Bayu terus memperhatikan Leo, dilihatnya Leo sering melihat ke arah di mana Kiara tadi menghilang. Monika nampak sedang asyik berbicara dengan Nyonya Kuncoro. Sedangkan Pak Kuncoro sendiri sedang sibuk dengan ponselnya.
"Bagas, namamu Bagas bukan?" tanya Bayu.
"Iya," jawab Bagas melihat ke Bayu, tersenyum.
"Sekolah di mana?"
"SMU Harapan Bangsa," jawab Bagas sopan.
"Kelas berapa?" tanyanya lagi seperti seorang Bapak yang bertanya pada anaknya.
"Sebentar lagi aku akan ujian, tahun ini lulus Sekolah."
"Rencana mau ke mana?" tanya Bayu lagi, sampai Leo yang duduk di sebelahnya menoleh ke arahnya dengan mengernyitkan alis.
"Mungkin mengambil perekonomian, aku ingin sedikit-sedikit belajar berbisnis. Jadi di saat nanti aku ingin menikahi Kiara, keadaanku sudah mapan."
"Bagus, laki-laki bertanggung jawab. Kalian pasti saling mencintai bukan?"
"Tentu saja. Aku dan Kiara saling mencintai, kami sudah berpacaran 2 tahun jadi kami sudah saling mengenal satu sama lain." Bagas menjelaskannya dengan mata yang berbinar.
Sementara Leo yang mendengar Bagas berbicara seperti itu hanya tersenyum sinis dalam diamnya. "Bocah ingusan sampai kapan kamu akan bertahan, berbicaralah sesukamu tetapi lihat nanti, siapa yang akan jadi pemenangnya," Leo berbicara dalam hatinya.
"Pak Kuncoro, pasti bangga punya anak lelaki satu-satunya punya pemikiran dewasa seperti Bagas. Padahal biasanya, anak seusianya kebanyakan hanya mementingkan kesenangannya saja. Jarang ada yang berpikir untuk masa depannya," kata Bayu memuji Bagas.
"Bagas, anakku satu-satunya. Tentu saja aku harus mendidiknya keras, karena kelak dia akan menjadi Kepala Rumah Tangga. Dia juga menjadi kebanggaan kami. Tetapi terkadang Mamanya terlalu memanjakan dirinya."
"Mama dibawa-bawa," celetuk Mama menyenggol tangan suaminya.
"Mama selalu saja menuruti kemauan Bagas padahal biarkan saja dia berjuang sendiri untuk mendapatkan apa yang dia mau."
Mama cemberut tetapi memang kenyataannya begitu sehingga dia tidak bisa membantah. Bayu tersenyum melihat keluarga kecil dihadapannya, keluarga yang harmonis.
"Aku mau ke belakang sebentar," tiba-tiba Leo berdiri dan berjalan entah ke mana.
Bayu hanya tersenyum melihat kepergian Leo, sementara Monika hanya terdiam melihat punggung Leo yang semakin menjauh.
Suasana acara semakin malam semakin romantis. Di tengah-tengah ruangan yang tadi tempat para tamu berdiri berbincang, sekarang di sulap menjadi lantai dansa dengan lampu sorot yang berwarna-warni ikut menghiasai.
Leo berjalan menuju ke toilet, banyak sapaan yang diberikan kepadanya. Pandangannya mengedar ke sekeliling seperti sedang mencari seseorang.
Kiara baru saja ke luar dari toilet. Dia bermaksud untuk bercermin, memperbaiki riasan wajahnya. "Tadi aku sampai lama harus mengantri, sekarang tidak ada satu pun orang di sini. Ke mana mereka?" gumamnya pelan.
Kiara tidak tahu kalau suasana sepi di situ sudah di atur seseorang. Tiba-tiba saja dari arah belakang, tubuhnya di peluk seseorang.
"Aaa --- !" Kiara menjerit kaget. Matanya langsung melihat tangan yang memeluk erat tubuhnya. "Siapa kamu? Lepaskan!" teriak Kiara berontak.
"Ssstt, ini aku. Leo," jawab Leo berbisik di telinga Kiara. Hembusan napasnya terasa hangat sekali di tengkuknya.
"Lepaskan aku!" Kiara berontak. "Kurang ajar, apa yang kamu lakukan padaku! Lepaskan!!"
"Berteriak sekuat apa pun, tidak ada yang akan mendengar apalagi menolongmu. Aku sudah menyuruh para bodyguard untuk berjaga di luar. Tenanglah, kamu hanya membuang-buang tenaga saja." Bisik Leo begitu dekat dengan telinganya, bahkan dia bisa merasakan bibir Leo yang mencium lehernya.
"Lepaskan! Jangan sentuh aku!!" teriak Kiara berontak sekuat tenaga. Tetapi semakin dia berontak, semakin erat Leo memeluk tubuhnya. Kiara benar-benar tidak habis pikir, kenapa Leo memperlakukannya seperti ini.
"Kalau kamu diam, aku akan melepaskanmu." Hembusan napas Leo, terasa dekat sekali dengan lehernya.
Napas Kiara naik turun dengan cepat, jantungnya berdetak dengan kencang. Emosinya benar-benar di atas ubun-ubun kepalanya. "Lepaskan, bajingan!!" teriaknya dengan kencang.
Bukan Leo namanya kalau dia menuruti kemauan Kiara. Dengan gerakan cepat, Leo membalikan tubuh Kiara dan mendorongnya ke dinding tanpa melepaskan sedikit pun tangannya Kiara. Kiara yang tidak siap tubuhnya di dorong, tentu saja hampir membentur dinding. Dengan sigap Leo menarik kembali tangan Kiara sehingga tubuhnya membentur dada bidang Leo. Posisi mereka sekarang berhadapan, tangan yang berada di belakang tubuhnya di pegang erat tangan Leo. Tas yang Kiara pegang sudah terjatuh di lantai.
"Apa yang kamu lakukan, brengsek!" Kiara menatap tajam ke dalam iris mata Leo, yang hanya berjarak beberapa centi dari wajahnya. Suaranya penuh dengan penekanan.
Leo bisa melihat kemarahan yang ada di dalam mata Kiara, sangat marah penuh dengan kebencian. Mata indah itu, sekarang tampak merah diselimuti amarah menatap tajam dirinya.
"Lepaskan, brengsek!! Bajingan! Kurang ajar!" Berbagai umpatan, makian, cacian ke luar dari bibir Kiara.
Leo menurunkan pandangannya dari mata indah itu, perlahan ke bibir yang dari tadi terus-terusan memaki dirinya. Bibir merah merekah, sungguh sangat menantang jiwa lelakinya. Tanpa membuang waktu lagi, Leo langsung saja melumat habis bibir Kiara.
Tentu saja Kiara kaget, matanya melotot. Dirinya berusaha untuk berontak, melepaskan diri. Leo yang sudah dikuasai oleh nafsu, tidak menghiraukan Kiara yang hampir kehabisan napas. Tangan yang tadi memegang kedua tangan Kiara sekarang dia pegang hanya dengan satu tangan. Tangan satunya berpindah ke tengkuk untuk lebih memperdalam ciumannya.
Kiara merasakan bibirnya di lumat habis oleh Leo. Rasa lembut dan hangat bibir Leo menjalar ke dalam tubuhnya. Kiara bisa merasakan kalau Leo sudah sangat ahli dalam hal berciuman. Saliva mereka sudah saling tertukar, napas Kiara sudah terengah-engah. Melihat Kiara yang hampir kehabisan napas, Leo melepaskan ciumannya.
Kiara merasa jijik, bibirnya terasa sangat basah. Dia bisa melihat bibir Leo yang basah dengan sebagian lipstik yang tadi dipakainya sekarang menempel dibibir Leo.
"Lepaskan tanganku!! Aku jijik!" teriak Kiara. "Menyingkir dariku!"
Leo menatap Kiara dengan napas yang naik turun, tidak jauh berbeda dengan Kiara. Dan tanpa di duga sama sekali oleh Kiara, Leo merapatkan tubuhnya ke dinding dengan kedua tangan yang dinaikkan ke atas kepala. Tubuh Kiara sungguh di buat tidak bisa bergerak sama sekali.
"Apa yang akan kamu lakukan?! Lepaskan! Brengsek! Bajingan!!" teriaknya berusaha berontak dalam himpitan tubuh Leo dan dinding.
Leo kembali melumat habis bibir Kiara. Perlahan tapi pasti, ciuman yang awalnya sedikit kasar, perlahan semakin lembut karena Kiara juga sudah tidak memberontak lagi. Tangan Leo yang tadi mencengkram kuat, perlahan sudah mulai mengendur. Tubuh Kiara yang tadi berontak sekarang sudah mulai tenang. Entah karena Kiara sudah kehabisan tenaga atau karena sudah terbuai oleh permainan bibir Leo, entahlah. Lama-lama Kiara juga ikut menikmatinya.
Diantara ciumannya, Leo tersenyum. Matanya bisa melihat mata indah milik Kiara sekarang terpejam. Perlahan tangannya Kiara dia kalungkan ke lehernya. Kiara tidak menyadari kalau sekarang, dia sedang membalas ciuman Leo. Tangan Leo perlahan memeluk lembut pinggang Kiara. Jarak tubuh keduanya hanya terpisahkan oleh baju yang mereka pakai.
Dua menit, tiga menit, empat menit baru Kiara tersadar. Secara refleks, Kiara mendorong tubuh Leo. Bibirnya nampak mengkilat dengan saliva yang masih tertinggal. Buru-buru Kiara membersihkan bibirnya dengan tangan. Napasnya naik turun, wajahnya memerah.
Leo tersenyum melihat Kiara. Dirinya sangat senang, satu langkah telah dia lewati. Kiara membalas ciumannya. Bibir merah yang sekarang sudah menjadi candunya.