Pagi itu Varo tak berhentinya menggerutu kesal, tentu lagi-lagi karena ayahnya. Varo berusaha keras untuk tidak menghiraukan wanita yang terus menerus mengoceh tentang hal-hal sepele yang seharusnya tidak dipermasalahkan.
"Aku tidak suka sepatumu, ini bukan gayaku sekali. Tas yang kau belikan untukku juga terlihat aneh. Kau payah sekali dalam hal fashion." Nayla melempar asal tas itu kesofa.
"Yasudah jika kau tidak suka, berbelanja lah dengan uangmu sendiri! beruntung aku masih mau mengeluarkan uangku untuk keperluan kampusmu!" Varo berusaha menahan emosinya yang selalu melunjak ketika berbicara dengan wanita itu.
"Aku hanya memberi komentar, kenapa kau selalu emosi!" Nayla melipat kedua tangannya didada.
"Itu juga karenamu, sialan! aish kau membuatku mengumpat kasar dipagi hari." Varo meraih tasnya, berjalan mengambil kunci mobil dan bersiap meninggalkan rumah itu.
"Maju selangkah lagi untuk meninggalkanku, ku adukan pada paman." Nayla mengancam.
Varo berbalik kemudian melemparkan senyum remehnya, "kau tau betul bukan, aku ini orang yang seperti apa? memangnya aku pernah menuruti permintaan ayahku mengenai dirimu? kau ingin mengadukan ku? silahkan, i don't care."
"Lalu bagaimana dengan ponselku? Paman bilang kau harus membelikan ku ponsel!" Nayla menghampiri Varo dengan wajah yang sudah ditekuk.
"Beli sendiri dengan uangmu, punya hak apa kau memintaku?" Varo melipat tangannya di dada sembari menaikkan sebelah alisnya.
Nayla merenggut kesal, "kau tidak dengar, tadi paman mengatakan apa padamu?"
"Kau tidak dengar juga apa yang baru saja kukatakan? aku tidak akan mengikuti perintah ayahku jika itu menyangkut dirimu, dasar merepotkan!" Varo melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda, ia menaiki mobilnya tanpa menghiraukan teriakan dari Nayla.
-
Sementara itu dikampus. Seorang gadis tinggi dengan rambut panjang berwarna cokelat gelap, serta kulit putih pucat yang menambah kesan cantik pada dirinya. Terlihat bukan warga negara asli Indonesia, sama sekali tidak. Gadis itu berkebangsaan asli Indonesia ,bisa dikatakan berdarah bangsawan antara Indonesia dan Belgia. Sebagian orang menatapnya kagum, karena ini untuk pertama kalinya gadis itu menapakkan kakinya dikampus yang baru ia masuki.
Ia menyempatkan dirinya untuk membaca informasi pada papan pengumuman, sesekali ia ber 'oh' ria jika mengerti peraturan kampus yang ia baca. "Today i have two class." Gumamnya pelan.
"Angel?" gadis berambut cokelat itu menoleh. Ia kemudian melempar senyuman tipis andalannya.
"Sudah lama disini? kenapa tidak mengabariku? sudah tau jadwalmu hari ini 'kan?" perempuan dengan rambut sebahu yang baru menyapanya memberi pertanyaan bertubi-tubi pada Angel, membuat gadis blasteran itu terkekeh pelan.
"Don't worry, Alexa. Aku sudah tahu."
Angel memusatkan pandangannya penuh pada seorang pria yang terlihat tidak asing dipenglihatannya, pria yang belum 24 jam ia temui, pria pengacau. "Alexa, kau tau pria itu?" Angel menunjuk kebelakang, Alexa ikut menatap pria yang punggungnya semakin menjauh.
"Dia Verga. Mahasiswa seangkatan dengan kita, jurusan ekonomi," Angel hanya mengangguk. "Kau bertanya karena dia tampan bukan? oh ayolah, ternyata kau juga terpesona olehnya." Goda Alexa. Angel hanya terkekeh menanggapi.
"Lalu, jika aku bertanya mengenai kakekmu, apa kau akan mengira jika aku terpesona dengan kakekmu juga?"
Keduanya tertawa sejenak, "jelas itu beda, Angel. Kau ini tidak peka sekali, tapi percuma saja jika kau ingin mendekati dia, pria itu sangat dingin terutama dengan perempuan. Berbeda sekali jika dengan Laras." Jelas Alexa membuat Angel berfikir.
"Laras? nama itu terdengar familiar" batinnya.
'Jangan menyentuhku jalang sialan, dimana larasku, hah?!'
Seketika kalimat itu kembali berputar dikepalanya, ia berdecak sebal mengingat pria itu yang mengatainya dengan sembarangan.
"Kenapa?" tanya Alexa, pasalnya ia mendengar sang sahabat berdecak pelan.
"Nothing. Oh yah, Laras itu siapa?"
"Laras, mahasiswa sastra Inggris, yang kutahu mereka memang bersahabat sejak kecil, makanya bisa akrab." Lagi, Angel hanya mengangguk mengerti.
-
Verga POV
Aku tersenyum melihat Laras yang baru turun dari mobilnya, kulihat ia ikut tersenyum kemudian berjalan ke arahku. Entah kenapa, setiap melihat senyumannya ada rasa yang aneh menjelajar ditubuhku.
Aku merentangkan tanganku mempersilahkan ia masuk kedalam pelukanku. Kupeluknya penuh afeksi sembari menciumi surainya yang selalu wangi diindra penciumanku, wangi strawberry aku menyukainya.
"Aku terkejut 'loh. Aku membuka pintu rumahku dan disuguhkan dengan seorang montir yang sedang mengganti ban mobilku. Terima kasih, Vee." Kurasakan gadis itu mengeratkan lingkar tangannya pada pinggangku.
"Apapun untuk gadis kecilku, kau itu sudah dewasa masih belum peduli pada hal-hal disekitarmu, lain kali perhatikan mobilmu lebih baik lagi, agar tidak merepotkan orang lain ketika ingin bepergian." Kucubit pelan pipinya yang sedikit berlemak.
"Oh iya, Vee. Ibumu semalam meneleponku, katanya kau belum pulang. Memang semalam kau kemana?" Laras mendongak menatapku, aku menggigit bibir bawahku, tidak mungkin aku memberitahunya jika aku ke bar meminum alkohol hingga tidak sadarkan diri semalaman.
"Vee?" aku menunduk menatap matanya.
"Hanya....ada keperluan yang harus kuselesaikan, kau mengkhawatirkan ku, yah?" berusaha ku goda gadis itu agar tidak kembali ketopik mengenai semalam.
"Tentu saja, aku takut terjadi sesuatu kepadamu, kau juga mengabaikan telepon dariku semalam."
Aku mengusap pelan pipi gembulnya, kulayangkan satu kecupan singkat pada pipinya yang sedikit bersemu merah. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aku memang sering mencuri kecupan atau ciuman darinya sejak kecil, dan masih berlangsung hingga sekarang.
"Maaf, yah? lain kali tidak akan ku ulangi." Aku tersenyum meyakinkannya.
"Ekhem"
Suara deheman itu benar-benar mengganggu, Laras dengan cekatan melonggarkan tangannya dari pinggangku dan menjauh dariku, aku berdecak sebal.
Verga POV end
"Kau berangkat menggunakan mobilmu? sudah diganti bannya ternyata." ucap Varo sembari membenarkan rambut Laras yang beterbangan karena angin.
"Verga yang mengirim montir kerumahku, aku benar-benar berterima kasih kepadanya."
"Tidak ingin memelukku? aku merindukanmu." Varo merengek sembari merentangkan tangannya, menggemaskan sekali.
Laras berhamburan masuk kedalam rengkuhan Varo, seakan tak memperdulikan kehadiran sesosok manusia tampan yang tengah menatap mereka berdua dengan wajah datar.
"Wah wah wah, ternyata ini yah alasanmu ingin cepat-cepat datang ke kampus?"
Ketiganya mengarahkan pandangan mereka pada sosok perempuan yang sedikit lebih pendek dari Laras. Varo berdecak kesal membuat Laras mulai memahami gadis itu.
"Aku tahu, gadis yang kau maksud itu bukan?" bisik Laras pada Varo, yang ditanyai hanya mengangguk.
"Kau hadiahi apa pria ini, sehingga bisa dekat denganmu?" tanyanya pada Laras.
"Sebelumnya, perkenalkan namaku Laras."
Laras mengabaikan pertanyaan dari Nayla yang mungkin akan membuatnya emosi, mengingat seberapa sering Varo mengeluh karena gadis itu, Laras harus berhati-hati jika berbicara dengannya.
"Hubunganmu dengan Varo apa?" tanyanya dengan ketus.
"Dia kekasihku, kenapa?!" Varo menjawab sedikit membentak.
"Kau serius? kutebak, gadis ini sudah memberikan tubuhnya kepadamu, 'kan?" tanya Nayla berusaha memancing.
"Maaf, saya bukan wanita seperti itu. Kenapa anda bisa menyimpulkan hal seperti itu dengan cepat? sebaiknya asah lebih baik fikiran anda sebelum mengeluarkan suara." Tekan Laras.
"Beraninya kau menasihatiku!"
Nayla hendak melayangkan tangannya pada Laras. Tapi, sebuah lengan kekar lebih dulu menahannya dengan kuat, memberikan sedikit cengkraman keras melalui kuku kukunya.
"Siapa kau sialan?! lepaskan!" Nayla berusaha memberontak, Verga justru menatapnya dengan tajam.
"Jangan pernah mengeluarkan kalimat semacam itu kepadanya, aku jauh mengenalnya lebih dulu daripadamu! dia bukan tipe gadis yang seperti diotakmu. Bisa jadi, kau sendirilah gadis semacam itu." Verga memberikan seringai sebelum menghempaskan kuat tangan Nayla dari cengkramannya.
"Laras, ayo. Tidak baik berbaur dengan wanita seperti dia."
Laras hanya menurut mengikuti langkah Verga yang menarik tangannya menjauh dari sana.
"Dasar gadis pengacau, jangan pernah muncul dihadapan ku lagi dan Laras!" tekan Varo kemudian meninggalkan Nayla sendirian yang sedang merenggut kesal karenanya.