Chereads / Pernikahan Yang Tak Diinginkan / Chapter 6 - Menghilangnya Samuel

Chapter 6 - Menghilangnya Samuel

"Ia tidak pernah datang lagi untuk bekerja. Bahkan nomornya juga tidak aktif, sehingga membuat Pak Logan marah-marah padaku dan yang lain" jawab Fiona menatap Kallista dari samping. "Bisa dikatakan ia seolah sengaja menghilang bak di telan oleh bumi. Dan kuyakin, itu karena ia yang merasa begitu bersalah padamu. Karena sudah menyakiti hatimu.

Namun Kallista hanya terdiam, mengalihkan pandangan ke depan dan tanpa mengeluarkan satu patah katapun dari dalam mulutnya.

"Tapi itu adalah hal yang bagus" tambah Fiona, membuat Kallista menoleh ke arahnya. "Sebab dengan begitu, ia tidak akan mengganggu kebahagiaanmu dengan Gavin. Dan kalian bisa hidup tenang tanpa takut harus diganggu olehnya."

Dengan sedikit berat Kallista menghela nafas, dan menundukkan kepala dengan raut wajah yang langsung berubah dalam seketika. "Sebenarnya jika boleh jujur, sampai saat ini aku belum bisa melupakannya. Bahkan aku juga masih mencintainya, meskipun ia sudah menyakiti dan mengkhianatiku" katanya.

"Dan menurutku itu adalah hal yang wajar" ucap Fiona mengganggukkan kepala dan beralih menatap ke depan. "Karena siapapun pasti akan merasa seperti itu, bukan hanya dirimu saja" ia melanjutkan. Lalu ia menoleh dan menatap Kallista yang duduk di sebelahnya. "Tapi bagaimana, apakah Gavin mengetahuinya?"

"Kurasa begitu" Kallista menggangguk pelan dan kembali menundukkan kepala. "Dan aku berjanji pada diriku sendiri, kalau aku akan belajar mencintainya dan melupakan mantan kekasihku itu."

"Bagus" ucap Fiona mengganggukkan kepala dan terlihat setuju dengan yang dikatakan oleh temannya. "Sepertinya itu adalah sebuah keharusan, dan anggap saja itu sebagai hadiah untuknya yang sudah mengorbankan masa depannya dengan memilih untuk menikahimu. Kau harus tahu, di dunia ini pria yang seperti Gavin itu sudah begitu langka dan jarang ditemukan."

"Tapi aku tidak mengerti dan masih merasa penasaran, mengapa ia ingin bertanggung jawab dan menikahiku? Padahal anak ini bukanlah anaknya" ujar Kallista menoleh ke arah Fiona dan menatapnya dengan dahi yang mengerut.

"Kalau untuk yang satu itu aku juga tidak tahu" jawab Fiona mengangkat kedua bahu dan mengalihkan pandangan. "Dan seharusnya kau menanyakannya langsung pada suamimu."

"Sudah" Kallista mengganggukkan kepala dan menatap Fiona dari samping. "Tapi ia hanya mengatakan, kalau ia tidak mau jika aku menggugurkan bayi yang berada di dalam kandunganku ini. Dan juga agar aku tidak perlu menanggung malu."

"Kalau begitu memang itu alasannya" ucap Fiona menoleh ke arah Kallista.

"Tapi aku merasa tidak yakin dengan jawabannya" ujar Kallista beralih menatap ke depan.

"Tidak yakin? Maksudnya?" tanya Fiona terlihat bingung dan mengerutkan dahi.

"Maksudku ada alasan lain mengapa ia memilih untuk melakukan hal itu" jawab Kallista tanpa menoleh ke arah temannya.

"Alasan lain? Apa?" tanya Fiona yang terlihat semakin bingung.

"Entah" jawab Kallista mengangkat kedua bahunya. Lalu ia menoleh ke arah Fiona. "Ngomong-ngomong Gavin mengizinkanku untuk kembali bekerja sebagai seorang model.

"Oh ya?" ucap Fiona yang terlihat terkejut. "Tapi bagaimana bisa ia mengizinkanmu untuk menjadi seorang model lagi? Memangnya ia rela melihat istrinya berpose dengan pakaian seksi di depan pria lain?"

"Kalau yang itu aku tidak tahu, karena aku lupa menanyakan padanya. Dan ia juga tidak mengatakannya" jawab Kallista mengalihkan pandangan.

"Mungkin ia memang mengizinkanmu untuk kembali bekerja sebagai seorang model, tapi jika untuk menjadi model seksi kurasa ia akan merasa keberatan. Walaupun ia tidak memiliki perasaan apa pun terhadapmu" ujar Fiona.

***

Kallista melangkah keluar dari dalam kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Tetapi dahinya langsung mengerut saat melihat Gavin yang sedang berjongkok dan memasukkan pakaian ke dalam sebuah koper. Segera ia berjalan menghampiri suaminya dan berdiri di dekatnya.

"Kamu mau ke mana?" tanya Kallista yang terlihat bingung.

"Bulan madu" jawab Gavin mengangkat kepala dan menatap istrinya.

"Bulan madu? Dengan siapa?" tanya Kallista kembali yang terlihat semakin bingung dengan dahi yang mengerut.

"Tentu saja dengan dirimu sayang. Karena istriku adalah kamu" jawab Gavin mengukirkan senyuman.

"Tapi kenapa mendadak sekali?" tanya Kallista tanpa melepaskan pandangan dari suaminya. "Dan kenapa kamu tidak mengatakannya saat hari pernikahan kita?"

Sebuah senyuman kembali terukir di wajahnya Gavin. Lalu ia segera bangkit dari posisinya dan berdiri di depan Kallista. "Aku sengaja tidak memberitahumu sejak awal, karena aku ingin hal ini menjadi sebuah kejutan untukmu" katanya.

Dengan sedikit berat Kallista menghela nafas dan mengalihkan pandangan. "Tapi seharusnya kamu mengatakannya padaku sejak awal, agar tidak mendadak seperti ini" ujarnya. Lalu ia menoleh ke arah Gavin. "Lagipula memang kita ingin bulan madu ke mana?"

"Rahasia" jawab Gavin dengan senyum yang terukir di wajahnya. Tetapi hal tersebut membuat Kallista kembali menghela nafas. "Maafkan aku sayang, aku tidak bisa memberitahumu karena ini adalah kejutan. Jika aku beritahu maka tidak akan seru dan namanya bukan kejutan lagi."

"Baiklah, terserah dirimu saja" ucap Kallista mengganggukkan kepala dan menghela nafas sedikit kasar. "Lalu kapan kita akan pergi berbulan madu?" tanyanya, menatap Gavin dengan kedua tangan yang ia lipat di dada.

"Besok" jawab Gavin menatap Kallista dan kembali tersenyum.

"APA? Besok?" tanya Kallista yang terlihat terkejut dan tidak percaya. "Kamu serius?"

"Iya, besok kita akan pergi untuk berbulan madu" jawab Gavin mengganggukkan kepala. "Dan aku serius. Maka dari itu sekarang aku sedang mengepaki pakaian kita dan memasukkannya ke dalam koper."

Kallista pun langsung menghela nafas setelah mendengar jawaban yang keluar dari dalam mulut suaminya. Sebenarnya ia merasa senang karena Gavin mengajaknya untuk berbulan madu, walaupun ia belum mengetahui tempat apa dan bagaimana yang akan mereka kunjungi nanti. Hanya saja ia merasa kesal karena pria itu yang tidak memberitahunya sama sekali. Dan kalaupun ia tidak bertanya, mungkin ia tidak pernah mengetahui tentang rencana suaminya itu.

Melihat raut wajahnya Kallista membuat Gavin merasa bersalah. Segera ia memegang kedua bahu wanita itu dan menatapnya dengan dalam. "Aku tahu kalau kamu merasa kesal, dan mungkin juga marah padaku. Aku benar-benar minta maaf atas hal tersebut. Tapi aku memang sudah merencanakannya jauh sebelum hari pernikahan kita. Dan seperti yang aku katakan tadi, bahwa aku ingin hal ini menjadi sebuah kejutan untukmu" tuturnya dengan senyum yang terukir di wajahnya.

Karena tidak ingin berdebat dengan suaminya Kallista pun mengganggukkan kepala dan menghela nafas. "Baiklah aku memaafkanmu, dan aku dapat mengerti" katanya.

"Kalau begitu sebaiknya sekarang kamu istrihat, biar aku yang mengepaki pakaianmu dan memasukkannya ke dalam koper" ujar Gavin menatap Kallista dan tersenyum.

"Baiklah" Kallista menggangguk pelan. "Tapi jika kamu butuh bantuan, jangan sungkan untuk mengatakannya padaku"

"Tentu saja sayang" ucap Gavin menggangguk dan mengukirkan senyuman.

Namun Kallista hanya tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Lalu ia membalikkan tubuh dan berjalan menuju tempat tidur. Sementara Gavin, ia kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.