Chereads / BELIEVE IN LOVE / Chapter 30 - BERSANDIWARA

Chapter 30 - BERSANDIWARA

"Leonardo, berikan ponselnya padaku!" teriak Kiara.

"Hanya ponsel jelek begini, aku bisa menggantinya dengan yang jauh lebih bagus dari ini."

"Kamu ganti dengan ponsel termahal di dunia sekali pun, aku tidak mau!" Kiara tidak kehilangan akal, diinjaknya kaki Leo dengan high heels.

"Aaa ---," Leo berteriak kesakitan. Tubuhnya langsung membungkuk, tangannya memegang kaki yang kesakitan. "Kenapa kamu menginjak kakiku?!"

Kiara dengan cepat merebut ponsel dari tangan Leo. "Masih bagus kakimu yang aku injak. Bagaimana kalau aku menendang asetmu?"

Reflek, Leo langsung memegang asetnya. "Jangan ini aset termahal aku di dunia ini. Nanti kamu sendiri yang akan rugi."

"Aset kamu tidak ada hubungannya denganku, jangan asal bicara."

"Ada, lihat saja nanti," Leo menjawab seenaknya. Menggoda Kiara menjadi kesenangan untuknya.

"Dasar gila," Kiara memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas.

"Sepertinya ponsel itu sangat berarti untukmu. Di lihat dari modelnya, ponsel itu sudah lama. Pasti pemberian bocah ingusan itu, mana bisa dia membelikan ponsel keluaran terbaru. Bekal sekolahnya saja, minta ke Bapaknya."

"Jangan sok tahu. Bagas tidak seperti itu. Dia rela membelikan apa pun yang aku inginkan," jawab Kiara membela kekasihnya.

"Buktinya itu," tunjuk Leo dengan bibirnya. "Ponsel jelek."

"Kamu boleh menghinaku tetapi jangan menghina ponselku. Ini lebih berharga dari nyawamu!"

"Kenyataannya begitu," jawab Leo seenaknya. Entah kenapa Leo merasa senang melihat Kiara marah.

"Aku ingin ke luar!" Teriak Kiara. "Kenapa mengurungku di sini?!"

"Aku akan melepaskanmu kalau kamu hanya menjawab, iya." Leo melihat Kiara yang wajahnya memerah kembali, menahan marah.

Kiara berpikir keras, dilihatnya Leo. Iris matanya menatap tajam bola mata Leo, mencoba membaca jalan pikiran Leo. "Kenapa dia memaksaku untuk menjadikanku kekasihnya? Dia tahu aku kekasihnya Bagas. Ada apa dengannya? Bukankah sangat mudah baginya mencari wanita untuk dijadikannya kekasih, kenapa malah mengejar aku?" Banyak pertanyaan yang ada dibenaknya Kiara tetapi tidak ada satu pun yang bisa dijawabnya.

"Bagaimana, cepatlah jawab kalau kamu memang benar-benar ingin ke luar dari sini. Kecuali ---," Leo menggantungkan bicaranya.

"Sebelum aku jawab, ada satu pertanyaan untukmu." Potong Kiara cepat.

"Apa? Tanyakanlah, kalau bisa aku akan jawab. Tetapi kalau tidak bisa, aku tidak jawab."

Kesabaran Kiara benar-benar sedang di uji, ingin rasanya dia bunuh makhluk satu ini yang ada dihadapannya. Kalau tidak ada hukum di negara ini, sudah dari tadi dia bunuh. "Kenapa kamu ingin aku menjadi kekasihmu? Aku tahu kamu tidak mencintaiku," tanya Kiara.

Leo terdiam harus menjawab apa, sejujurnya apa yang dikatakan Kiara memang benar tetapi bukan Leo namanya kalau tidak bisa mengelak. "Aku tidak tahu kenapa? yang aku tahu, cuma ingin menjadi kekasihmu."

"Menyebalkan, itu bukan jawaban!" teriak Kiara kesal.

"Kamu ingin jawaban apa? Aku bilang mencintai kamu begitu? Kamu kan tahu sendiri jawabannya apa," jawab Leo dengan muka menyebalkan.

"Kamu menginginkan aku menjadi kekasihmu tetapi kenapa jawabanmu tidak masuk akal!" Kiara benar-benar sangat kesal, ingin rasanya dia mencabik-cabik wajah yang ada dihadapannya.

"Bagaimana, kamu ingin cepat ke luar bukan? Sudah lama kita di sini, mungkin orang di luar sudah mencari kita. Kamu juga harus merapihkan penampilanmu sebelum ke luar. Cepatlah katakan iya, waktu terus berjalan."

Kiara terdiam beberapa detik untuk berpikir. "Iya," ucapnya pelan.

Mata Leo langsung berbinar. "Apa? Aku tidak dengar kamu bicara apa."

"Iya, aku mau!" teriak Kiara kesal.

Leo yang hanya berjarak beberapa langkah, langsung memeluk Kiara.

"Gadis pintar, kenapa tidak dari tadi kamu katakan? Sampai harus main drama dulu," ucap Leo.

Kiara diam saja tidak membalas pelukan Leo. Tangannya terkepal, menahan kesal. "Aku harus bersandiwara untuk menghadapi orang gila ini, sifatnya dalam waktu singkat bisa berubah-ubah. Bisa sangat lembut bahkan lembut sekali, tetapi dalam berapa detik kemudian bisa sangat kasar. Dia seperti orang yang berkepribadian ganda."

Leo melepaskan pelukannya, tangannya mengelus lembut pipi Kiara. "Cantik, aku sangat bahagia." Diciumnya kening Kiara dengan lembut, lalu dipeluknya kembali.

"Sekarang aku ingin ke luar, mereka pasti sudah mencariku." Kiara berusaha melepaskan pelukan Leo.

"Baiklah, kita akan ke luar bersama-sama," jawab Leo.

"Tidak, jangan. Nanti mereka curiga. Kita keluarnya masing-masing saja. Aku juga harus merapihkan baju dan riasanku terlebih dahulu. Kamu duluan saja."

Leo melepaskan pelukannya. "Betul apa katamu. Baiklah, aku ke luar duluan."

Kiara menjawab dengan tersenyum, berharap Leo cepat-cepat pergi dari hadapannya. "Bersandiwara untuk lepas dari cengkraman predator, sepertinya sah-sah saja," Kiara tertawa sendiri dalam hatinya. "Umurmu jauh di atas aku tetapi kalau soal kepintaran, aku jauh di atas kamu."

"Kamu sekarang kekasihku, jaga sikapmu nanti di luar sana. Jangan terlalu dekat dengan bocah ingusan itu. Kalau kamu tidak menurut padaku, kamu akan terima akibatnya," ucap Leo pelan tetapi penuh dengan ancaman.

Kiara tersenyum, mengangguk pelan. Yang ada dipikirannya sekarang, hanya ingin cepat-cepat terbebas.

"Bagus, aku ke luar. Rapihkan bajumu dan ---," Leo mengecup bibir Kiara sekilas. "Rapihkan lipstikmu."

Kiara merasa lega setelah dilihatnya Leo pergi, menghilang dari balik pintu. Dirinya bisa bernapas dengan lega. Buru-buru dia merapihkan bajunya. Kembali merapihkan riasan wajahnya dan tidak lupa pula, mengoleskan lipstiknya. Setelah selesai merapihkan tatanan rambutnya, bercermin berputar melihat kalau ada yang salah. Sejujurnya Kiara merasa takut ketahuan, setelah apa yang terjadi antara dirinya dengan Leo.

Di luar, di tengah acara nampak beberapa pasangan sedang berdansa. Suara alunan musik melankolis terdengar amat syahdu menambah kesan romantisnya malam ini. Bayu memang sengaja menambahkan acara berdansa karena dia yakin, pasti akan banyak para tamu undangan yang hadir berpasang-pasangan.

Monika nampak gelisah, sesekali matanya menyapu ke sekeliling seperti sedang mencari seseorang. Bayu sendiri sedang asyik berbincang dengan Pak Kuncoro membicarakan urusan pekerjaan.

Dari jauh nampak Leo sedang berjalan mendekati meja mereka. Raut wajahnya terlihat sangat bahagia.

"Pak Leo, banyak orang menanyakan Bapak," kata Monika setelah melihat Leo duduk.

"Aku ada urusan penting yang tidak bisa aku tinggalkan," jawab Leo tersenyum.

"Sekarang sudah selesai?" tanya Bayu ikut bicara.

"Sudah, sangat memuaskan," jawabnya dengan sorot mata yang menyimpan seribu arti melihat ke Bayu.

"Baguslah, aku ikut senang mendengarnya."

Leo mengambil minuman yang ada di depannya, meneguknya perlahan. Senyuman tidak pernah lepas dari bibirnya.

Diam-diam Monika memperhatikan Leo. "Sepertinya Pak Leo sedang dalam suasana hati yang bahagia. Biasanya memasang wajah angker, kenapa sekarang tersenyum terus." Monika bicara sendiri di dalam hatinya.

Tidak lama kemudian, datang Kiara dengan penampilan yang sudah rapih kembali. Tampak tenang seperti tidak pernah terjadi apa-apa dengannya.

"Kenapa lama sekali?" tanya Bagas setelah Kiara duduk.

"Aku tadi sakit perut, tidak terbiasa minum yang beralkohol. Perutku berontak," jawab Kiara pelan tetapi masih bisa terdengar jelas oleh Leo.

"Kalau begitu kamu jangan minum lagi, nanti urusannya jadi repot."

"Iya, aku tidak mau minum lagi. Gara-gara minuman, banyak orang gila yang berkeliaran di sini." Kiara yang akan meneruskan bicaranya jadi terdiam ketika dia merasakan seperti ada tangan yang memegang pahanya.

Leo berdeham, "Hm, Hm."

Kiara menoleh ke arah Leo begitu pun dengan Monika. Sementara yang dilihatnya seperti sedang kesal.

"Pak Kuncoro tidak berdansa?" tanya Bayu mengalihkan perhatian yang ada di situ dari Leo.

"Ide bagus. Ayo Ma, berdansa. Mengenang masa muda kita," ajak Papa mengulurkan tangannya yang di sambut gembira Mama.

Sedangkan tangan Kiara sedang sibuk menepiskan tangan Leo yang bertengger manis dipahanya, di bawah meja.

"Bagas, tidak mengajak Kiara berdansa?" tiba-tiba Bayu memberikan ide gila yang membuat Leo spontan melihat ke arahnya. Sedangkan Bayu hanya tersenyum membalas tatapan Leo. "Lihatlah apa dirimu akan terbakar Leo." Bayu bicara dalam hatinya.

"Aku tidak bisa berdansa," ucap Kiara gugup karena sebelah tangannya di pegang erat di bawah meja oleh Leo.

"Tidak apa-apa, aku akan mengajarimu. Ayo," ajak Bagas berdiri.

"Aku takut menginjak kakimu." Kiara mencoba mencari cara untuk menolak. Sebenarnya bukan dia tidak tahu cara berdansa tetapi dia tidak bisa berdiri karena sebelah tangannya tidak Leo lepaskan.

"Tidak masalah kakiku yang kamu injak, asalkan jangan hatiku yang kamu injak," kata Bagas dengan sedikit bercanda.

Kiara berpikir cepat, apa yang harus dia lakukan. Tiba-tiba terbersit ide gila dikepalanya.

"Aaa ---," Leo berteriak kesakitan, menarik tangannya dari paha Kiara.

"Kenapa Pak?" tanya Kiara pura-pura, padahal itu ulahnya. Kukunya sengaja dia tancapkan di jemari tangan Leo.

"Kakiku kram, sakit sekali," jawab Leo bohong padahal bukan kakinya yang sakit.

Ingin rasanya Kiara tertawa terbahak- bahak mendengar jawaban Leo bukan kenyataan yang sebenarnya. "Oh, Bapak kram?" tanya Kiara lagi. "Kak Monika, kaki Pak Leo katanya kram. Apa ada obat atau salep, untuk mengobati kakinya?"

"Jangan digerakkan Pak kalau kram, biarkan saja. Nanti juga sembuh sendiri," kata Monika berdiri mendekat ke Leo.

"Duduk di sini kak Monika," kata Kiara meminta Monika duduk di kursinya. "Lihatlah, Pak Leo kesakitan. Buatlah sesuatu untuk meringankan sakitnya." Kiara lalu berdiri dan mempersilahkan Monika untuk duduk di kursinya.

"Di mana sakitnya, Pak?" tanya Monika cemas. Leo diam saja tidak menjawab karena bukan kakinya yang sakit.

"Pak Leo tidak menjawab, sepertinya sudah tidak merasakan sakit lagi kak Monika," kata Kiara tersenyum. "Bagas, tadi mengajakku berdansa? Ayo, ajari aku."

"Ayo, aku akan mengajarimu." Bagas memegang tangan Kiara dan membawanya melantai ke tengah-tengah.

Leo kesal setengah mati. Monika yang akan menolongnya malah menjadi sasaran kekesalannya. "Aku tidak apa-apa! Ingat statusmu, kamu bukan kekasihku atau istriku! Jangan berlebihan memperhatikanku!"

Monika terdiam, tidak tahu harus menjawab apa. Untung saja sekarang cuma ada mereka bertiga sehingga tidak ada orang yang mendengar. Bayu hanya bisa geleng-geleng kepala.