Saat ini Gavin dan Kallista baru saja tiba di sebuah villa yang telah dipesan oleh Gavin di Maldives. Ya, siapa yang tidak tahu pulau yang begitu indah itu? Di mana selalu menjadi tempat favorit pilihan para pasangan yang ingin sekedar berlibur ataupun berbulan madu.
Perlahan Kallista berjalan memasuki villa itu dan memperhatikan ke sekitar. "Kamu serius, kita ingin berbulan madu di tempat ini?" tanyanya, menoleh ke arah Gavin yang berjalan di belakangnya.
"Tentu saja" jawab Gavin mengganggukkan kepala dan berjalan menghampiri istrinya. "Seperti yang aku katakan tadi malam, kalau aku memang sudah berniat untuk mengajakmu ke sini jauh sebelum hari pernikahan kita. Karena aku telah berjanji pada diriku, jika aku menikah nanti maka aku akan membawa istriku untuk berbulan madu di tempat yang sangat indah."
"Tapi kamu kan menikahiku karena ter–"
Ucapannya Kallista langsung terhenti saat Gavin menaruh jari telunjuk pada bibirnya. "Iya aku tahu" katanya mengganggukkan kepala. "Namun tetap saja janji adalah hutang dan harus ditepati. Lagipula aku tidak peduli dengan hal tersebut. Dan saat ini kamu adalah istriku, maka dari itu aku akan berusaha untuk membuatmu bahagia." ia melanjutkan, menatap Kallista dengan dalam dan mengukirkan senyuman.
Namun Kallista hanya terdiam, menatap Gavin dan mendadak jadi patung.
"Ya sudah, kalau begitu ayo aku tunjukkan sebuah kamar yang akan menjadi kamar kita selama kita berada di sini" tambah Gavin, merangkul bahunya Kallista dan dengan senyum yang masih terukir di wajahnya.
Hanya dengan sebuah anggukkan Kallista menjawabnya. Lalu mereka segera berjalan dan menuju kamar yang akan menjadi kamar mereka.
Beberapa saat kemudian, mereka berhenti saat tiba di sebuah kamar. Namun Kallista langsung menganga dan menatap kagum pemandangan yang berada di luar sana. Karena rupanya, kamar tersebut menghadap ke arah laut yang berada di dekat villa tempat mereka menginap. Ditambah pemandangan itu begitu indah dan menyegarkan mata serta pikiran siapapun yang melihatnya.
"Ini adalah kamar kita" ujar Gavin membuat Kallista tersadar dari lamunan dan menoleh ke arahnya.
"Gavin, pemandangan di sini begitu indah" ucap Kallista menatap suaminya dari samping.
"Memang" Gavin menggangguk dan tersenyum. Lalu ia mengalihkan pandangan ke depan. "Itu sebabnya mengapa aku mengajakmu untuk berbulan madu di sini" katanya.
Tapi Kallista hanya terdiam dan beralih menatap ke depan tanpa berkata apa-apa. Namun kini ia membayangkan jika yang mengajaknya ke sana bukanlah Gavin melainkan Samuel. Pasti hal tersebut akan terasa lebih indah dan juga menyenangkan. Karena dapat mengunjungi tempat yang indah bersama dengan orang tercinta.
Dan tanpa ia sadari, Gavin sedang memperhatikannya dari samping. Melihat raut wajahnya Kallista membuat ia mengerti apa yang sedang dipikirkan oleh istrinya itu.
"Sudah tidak usah dipikirkan" ujar Gavin memegang bahunya Veeka dan mengusapnya perlahan.
Segera Kallista menoleh ke arah Gavin yang berdiri di sebelahnya. "Maaf," katanya dengan raut wajah yang terlihat bersalah. "Tidak seharusnya aku memikirkan pria lain di saat kita sedang berbulan madu."
"Tidak apa-apa sayang, aku dapat memakluminya" ucap Gavin mengganggukkan kepala dan mengukirkan senyuman. "Karena melupakan seseorang yang dicinta itu tidaklah mudah. Apalagi jika seseorang itu sudah memiliki tempat tersendiri di dalam hati. Butuh waktu untuk dapat melupakannya dan menghapus rasa cinta terhadapnya."
Sebuah senyuman pun langsung terukir di wajahnya Kallista. Lalu ia segera memeluk suaminya dan menyandarkan kepala pada bahunya. "Seharusnya aku merasa beruntung karena memiliki seorang suami seperti Gavin. Sebab tidak semua pria bisa menerima wanita yang sedang mengandung anak dari pria lain. Fiona benar, pria seperti Gavin itu sangat langka dan sulit untuk ditemukan. Namun justru aku memiliki salah satunya" ucapnya di dalam hati.
Segera Gavin membalas pelukan istrinya dan mengusap-usap punggungnya. "Oh ya, nanti malam aku ingin mengajakmu untuk makan malam di luar" ujarnya.
"Benarkah?" tanya Kallista yang langsung melonggarkan pelukan dan menatap suaminya. Namun Gavin hanya menggangguk dan mengukirkan senyuman. "Di mana?"
"Rahasia" jawab Gavin dengan senyum yang tidak luntur dari wajahnya. "Karena jika aku beritahu maka–"
"Tidak akan seru dan namanya bukan kejutan lagi" ucap Kallista yang sengaja menyela perkataannya Gavin. Membuat pria itu langsung tertawa dan mengacak rambutnya dengan gemas. Dengan sedikit berat Kallista menghela nafas, melipat kedua tangannya di dada dan memutar bola mata. "Lagi-lagi kejutan" katanya dengan raut wajah yang terlihat kesal.
Namun Gavin malah kembali tertawa dan mengacak rambutnya Kallista. "Maafkan aku sayang, karena aku tidak bisa memberitahu. Sebab ini adalah bagian dari kejutan yang ingin aku berikan padamu" ujarnya.
Karena tidak ingin berdebat Kallista pun mengganggukkan kepala dan menghela nafas. "Baiklah, terserah dirimu saja. Aku tidak akan memaksamu untuk memberitahuku, karena aku tahu kamu tidak akan memberitahunya" katanya.
***
"Kamu ingin mengajakku ke mana sih? Kok mata aku pakai ditutup segala seperti ini?" tanya Kallista yang berjalan dengan mata tertutup oleh sebuah kain berwarna hitam.
"Seperti yang aku katakan tadi, kalau kita ingin makan malam" jawab Gavin mengukirkan senyuman dan membantu Kallista berjalan.
"Iya, tapi kenapa mata aku pakai ditutup seperti ini? Kan aku jadi tidak bisa melihat" ucap Kallista yang menggerutu dan terlihat kesal.
"Tenang saja, aku akan membantumu berjalan dan menuntunmu seperti ini. Jadi kamu tidak akan terjatuh" ujar Gavin yang berjalan di belakangnya Kallista dan tersenyum.
Namun Kallista hanya mendengus kesal dan terus berjalan dengan dituntun oleh suaminya.
Beberapa saat kemudian Gavin berhenti saat tiba di tempat mereka yang tuju. "Kita sudah sampai" katanya menatap Kallista dengan senyum yang terukir di wajahnya.
"Dan itu berarti aku sudah boleh membuka penutup matanya?" tanya Kallista.
"Tentu saja" jawab Gavin mengganggukkan kepala. "Sini biar aku bantu bukakan." Lalu ia segera mengulurkan tangannya dan membuka kain yang menutupi matanya Kallista.
Sedangkan Kallista, ia perlahan membuka matanya dan mengerjapkannya selama beberapa kali. Tetapi ia langsung terkejut saat melihat sebuah meja dan dua buah kursi yang berada di depannya. Lalu di atasnya telah tersedia dua buah piring yang berisi makanan dan dua gelas yang berisi minuman. Namun yang membuatnya terkejut bukanlah makanan dan minuman itu, melainkan dua buah 'candle light' dan kelopak bunga yang bertebaran di atas meja. Membuat suasana jadi terkesan romantis.
"Gavin" ucap Kallista menoleh ke arah pria itu yang berdiri di belakangnya. "Apakah kamu yang menyiapkan semua ini?"
"Bukan" jawab Gavin menggelengkan kepala, membuat Kallista merasa bingung dan mengerutkan dahi. Sebab jika bukan ia yang menyiapkan itu, lalu siapa lagi? Dan mengapa ia sampai menutup matanya Kallista?
Kallista pun terdiam, mencoba berpikir dan bertanya-tanya pada dirinya siapa yang menyiapkan makan malam romantis tersebut?