Chereads / BELIEVE IN LOVE / Chapter 29 - TIDAK ADA PILIHAN

Chapter 29 - TIDAK ADA PILIHAN

Leo tersenyum penuh kemenangan, melangkah perlahan mendekati Kiara.

Tangannya mengambil sesuatu dari dalam saku celananya, saputangan.

Kiara yang sedang sibuk membersihkan bibirnya, mundur beberapa langkah sehingga tubuhnya kembali membentur dinding. "Jangan mendekat!!" teriak Kiara.

Leo tetap maju dan memberikan saputangannya.

"Aku tidak sudi memakai barangmu. Menjauh dariku!"

Leo tersenyum. Dengan tenangnya berkata, "Apa kamu lebih suka kalau salivaku menempel di bibirmu?"

Kiara bicara dalam hatinya. "Betul juga apa yang dikatakan orang brengsek ini." Dengan cepat Kiara mengambil saputangan yang ada di tangan Leo.

Leo tertawa melihat tingkah Kiara. Dimatanya Kiara sangat menggemaskan.

"Brengsek! Sialan! Gila!" cacian demi cacian terlontar terus-terusan dari bibir Kiara.

Leo berdiri memperhatikan Kiara dengan kedua tangan berada di dalam saku celananya. Matanya menatap Kiara dengan dalam. "Ada apa dengan diriku? Apa aku menyukainya? atau aku terobsesi dengannya? Kiara sangat cantik, laki-laki mana yang tidak tertarik kepadanya, begitu pun dengan diriku. Seperti ada magnet di dalam dirinya, menarik diriku untuk lebih mendekat kepadanya." Leo berbicara sendiri dalam hati.

Kiara yang merasa diperhatikan, langsung melempar saputangan yang selesai dia pakai ke wajah Leo.

"Berani sekali kamu, melempar saputangan ke wajahku. Yang kamu lempar ini, pemilik perusahaan besar seorang CEO muda yang sangat ditakuti pesaing bisnisnya. Kaya raya dan juga tampan."

"Meludahi wajahmu juga berani, lelaki kurang ajar seperti dirimu memang harus di kasih pelajaran!" gertak Kiara.

Leo tertawa kecil, dimasukannya kembali saputangan ke dalam saku celananya. "Kamu seperti anak macan yang menggemaskan. Semakin kamu marah semakin cantik, apalagi dengan wajah memerah begitu. Sungguh sangat menarik."

"Minggir, aku mau ke luar! Aku tidak mau mendengar ocehanmu yang memuakkan. Membuat telingaku sakit."

Leo tersenyum menatap Kiara, berdiri tegak di depan Kiara dengan melipat kedua tangan di dada. "Kiara," panggilnya lembut.

Kiara menatap Leo dengan tatapan waspada, dia takut kalau tiba-tiba Leo melakukan hal yang tidak diinginkannya.

"Kiara," panggilnya lagi. "Jangan takut aku tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh padamu. Kamu terlalu menggemaskan untuk aku lukai."

"Aku ingin ke luar, aku tidak mau mendengar ocehanmu. Aku tidak mau melihat muka kamu lagi." Kiara sekuat tenaga menahan air mata yang akan ke luar.

"Ke luar? bertemu dengan bocah ingusan itu?" tanya Leo dengan ekspresi yang sangat menyebalkan di mata Kiara.

"Bukan urusanmu!" jawab Kiara sewot. "Bagas kekasihku, kamu dengar Bagas kekasihku!"

Leo kembali tersenyum, maju selangkah mendekati Kiara.

Kiara semakin waspada, hatinya bertanya-tanya apa yang akan dilakukan lelaki ini. Dia sudah tidak peduli dengan baju dan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Tentu saja sekarang menjadi urusanku," ucap Leo dengan ekspresi tenangnya.

"Tidak ada hubungannya denganmu!" ucap Kiara sewot.

"Ada. Mulai sekarang, apa pun itu bila menyangkut dengan dirimu maka akan menjadi urusanku juga."

"Apa maksudmu?" tanya Kiara curiga dengan tetap waspada.

Leo tersenyum. "Mulai hari ini, Kiara menjadi kekasihnya Leonardo."

"Dasar gila!! Cuma perempuan bodoh yang mau menjadi kekasihmu!"

"Seharusnya kamu bangga menjadi kekasihku. Dibandingkan bocah ingusan itu, yang tidak ada apa-apanya. Banyak wanita di luar sana yang mengemis dan kehilangan harga dirinya hanya ingin menjadi kekasihku."

"Kalau begitu, pilih saja salah satu di antara mereka untuk kamu jadikan kekasih. Kenapa harus aku?!"

"Entahlah, aku juga tidak mengerti. Aku hanya tertarik dengan dirimu," jawab Leo seenaknya.

"Dasar gila! Aku kekasihnya Bagas dan aku juga mencintainya. Aku tidak sudi menjadi kekasihmu!" teriak Kiara.

Mendengar Kiara mengatakan itu, mendadak membuat hatinya Leo seperti terbakar. Dengan cepat, Leo menghimpit tubuh Kiara ke dinding. Kiara berusaha berontak, memukul dadanya Leo. Tetapi pukulan tangan Kiara tidak berarti apa-apa.

Dicengkeramnya dagu Kiara. "Katakan sekali lagi," ucapnya pelan penuh penekanan. Tatapan Leo seperti sinar laser yang menembus jauh ke dalam hatinya Kiara.

Ada perasaan takut atau sesuatu yang lain di hatinya Kiara, entahlah Kiara sendiri tidak tahu. Terdiam, Kiara hanya terdiam. Merasakan sakit di dagunya karena dicengkeram tangan Leo, juga rasa sakit di punggungnya karena di tekan ke dinding. Rasanya Kiara ingin menangis. Tetapi Kiara tidak mau terlihat lemah, dengan sekuat tenaga dia berusaha menahan air mata yang ingin ke luar.

"Katakan sekali lagi," pinta Leo mengulangi pertanyaannya.

"Apa?!" tanya Kiara menatap balik tajam ke iris mata Leo, meski dagunya terasa sakit tetapi dia tahan rasa sakitnya. Egonya lebih besar dibandingkan rasa sakit di dagunya.

Leo segera melepaskan cengkeramannya, dilihatnya kulit wajah Kiara memerah. "Jangan pernah memancing amarahku kalau kamu tidak mau menyesal." Leo mundur dua langkah ke belakang untuk memberi ruang Kiara bernapas.

Bukan Kiara namanya kalau dia tidak bisa membalas. "Penyesalanku hanya satu, bertemu denganmu!! Brengsek!" teriak Kiara, tangannya terkepal menahan amarah.

"Ternyata nyali kamu cukup besar juga, tidak seperti umurmu yang masih bocah. Dari tadi kamu melawanku terus."

"Aku ingin ke luar, biarkan aku pergi! Jangan menghalangiku."

Leo tersenyum. "Cukup menarik gadis ini, dia tidak takut sedikit pun padaku. Bahkan dia berani membalas, menatapku. Aku semakin tertantang untuk mendapatkannya." Leo berbicara sendiri dihatinya.

"Baiklah, aku akan melepaskanmu tetapi dengan satu syarat," Leo melipatkan tangannya di dada, berdiri tegak di hadapan Kiara.

Kiara tidak bertanya apa pun, dia hanya menunggu Leo meneruskan bicaranya.

"Tidak ada pilihan lain, jawabannya hanya iya." Leo berhenti sejenak memperhatikan ekspresi wajah Kiara yang menahan marah. "Kamu sekarang kekasihku."

"Aku tidak sudi! Bermimpilah sesuka hatimu," Kiara menjawab sewot.

Leo tersenyum dengan masih posisi yang sama, menatap Kiara. "Kamu tidak mendengar perkataanku tadi? Aku bilang jawabannya, hanya kata iya."

"Aku tidak mau! Aku tidak mencintai kamu, aku hanya mencintai Bagas. Aku juga tahu, kamu tidak mencintaiku."

Leo terdiam, matanya tidak pernah lepas melihat wajah cantik Kiara. Semakin lama, Leo semakin menyukai mata indah Kiara.

"Aku ingin ke luar, mereka pasti mencariku. Biarkan aku pergi."

"Itu tergantung dirimu. Semakin cepat menjawab, semakin cepat kamu bisa ke luar dari sini."

"Aku tidak mau," jawab Kiara membuang muka.

"Berarti kita akan lama berada di dalam sini sampai kamu bilang iya." Leo mengambil sesuatu dari dalam sakunya, sebungkus rokok. Dibakarnya satu lalu dihisapnya kuat, perlahan asap rokok menutupi sebagian wajahnya.

Diam-diam Kiara memperhatikan Leo dari ujung kaki sampai ujung rambut. Tubuhnya dia sandarkan ke dinding. "Kalau di lihat-lihat, Leo ini nilainya di atas rata-rata. Wajahnya tampan, bentuk badan yang sempurna. Di tambah lagi, dia seorang pengusaha muda pasti banyak wanita di luar sana yang tergila-gila padanya. Kenapa dia malah mengejar aku? Apa dia sukanya pada gadis polos seperti aku? Jangan-jangan dia seorang pedofil yang menyukai anak di bawah umur," Kiara terus saja bicara sendiri di dalam hatinya.

Leo yang tahu sedang diperhatikan hanya tersenyum. "Sedang mengagumiku?" tanyanya.

Kiara membuang muka dengan wajah yang kesal. "Apa yang harus aku kagumi dari dirimu. Kamu itu menyebalkan! Aku ingin ke luar, lepaskan aku."

Leo membuang sisa rokok yang tinggal setengah ke lantai, menginjaknya kemudian mengambil tas Kiara yang tergeletak di lantai.

Kiara memperhatikan apa yang akan dilakukan Leo dengan tasnya. Di saat Leo membuka dan mengambil ponselnya, dengan cepat Kiara merebut ponsel yang di pegang Leo.

"Kembalikan ponselku. Apa yang kamu lakukan?! kembalikan." Kiara berusaha merebut ponsel yang ada di tangan Leo. Tubuh Leo yang lebih tinggi darinya membuat Kiara kesusahan untuk mengambilnya. "Kamu menyebalkan sekali. Kembalikan!" Tanpa sadar Kiara memeluk tubuh Leo, kakinya berjinjit berusaha menjangkau ponsel yang ada di tangan Leo mengarah ke atas.

"Cuma ponsel saja. Kenapa kamu panik sekali," kata Leo yang tetap menaikkan tangannya ke atas. "Aku bisa membelikan yang jauh lebih bagus dari ini."