Chereads / Laras: Destiny / Chapter 20 - 19

Chapter 20 - 19

Sorot mata tajam yang melambangkan kemarahan tertuju sepenuhnya pada Verga, helaan nafas sudah beberapa kali ia dengar dari gadis yang duduk disisi mobilnya dengan tangan bersidekap di dada. Si kaum adam hanya pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Bukannya ia berusaha menutupi semuanya, hanya saja itu memang diluar kendalinya, ia tidak mungkin memberitahu Laras yang sebenarnya. Bagaimana jika Laras memintainya sebuah alasan? tidak mungkin dia mengatakan bahwa dirinya seperti itu karena melihat Laras yang sudah kembali dengan Varo dan itu mematahkan seluruh hatinya.

"Sialan kau Verga! kenapa kau hanya diam bodoh?! katakan yang sejujurnya, katakan jika kau seperti itu karena mencintainya bodoh!" Verga tidak berhenti mengumpat kasar dirinya dalam hati, berharap Laras mendengarnya, ck! tidak mungkin.

"Setidaknya beritahu aku satu alasan, Vee." Sahut Laras. Matanya ia pejamkan, terbesit rasa kecewa dibenaknya.

"Ras, kumohon. Aku hanya ingin merasakan sesuatu yang berbeda, aku juga seorang pria normal. Apa tidak bisa aku bersenang-senang seperti itu?" sumpah demi apapun, ia hanya merangkum kalimat itu.

Laras membuka kelopak matanya, kembali ia arahkan atensi sepenuhnya pada Verga. "Tidak usah membuat alasan yang klasik! aku tau betul yang sebenarnya. Setiap manusia mempunyai masalah, dan aku tahu kau sedang berada di fase itu. Tapi, kenapa berusaha merahasiakannya dariku? tidak menganggapku sebagai sahabat lagi, iya?" entah kenapa setelah mengatakan kalimat itu, mata Laras mendadak berkaca-kaca, menahan buliran asin yang sudah siap meluncur kebawah.

"Tidak, bukan begitu ras. Begini, didunia ini ada banyak hal yang tidak semua harus kau ketahui, kuharap kau mengerti." Lirih Verga.

"Vee, aku tak menuntut apapun darimu. Tapi, aku berharap kau tidak menyembunyikan sesuatu dariku, tidak biasanya kau seperti ini, vee." Laras mengalihkan pandangannya kearah jendela mobil, menghapus sedikit jejak air mata yang baru saja terjatuh.

"Ras, kumohon jangan seperti ini." Verga meraih tangan Laras, si gadis tidak menolak, ia hanya benar-benar lemah saat ini, energinya seakan terserap oleh sesuatu hebat yang berpicu pada hatinya.

"Kau tidak salah, aku yang terlalu banyak berharap bahwa kau mempercayakan ku sepenuhnya. Verga kurasa beberapa hari ini kita harus membuat jarak terlebih dahulu, ini keputusanku kumohon jangan menolak. Aku hanya melakukannya sesuai dengan caramu bersikap." Nada bicara Laras menegas, wajahnya berusaha ia datarkan tanpa ekspresi sama sekali.

Verga menghela nafas pasrah, "baik, aku mengerti. Maafkan aku."

Tanpa sepatah kata, Laras membuka pintu mobil Verga dan segera berlalu dari sana. Verga ingin sekali menolak keputusan yang terdengar konyol sekaligus menyakitkan dari Laras, tapi ia tidak punya hak, ia tau betul kondisi hati sahabatnya saat ini. Meski begitu, jauh dilubuk hati Verga ingin memaksa Laras, ingin menjadikan gadis itu lebih dari sekedar sahabat, setiap hari ingin mendengar ocehan dari Laras. Tapi kembali pada kenyataan awal, gadis itu sudah dimiliki seseorang, dan yang lebih menyakitkan, Laras sendiri lah yang memutuskan membuat jarak diantara mereka.

"Kenapa kau tidak pernah melihat sekalipun kearahku, ras?! kenapa hanya Varo dan terus Varo!" Verga berteriak keras, ia menjambak rambutnya frustasi

-

"Hei kau berhenti!"

Laras tidak menghiraukan ucapan wanita yang sempat berdebat dengannya pagi tadi, itu membuang waktu. Lagipula, kondisi hatinya tidak mendukung saat ini, terlebih jika itu hanya untuk berdebat.

"I have told you to stop." Nayla menarik lengan Laras sedikit kuat, mau tidak mau ia harus berhenti sembari menatap malas wajah menjengkelkan dihadapannya saat ini. Jujur, bagi Laras cara bicaranya saja sangat menjengkelkan.

"Why?" tanya Laras.

"Kau bertanya kenapa?" Nayla tertawa sejenak. "Oh ayolah, apa yang baru saja kau lakukan dengan seorang pria didalam mobil, hah?!" Nayla sedikit membentak.

Laras melipat kedua tangannya didada, ekspresinya masih sama, tetap menampilkan wajah minim ekspresi. "Urusannya denganmu, apa?"

"Apa pria yang ada di mobil itu selingkuhanmu?"

"Eh? kurasa kita tidak cukup saling kenal, kenapa begitu peduli dengan kehidupanku?" Ucap Laras sedikit mencibir kesal.

Lagi, Nayla tertawa. Tetapi terkesan mengejek, "aku sama sekali tidak peduli denganmu, aku hanya bertanya karena merasa kasihan dengan Varo."

"Memang hubunganmu dengan Varo, apa?" tanya Laras menantang. Entah kenapa gadis dihadapannya saat ini benar-benar membawa energi negatif baginya, seakan semua emosinya terkuras jika berhadapan dengan Nayla.

"Cukup jawab pertanyaanku sialan! apa hubunganmu dengannya?! kau berselingkuh dari Varo?"

"Kau fikir aku wanita macam apa? dan asal kau tau! aku dan Verga bersahabat sejak dulu, dan Varo adalah kekasihku. Menurutmu, aku berselingkuh?! cih! pikiranmu memang sempit" balas Laras.

"Kau sengaja menggoda mereka dengan tubuhmu, kau tau jika wajahmu cantik dan kau memanfaatkan mereka berdua, kau tidak malu yah, jalang?" umpan Nayla.

Laras menatap tajam, "hati-hati berbicara! tuduhanmu adalah sebuah fitnah, tidak memiliki bukti! kau fikir aku wanita macam apa?!" Laras meneriaki.

"Jelas aku berbeda denganmu, dimana ada pria yang mendekatimu pasti kau selalu mau, sana sini mau. Kata itu memang cocok untukmu." Nayla tersenyum remeh.

Laras berusaha kuat meredam emosinya, bukannya takut berhadapan dengan Nayla. Ia masih waras, ini masih area kampus, bagaimana jika terjadi pertengkaran dan disaksikan oleh pihak kampus? tidak lucu jika ia menelpon orang tuanya yang berada diluar negeri dengan alasan dirinya mendapat masalah karena berkelahi dikampus, it's not his style.

Laras mendadak mendadak menunjukkan smirknya, "kutanya, apa kau masih perawan?"

SKAK MAT!

Nayla terdiam, memang betul dirinya sudah tidak virgin lagi. Pasalnya, ayahnya selalu menyuruhnya mendekati setiap pesaing bisnisnya. Terlebih pesaing bisnisnya adalah pria hidung belang, hanya itu cara satu-satunya agar ayahnya bisa memenangkan persaingan bisnis mereka, meski pada akhirnya ia sendirilah yang dikorbankan oleh ayahnya dengan menjual Nayla di pelelangan barang.

"Wow! kau terdiam? yang benar saja. Bukannya bibirmu tadi tidak bisa berhenti mengomel, yah?" Nayla masih terdiam.

Laras menatap Nayla dari atas sampai bawah, ia tersenyum miring setelahnya. "Sudah dijamah ternyata, barang lelang yang ditawar, pantas saja." Laras melangkah menjauhi Nayla yang masih terdiam menatapnya, tangan Nayla terkepal kuat dibawah sana. Perlahan ia mengangkat kedua sudut bibirnya, membentuk senyum yang mengerikan layaknya tokoh antagonis dalam sebuah cerita fantasi.

"Kau tidak akan hidup tenang setelah ini, Laras."

-

Varo melempar asal kaleng bir kosong yang sudah ia teguk, pikirannya berkecamuk liar didalam sana. Siapa sangka Varo melihat Laras yang keluar dari mobil Verga, pikirannya bercabang kemana mana. Rasa kecewanya pada Laras tidak sebanding dengan emosinya pada Verga, pria itu seakan akan menjadi penghalang diantara mereka berdua.

Ia merogoh saku celananya, mencari sebuah ponsel cerdas yang selalu bisa menghubungkannya dengan orang-orang yang ada diseberang sana.

"Andi, aku memintamu bertindak cepat kali ini, bisa tidak?"