"Permisi, bisa tolong diproses sekarang? Saya harus merayakannya siang ini." Tegur verga. Pasalnya, laras menatapnya sembari melamun.
"Vee, kau-"
"Tolong diproses sekarang, yah? Saya benar-benar membutuhkannya untuk acara siang nanti." Potong verga cepat.
Laras tercengang, Verga berbicara formal kepadanya, apa benar ia sudah dianggap orang asing? Seperti baru saja dilempari sebuah batu yang menubruk jantungnya, sungguh menyesakkan. Biasanya, semarah apapun Verga dia tidak akan menganggap Laras seperti itu, sungguh ini untuk pertama kalinya.
"Vee" lirih Laras.
Dada Verga mendadak merasa nyeri, dia tidak bisa melihat Laras, sahabat yang disayanginya seperti itu karena dirinya. Lalu, salahnya dimana? Bukankah ia cuma mengikuti saran dari Laras?
Laras berjalan mengambil beberapa tangkai bunga, menyusunnya dengan tetalen menjadi sebuah buket yang indah khusus untuk ulang tahun. Setelah selesai, ia beralih meraih tas kecilnya, kemudian dikaitkan pada bahu kecilnya, ia berjalan kearah Verga sembari membawa sebuah buket bunga yang sudah ia hias dengan sebagus mungkin.
"Tak usah menatapku heran seperti itu, aku tau bibi ulang tahun. Ijinkan aku ikut merayakannya seperti biasa, tidak usah khawatir aku akan membawa mobilku sendiri." Laras menyerahkan buket itu kepada Verga, sang empu menerimanya dengan baik meski raut wajahnya masih tertegun. Tungkai Laras melangkah perlahan, menciptakan suara ketukan pada lantai.
Verga menarik lengan Laras, memberhentikan langkah itu yang rasanya semakin ingin menjauh. Laras mendongak, mengangkat sebelah alisnya bingung menatap Verga, genggaman Verga melonggar, membiarkan gadis itu menjatuhkan tangannya kebawah, ia mendadak kikuk.
"Eh-hm itu, bagaimana dengan tokomu? Bukankah tidak ada yang akan mengurusnya jika kau pergi." Sahut Verga, canggung menerpa dirinya.
"Setidaknya jangan menggunakan alasan seperti itu jika tidak ingin melihatku menginjakkan kaki dirumahmu," Laras menarik nafas sejenak. "Untuk pertanyaanmu yang itu, Lagipula aku tidak akan berada semalaman dirumahmu, sore nanti aku akan kembali agar kau tidak bosan melihatku terus menerus." Celetuk Laras.
Tidak, bukan itu maksud Verga yang sebenarnya, dia hanya basa basi saja agar tak terlalu canggung. Tetapi, justru pertanyaan itu menimbulkan kesalahpahaman bagi Laras.
Verga menghela nafas pasrah, sifat keras kepala dan acuh Laras kambuh lagi, "Terserahmu saja. Jika ingin kerumahku ikut dengan mobilku saja, aku tidak mau ibu dan ayahku berfikiran yang tidak-tidak nantinya tentang hubungan kita." Verga ingin berlalu. Tapi, pertanyaan Laras mengurungkan niatnya untuk melangkah.
"Yang tidak-tidak seperti apa maksudmu? Bukankah kita juga tidak memiliki hubungan? Aku hanya berkunjung untuk menemui bibi dihari ulang tahunnya."
"Orang sepertimu tau apa, bagaimana kalau aku mendapat ocehan jika mereka tau bahwa hubungan kita sedang tidak baik-baik saja? Jangan mendebatku, cepatlah masuk kemobil!"
Jika saja ada seorang pembunuh bayaran yang lewat dihadapan mereka saat ini, Laras mungkin sudah menyewanya untuk menghabisi pria itu. Sungguh, sifat menyebalkannya muncul lagi, seharusnya yang marah disini Laras, kenapa malah dia yang mendadak tempramen.
Verga membanting sedikit pintu mobilnya, ia sangat kesal karena pertanyaan Laras, moodnya mendadak menjadi buruk. Laras mendengus kesal, ia berpamitan kepada para karyawannya tak lupa memberitahukan bahwa dia akan kembali sore ini, tak perlu mengurus masalah data-data yang belum disalin.
Laras memasang safetybeltnya, masih terpancar wajah kesalnya disana, ia melipat tangannya didada tak memperdulikan Verga yang menatapnya dengan rasa kesal juga. Biarlah aura panas itu menerpa keduanya selama perjalanan, setidaknya menemani.
"Kau membosankan, setidaknya berbicaralah sedikit. Aku merasa sedang bersama dengan patung saja." Ketus Verga, ia tak menoleh dan masih fokus pada kemudinya, tidak melihat wajah Laras yang menatapnya seakan ingin menghabisi dirinya detik itu juga.
"Bukannya aku ini orang asing bagimu. Lantas, kenapa kau mengajakku berbicara? Bukankah sesama orang asing harus saling terbatas? Tidak ada yang perlu dibicarakan jika tidak penting." Jawab Laras acuh, ia lebih memilih menatap keluar jendela. Memandangi objek yang lebih menarik untuk dipandang ketimbang wajah menyebalkan Verga.
"Aish, baiklah maafkan aku. Lagipula aku hanya mengikuti instruksi darimu saja, kenapa malah menyalahkanku." Cibir Verga.
"Yah, tapi maksudku tidak seperti itu juga, kau membuatku tersinggung karena sikapmu." Laras.
"Itu tidak terbalik?"
"Apa maksudmu?!" Teriak Laras kesal.
Verga menoleh dengan cepat, teriakan Laras membuatnya terkejut. Beruntung dia sudah profesional membawa mobil, fokusnya tidak akan terbagi.
"Kau kenapa jadi meneriakiku, sih?!" Balas Verga tak kalah lantang.
"Salahmu sendiri, semua pertanyaan yang keluar dari mulutmu membuatku kesal!"
"Kau yang terlalu sensitif!"
"Kau juga menjadi tempramen! Biasanya tidak akan meneriakiku!"
"Kau?! Aish sial! Kau membuat moodku memburuk dipagi hari." Verga menghela nafas kasar.
"Apa katamu?!" Verga berdecak pelan, "Sudah bodoh, tuli pula." Cibirnya pelan, tapi masih tetap sampai ditelinga Laras.
"Aku ingin melenya-"
"Laras berhenti! Jangan memancing emosiku lagi, kita sudah sampai. Sekarang berakting lah layaknya kita masih berteman dengan baik, kuharap kerjasama mu."
Verga menepikan mobilnya pada pekarangan rumahnya yang luas, rumput yang hijau menyejukkan mata memberi kesan baik dari alam. Keduanya melepas safetybeltnya, saling memandang sejenak kemudian melempar senyum tipis.
Keduanya berjalan beriringan dengan Verga yang membawa sebuket bunga dan Laras dengan tangan kosongnya. Oh yah, benar, Laras melupakannya, ia tidak menyiapkan hadiah apapun untuk diberikan kepada bibi Maya. Ia benar-benar lupa, padahal biasanya dia yang paling bersemangat ketika ibu Verga berulang tahun, mungkin karena hubungannya dengan Verga yang merenggang akhir-akhir ini hingga membuat fikirannya bercabang kemana-mana. Tapi, tidak masalah, bibinya itu bukan tipe wanita yang gila akan barang, ia bahkan selalu menolak hadiah mewah yang Laras selalu berikan kepadanya ketika berulang tahun, ia sudah menganggap Laras seperti putrinya sendiri. Bahkan tak segan-segan ia menjodohkan keduanya sebagai alasan bahwasanya dia tidak mau mempunyai menantu yang tidak akrab dengannya, ia hanya menginginkan Laras. Oke, cukup kembali ke topik utama.
Verga menghentikan langkahnya membuat Laras mengernyit heran. Tanpa aba-aba, Verga malah menautkan tangan Laras pada lengannya, seakan sepasang pengantin baru yang datang berkunjung ke rumah sang mertua.
"Diam saja, ini hanya untuk membuat ibuku senang."
Laras tidak menjawab, ia hanya mengikuti drama pria itu tanpa mengetahui bahwa jantung keduanya terpacu dengan cepat didalam sana.
Pintu itu terbuka lebar, disana sudah berdiri wanita setengah baya yang masih terlihat cantik seperti awet muda, ia menampilkan senyumnya sebagai tanda sapaan pertama, keduanya dengan cepat berjalan mendekat.
"Apa ayah sedang keluar? Kulihat mobilnya tidak ada." Verga memulai pembicaraan, ibunya lantas menarik Laras dan mendekapnya lembut, ia merindukan anak itu sudah lama tidak berkunjung.
"Katanya ada hal penting yang harus diurus bersama cliennya, padahal ini hari Minggu, ayahmu itu selalu sibuk." Celetuk Maya, ibu Verga.
"Oh yah, ini untuk ibu. Happy birthday, wish you all the best and i love you, mom." Verga mendaratkan kecupan lembut dipipi sang ibu, tidak ingin tinggal diam, Laras pun ikut memberi kecupan singkat di pipi bibi kesayangannya.
"Astaga dua anak ini manis sekali, terima kasih sayang. Oh yah, Verga terima kasih hadiah ulang tahunmu."
Verga mengernyit heran, seingatnya dia belum memberikan sesuatu kepada ibunya, apa ibunya sedang bermimpi? Pikirnya.
"Hadiah apa bu? Seingatku aku belum memberikan hadiah kepadamu."
"Astaga anak muda jaman sekarang, kenapa harus malu didepan ibunya sendiri. Semalam 'kan Verga bertanya kepada ibu tentang hadiah yang ibu inginkan. Nah, dan aku mengatakan bahwa ingin Verga dan Laras menjalin hubungan yang serius," mata Laras membulat sempurna bersamaan dengan Verga yang menunduk sembari menepuk jidatnya. "Dan sekarang, kau sudah memenuhinya. Terimakasih sayang, ayo masuk calon menantuku."
Laras ditarik masuk oleh calon mertua(?) Katanya. Ia menoleh kearah belakang sembari menggerakkan bibirnya memberi pertanyaan kepada Verga. "Apa maksud semuanya, Vee?!" Siap-siap saja setelah ini Verga disuguhi oleh beberapa pertanyaan yang serentak dari Laras.