Udara malam begitu dingin, menusuk hingga terasa ke tulang. Malam itu cuaca memang sedang tidak bersahabat. Jalanan masih nampak basah, terlihat jelas baru saja hujan selesai mengguyur bumi. Jalanan ibukota yang biasanya tidak pernah lengang, malam ini terasa sangat sepi. Tentu saja, di malam yang begitu dingin dan hujan yang mengguyur, tidak ada orang yang mau ke luar dari rumah.
Di antara jalanan yang sepi, terlihat sebuah mobil melaju dengan kecepatan yang cukup kencang membelah jalan raya. "Kiara, kamu mau langsung pulang atau menginap?"
"Pulang saja Ma, Ibu sendirian di rumah. Aku nanti tidak bisa tidur teringat Ibu terus."
Mama tersenyum, "Iya, kita akan mengantarmu pulang terlebih dahulu. Barangmu yang ada di rumah, biar Bagas yang mengantarnya besok ke rumahmu."
"Terima kasih Ma." Kiara balas tersenyum melihat Mama, dirinya merasa beruntung berada di tengah-tengah keluarga yang baik seperti ini.
Kiara melihat ke luar jendela, terlihat olehnya pohon-pohon dengan dedaunan yang masih basah. Lamunannya membawa dia ke kejadian tadi di pesta. Dia masih teringat jelas, bagaimana Leo memaksa dirinya untuk menjadikan dirinya kekasihnya. Sungguh tidak masuk akal, bagaimana mungkin seorang pengusaha yang terkenal seperti Leo yang kesuksesannya tidak diragukan lagi memaksa dirinya menjadi kekasihnya.
"Apa kepalanya tadi sempat terbentur sesuatu sehingga dia memaksaku menjadi kekasihnya atau dia kerasukan setan toilet jadi hilang kesadarannya." Tanpa sadar, Kiara tersenyum sendiri.
Bagas yang tanpa sengaja melihat Kiara tersenyum, mengernyitkan alisnya. "Kenapa tersenyum sendiri? Sedang memikirkan yang jorok ya?" tanya Bagas mencolek tangan Kiara.
"Nggak, aku tidak memikirkan apa-apa. Sedang melihat pohon-pohon yang basah."
"Bohong, kamu tadi tersenyum sendiri. Nggak usah malu, pasti mikirin yang jorok," Bagas memojokkan Kiara.
"Nggak," jawab Kiara. "Mungkin kamu sendiri yang sering memikirkan hal-hal yang berbau jorok."
"Nggak seru, nggak ngaku. Malah dibalikin tanya." Bagas pura-pura cemberut.
Kiara kembali melihat ke arah luar dengan alis yang mengernyit Di dalam hatinya sendiri, dia tersenyum melihat Bagas dengan muka yang cemberut.
Papa yang sedang menyetir hanya tersenyum, begitu juga dengan Mama ikut tersenyum mendengar interaksi anak dan calon menantunya.
Tiba-tiba saja laju mobil menjadi pelan, tidak berapa lama kemudian mobil benar-benar tidak bisa berjalan. Papa berulang kali mencoba menghidupkannya kembali tetapi tetap saja mesin mobil tidak berbunyi sama sekali.
"Kenapa Pa?" tanya Mama panik.
"Tidak tahu, tiba-tiba saja mati. Papa tidak mengerti," jawab Papa berusaha kembali menghidupkan mobil.
"Aduh, bagaimana ini. Jalanan juga sepi sekali. Papa, coba lihat mesinnya."
"Iya, sebentar. Papa lihat dulu." Pak Kuncoro dengan cepat langsung turun memeriksa mesin mobil yang ada di bagian depan. Bagas pun langsung menyusul Papa untuk melihat keadaan mesin mobil.
"Bagaimana Pa," tanya Mama setelah suaminya kembali masuk lagi.
"Papa tidak tahu Ma. Semuanya masih normal. Tadi sebelum berangkat Papa sudah periksa. Mesin mobil bagus semua."
"Telepon bengkel saja Pa, suruh ke sini." kata Bagas yang baru saja masuk ke dalam.
Papa langsung menelpon bengkel langganannya yang buka 24 jam. "Kita menunggu di sini saja, katanya sekitar setengah jam lagi mereka sampai."
"Kenapa mobilnya?" tanya Kiara pelan setelah Bagas kembali duduk disampingnya.
"Tidak tahu, mungkin mesinnya. Tenanglah, sebentar lagi bengkel langganan Papa datang." Bagas menenangkan Kiara dengan menepuk tangannya pelan.
Dalam beberapa menit mereka hanya terdiam. Masing-masing sibuk dengan pemikirannya masing-masing.
"Aku ingin ke luar, diam begini membuatku jadi gelisah," bisik Kiara.
"Di luar dingin, nanti kamu masuk angin," jawab Bagas.
"Tidak apa-apa, hanya sebentar saja. Please." Kiara memaksa ingin ke luar.
"Baiklah, aku akan menemanimu. Pakai ini." Bagas membuka jasnya lalu memakaikannya ke tubuh Kiara.
"Jangan terlalu lama di luar, udara malam tidak baik untuk kesehatan," kata Mama yang mendengar percakapan mereka dari tadi.
"Iya Ma," jawab Kiara pelan. Kemudian mereka berdua ke luar dari mobil.
Hampir 1 jam mereka menunggu tetapi orang yang dari bengkel tidak kunjung datang, padahal orang bengkel menjanjikan dalam setengah jam mereka sampai. Mobil yang lewat hanya ada beberapa saja, itu pun mobil yang mengangkut sayuran untuk di kirim ke pasar.
Dari jauh nampak dua buah mobil saling beriringan melewati mereka. Setelah melewati beberapa meter, mobil paling depan berhenti diikuti mobil yang satunya lagi ikut berhenti. Dari kejauhan terlihat pintu mobil terbuka. Seseorang berjalan ke arah mereka. Semakin mendekat, semakin jelas siapa yang datang.
"Pak Bayu," ucap Bagas.
"Kenapa berhenti di sini?" tanya Bayu yang merasa aneh melihat mereka ada di situ.
"Mobil kami mogok. Kami tidak tahu kenapa tiba-tiba saja mesinnya mati," jawab Bagas.
"Sudah menelpon bengkel?"
"Sudah, tetapi sudah 1 jam kami menunggu belum juga datang. Mana di sini sepi lagi," kata Bagas yang merapatkan badannya ke Kiara yang ada disampingnya.
Papa yang ada di dalam, segera turun. "Pak Bayu, kenapa bisa ada di sini?"
"Kebetulan tadi aku melihat kalian, aku pikir kalian sedang piknik tengah malam di sini ternyata mobil kalian mogok." Bayu bicara diakhiri dengan tertawa.
Papa ikutan tertawa. "Bisa saja Pak Bayu, piknik di sini? barengan dengan setan dong."
Ketika mereka sedang bicara, dari arah belakang terlihat seseorang datang mendekat. Semua melihat ke arah yang baru saja datang. "Pak Leo, ada di sini juga?" tanya Papa.
"Tadi kita jalan sama-sama, akhirnya berhenti melihat kalian di sini," jelas Bayu.
"Begitu rupanya," kata Papa.
Kiara yang melihat kedatangan Leo, seketika itu juga langsung tegang. "Kenapa aku harus bertemu dengannya lagi. Ya Tuhan, kenapa? kenapa?" ucap Kiara dalam hati. Walaupun cahaya tidak cukup terang karena hanya mengandalkan pencahayaan lampu jalan tetapi Kiara bisa melihat kilatan mata Leo yang mengarah ke dirinya melihat tangan Bagas memeluk pinggangnya.
"Bagaimana kalau kita mengantarkan kalian pulang, bukankah rumah kita searah Pak Kuncoro?" tanya Bayu.
"Iya, tetapi bagaimana dengan mobilnya?" Pak Kuncoro bingung.
"Ini sudah mau subuh Pak Kuncoro." Bayu melihat jam tangannya. "Sudah jam 3 pagi."
"Aku telepon saja tukang bengkelnya." Pak Kuncoro masuk kembali mengambil ponsel yang ada di dalam mobil.
Leo hanya terdiam seribu bahasa tanpa bicara apa pun. Sekali-kali matanya melirik ke arah Kiara.
"Kiara, bagaimana denganmu? Aku tidak bisa mengantarmu pulang. Mobilnya mogok. Kamu menginap di rumahku saja."
"Tetapi Bagas, bagaimana dengan Ibu. Aku sudah janji akan pulang. Ibu pasti cemas memikirkan aku." Kiara kebingungan teringat Ibunya yang sendirian di rumah.
Papa dan Mama ke luar dari dalam mobil.
"Orang yang dari bengkel sebentar lagi sampai. Kita bisa pulang ikut dengan Pak Bayu."
"Kiara malam ini kamu tidur saja di rumah kami. Besok pagi biar Bagas yang mengantarmu pulang naik motor," kata Mama.
"Tetapi Ma ---," ucapan Kiara menggantung.
"Biar aku saja yang mengantarnya pulang, rumah kami searah," potong Leo tiba-tiba bersuara.
"Itu akan merepotkan Pak Leo," ucap Papa merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa, hanya sekalian saja karena satu arah," kata Leo.
Kiara mengernyitkan alisnya, merasa heran dari mana Leo tahu kalau rumah mereka searah.
Tidak lama kemudian datang mobil, orang-orang dari bengkel. Langsung berbicara dengan Pak Kuncoro. Hanya beberapa menit mereka berbincang, kemudian mobil di derek di bawa ke bengkel.
"Bagaimana Pa?" tanya Mama dengan wajah yang sudah terlihat lelah.
"Selesai. Mereka akan memperbaikinya di bengkel. Kita bisa pulang."
"Kalau begitu mari kita pulang," ajak Bayu. "Ayo, Pak Kuncoro."
"Tidak enak sudah merepotkan Pak Bayu,"
"Jangan sungkan, kita ini teman satu kantor. Masa melihat Bapak begini, aku diam saja."
Papa tersenyum senang tetapi kemudian "Bagaimana dengan Kiara?"
Wajah Kiara nampak kebingungan. "Bagaimana?" Kiara minta pendapat Bagas, tangannya memegang tangan Bagas.
"Aku sudah bilang akan mengantarnya pulang, rumah kami searah," kata Leo. "Aku tunggu di mobil."
"Kamu ikut saja dengan Pak Leo, dia akan mengantarmu pulang. Kita akan pulang di antar Pak Bayu." Bagas menatap Kiara menyakinkan.
"Masalah selesai, sampai kapan kita akan berdiri di sini. Ayo." Bayu berjalan duluan menuju mobilnya, diikuti Papa dan Mama.
"Tetapi Bagas." Kiara mencoba mengatakan sesuatu.
"Sudahlah, aku antar sampai naik ke mobil. Mereka sudah menunggu." Bagas menarik tangan Kiara.
Bagas membukakan pintu mobil untuk Kiara, nampak Leo sudah menghidupkan mesin mobil. Dia sendiri masuk ke mobil yang di bawa Bayu. Satu per satu mobil mulai berjalan menuju ke tujuannya masing-masing.
Tidak ada yang bersuara, hanya terdengar alunan suara musik yang mengalun syahdu di antara dua manusia yang sedang duduk dengan pikirannya masing-masing.
"Kiara," panggil Leo, dengan pandangan tetap ke depan karena dia sedang menyetir.
Kiara hanya melihat sebentar tanpa mengucapkan apa-apa. Wajahnya terlihat sangat lelah.
"Kamu mengantuk? Tidurlah, kalau sudah sampai rumahmu nanti aku bangunkan." Leo meraih tangan Kiara dengan satu tangannya dan menggenggamnya hangat.
Kiara yang sudah kelelahan hanya terdiam, dirinya benar-benar sudah tidak sanggup untuk membuka mata lagi. Perlahan mata indah itu tertutup pelan, menuju ke alam mimpinya.
Leo tersenyum melihat Kiara tertidur. Sekali-kali jemari lentik yang digenggamnya, dia cium. Mobil terus meluncur membelah jalanan ibukota yang masih lengang. Mobil Bayu sendiri sudah dari tadi terpisah karena arah yang berbeda.
Cuaca yang dingin karena tadi di guyur hujan deras, semakin menambah orang-orang enggan ke luar dari dalam rumah.
Leo membawa mobilnya dengan hati-hati, dia tidak mau sampai membangunkan Kiara yang sekarang sedang terlelap disampingnya. Wajah cantiknya yang berhasil menarik perhatiannya, mata indah berwarna coklat dengan bulu lentiknya dan bibirnya yang sekarang menjadi candunya. Leo tersenyum melihat Kiara. "Kiara, ada magnet apa dalam dirimu sehingga aku tertarik padamu? Lihatlah, disaat kamu tertidur begitu pun aku tidak bosan memandangmu."