukkan kepala dan tersenyum.
"Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu" ujar Gavin mengambil kamera miliknya di atas meja. Lalu ia beralih menatap Kallista. "Kamu ingin dibawakan apa?"
"Tidak usah" Kallista menggeleng pelan, membuat Gavin terlihat bingung dan mengerutkan dahi. "Aku tidak ingin apa pun"
"Baiklah" ucap Gavin mengganggukkan kepala. "Tapi jika ada yang kamu inginkan, jangan sungkan untuk memberitahu padaku. Nanti aku pasti akan membelikannya" sambungnya, dengan senyum yang terukir di wajahnya.
Namun Kallista hanya mengganggukkan kepala dan mengukirkan senyuman.
"Dan satu lagi, jaga dirimu baik-baik" tambah Gavin, mengulurkan tangannya dan mengusap kepalanya Kallista. Lalu ia mendekatkan wajahnya pada istrinya itu dan mengecup dahinya.
Sedangkan Kallista ia segera memejamkan matanya dan merasakan kecupan hangat dari suaminya.
Beberapa saat kemudian Gavin melepaskan kecupannya dan menjauhkan wajahnya dari Kallista. "Aku pergi dulu, sampai bertemu nanti" katanya, menatap Kallista dan tersenyum.
"Hati-hati di jalan" ucap Kallista menatap Gavin dan mengukirkan senyuman.
"Tentu" jawab Gavin mengganggukkan kepala dan kembali tersenyum. Lalu ia membalikkan tubuh dan beranjak pergi.
***
"Jadi ini rumahnya Gavin?" tanya seorang wanita, berjalan dengan pelan dan memperhatikan ke sekitar.
"Iya" jawab Kallista mengganggukkan kepala dan berjalan menghampiri wanita itu yang merupakan teman dekatnya, yang juga bekerja sebagai seorang model di Agensi yang sama. Dan ia adalah Fiona Beatrix.
Karena merasa bosan, akhirnya Kallista pun menghubungi Fiona dan menyuruhnya untuk datang ke rumahnya. Agar ada teman yang dapat menemaninya mengobrol. Beruntung, Fiona sudah selesai melakukan sesi pemotretan sehingga ia bisa memenuhi permintaan Kallista.
"Ternyata rumahnya besar juga ya" ujar Fiona yang masih sibuk memperhatikan ke sekitar. Lalu ia menoleh ke arah Kallista. "Tapi apakah ia membeli rumah ini dari hasil bekerja di perusahaan Pak Logan?"
"Mungkin" jawab Kallista mengganggukkan kepala dan berjalan di sebelah temannya. "Karena aku tidak tahu, dan tidak pernah menanyakan padanya."
"Kau ini bagaimana, masa istrinya tapi tidak tahu tentang hal seperti itu" ucap Fiona yang terlihat heran dan menatap Kallista dari samping.
"Karena aku tidak pernah ingin tahu tentang hal itu. Bahkan aku juga tidak bertanya padanya sejak kapan ia membeli mobil" ujar Kallista dengan datar dan terus berjalan.
Mendengar yang dikatakan oleh Kallista membuat Fiona menghela nafas dan mengalihkan pandangan ke depan. "Jangan bilang kalau kau masih memikirkan mantan kekasihmu itu" katanya, dan Kallista langsung menoleh ke arahnya.
Namun Kallista hanya terdiam dan menatap Viona tanpa mengeluarkan satu patah katapun.
Setelah sampai di ruang keluarga Kallista langsung berhenti, membuat Fiona ikut menghentikan langkahnya. "Silahkan duduk" ujarnya, mengukirkan senyuman dan mempersilahkan temannya untuk duduk.
"Terima kasih" ucap Fiona, tersenyum dan mendudukkan tubuh di sofa.
"Sama-sama" Kallista mengganggukkan kepala dan menatap temannya. "Lalu kau ingin minum apa?"
"Tidak usah repot-repot, kau duduk saja di sini. Lagipula aku tidak haus" jawab Fiona, tersenyum dan menepuk sisi sofa yang kosong di sebelahnya.
"Tapi tidak enak jika aku tidak menyediakan minuman untukmu. Karena saat ini kau adalah tamu di rumahku" ucap Kallista.
"Kau ini seperti baru mengenalku saja" ujar Fiona tertawa pelan dan menatap Kallista yang berdiri di dekat sofa. "Tidak usah dipikirkan, nanti kalau haus aku akan mengatakannya padamu. Sekarang ayo duduk, dan kita lanjutkan obrolannya." ia melanjutkan, menarik tangannya Kallista dan menyuruhnya untuk duduk di sebelahnya.
Dengan sedikit berat Kallista menghela nafas dan mendudukkan tubuh di sebelah Fiona.
"Oh ya, apakah kau tahu?" ucap Fiona membuat Kallista menoleh ke arahnya. "Setelah kejadian itu Samuel mendadak hilang begitu saja"
"Hilang begitu saja? Maksudnya?" tanya Kallista yang terlihat bingung dengan dahi yang mengerut.