Chereads / Laras: Destiny / Chapter 27 - 26

Chapter 27 - 26

Sapaan hangat menyapa Varo dan ayahnya yang baru saja menapakkan tungkainya dirumah mewah tersebut, pria paruh baya yang usianya tidak hampir jauh dari Tn.Syam itu tersenyum hangat. Keduanya pria paruh baya itu berpelukan layaknya sahabat karib, atau memang mereka adalah sahabat karib? Entah, Varo hanya terdiam menampilkan wajah datarnya.

"Sekali lagi kuucapkan terimakasih sudah mau menyempatkan diri untuk hadir dikediamanku, Syam," Syam menepuk pundak sahabatnya, seolah mengatakan tidak masalah. "Apa dia anakmu? Yang sering kau bicarakan itu, bukan?" Pria blasteran(?) Itu menunjuk pemuda yang sedari tadi terdiam menatap datar keduanya.

"Ah, benar," Syam merangkul bahu Varo, membuatnya sedikit lebih maju agar terlihat lebih jelas oleh sahabat karibnya. "Varo, beri salam kepadanya, nak." Dengan keadaan terpaksa, Varo membungkuk sedikit sebagai bentuk hormat, setelahnya ia tersenyum tipis, itupun senyum yang ia paksa keluar dari bibirnya yang terkunci rapat.

"So handsome, ayo masuk dulu. Kita berbincang didalam." Pria setengah baya itu menuntun keduanya kearah meja makan, disana sudah terlihat seorang wanita berusia sekitaran empat puluh tahunan sedang menata makanan, senyum tulusnya nampak tercetak jelas dibibirnya.

"Wah wah, tamu kita sudah datang rupanya, kemarilah kita lunch bersama, ini momen yang langka." Mereka membalasnya dengan senyuman.

"Syam, lama tidak bertemu kau sudah semakin berkeriput saja." Ujar wanita itu setelah semuanya mendaratkan bokong dikursi masing-masing.

Kedua pria baya itu terkekeh, "Dan kau semakin awet muda saja, Luna. Astaga Michael, lihatlah istrimu ini, apa dia baru saja mengejekku?" Semuanya kembali tertawa, kecuali Varo. Pria itu malah sibuk mempertahankan wajah datarnya disana.

"Tapi, aku melihat Syam muda diwajah anakmu. Dia mewarisi wajahmu saat itu, bedanya yang sekarang lebih tampan ketimbang yang dulu, haha." Canda Luna.

"Wah kau mengejekku lagi, sifatmu itu tidak pernah berubah, yah?" Ucap Syam berpura-pura kesal.

"Sudah-sudah. Sayang, kau panggil Angel, ajak dia makan." Pinta Michael yang langsung dibalas anggukan oleh sang istri.

Varo merogoh saku celananya, mencari benda pipih persegi panjang yang sempat tenggelam didalam sana. Ia menghidupkannya dan mengirimi beberapa pesan kepada gadisnya, tentu saja Laras.

"Sayang, disini membosankan. Seharusnya aku ikut denganmu saja ketoko bunga" 11.23.

"Kau sedang apa? Pasti sibuk mengelola lagi, yah?" 11.23.

"Semangat!! Aku merindukanmu." 11.23.

Varo mengangkat sudut bibirnya setelah mengirim beberapa kalimat itu, ia kembali menenggelamkan ponsel cerdas miliknya disaku celananya.

Mata Varo seketika memicing, memperhatikan gadis blasteran yang sedang duduk dihadapannya yang entah kapan sampainya dia. Varo berusaha mengingat dengan teliti wajah gadis itu, bukankah dia yang pernah ia lihat bersama Verga? Dan gadis yang ikut serta menghadiri rapat kemarin lalu? Pertanyaan itu berputar dikepala Varo, hanya sejenak. Setelahnya, ia mengidikkan bahunya acuh-acuh saja.

"Oh yah, nak Varo. Perkenalkan dia putri semata wayang paman, dia baru pulang dari Belgia." Varo hanya mengangguk singkat, menatap sekilas wajah angel yang juga sedang menatapnya.

"Silahkan dimakan, semoga masakan tante tidak mengecewakan."

Makan siang itu berlangsung dengan lancar-lancar saja diawal, atmosfer hening menerpa kelima makhluk itu. Membiarkan suara sendok dan garpu yang beradu pada piringnya masing-masing. Sampai pada akhirnya Daddy Angel membuka suara.

"Angel ini siswa yang berprestasi semenjak sekolah tingkat pertamanya hingga tingkat akhir, peringkatnya tidak pernah mengecewakan." Sahut Michael terdengar seakan memamerkan putrinya, Varo hanya mengangguk tanpa menatap, batinnya berdecih kasar.

"Loh, hubungannya denganku, apa? Mau anakmu jadi presiden sampai tua pun aku tidak peduli." Batin Varo.

Hening kembali menerpa, firasat Varo mengatakan si tua itu akan kembali membeo lagi.

"Angel gadis blasteran, aku dari Belgia dan mommynya Indonesia, dia cantik bukan?" Diam-diam Varo memutar bola matanya jengah.

Varo hanya tersenyum tipis menanggapi, "Mau dia gadis blasteran Nigeria pun, aku tidak peduli. Lebih cantik kekasihku dari anakmu." Celetuk Varo dalam hati.

"Michael, untuk kesepakatan kita sejak awal memang yang terbaik, aku yakin keduanya tidak akan menolak." Ucap Syam yang dihadiahi tanda tanya oleh Varo.

"Iya, dan aku lihat sepertinya Varo tertarik juga."

"What the hell?! Tertarik seperti apa maksudnya?" Teriak Varo dalam hati.

"Iya, mereka memang cocok Angel cantik dan Varo tampan, aku rasanya ingin mempercepat perjodohan ini."

DAMN!

Baik Varo maupun Angel saling memberikan tatapan tekrkejut seakan tidak terima. Bukan seakan lagi, tapi benar-benar tidak menerima, kenapa dua orang pebisnis ini gemar sekali menjodohkan anaknya? Bodoh.

-

Laras POV

Untuk pertama kalinya aku merasakan suasana canggung seperti ini dirumah Verga, biasanya aku yang akan berbicara tanpa henti disini, tak sesekali aku juga berteriak ketika ditunjukkan sesuatu yang menyegarkan mata oleh ibunya Verga. Makan siang kali ini sangat awkward, aku seperti sedang diperkenalkan calon ibu mertuaku oleh kekasihku, ah yang benar saja kekasihku bahkan tidak ada disini! Verga, tamat riwayatmu setelah ini.

Aku menyenggol pelan lengan Verga yang kebetulan duduk tepat disampingku, kulemparkan tatapan tajam ketika ia menoleh menatapku. Dapat kulihat dengan segera ia memalingkan wajahnya, ia menjadi gugup. Mati-matian kusumpal mulutku dengan makanan agar tak mengeluarkan umpatan kasar kepada pemuda ini.

"Jadi, sudah sejauh apa?" Ibu Verga menyahut, membuatku memusatkan seluruh atensiku kepadanya, begitupun dengan Verga. Hanya saja, mungkin kami sedikit bingung dengan pertanyaannya.

"Se-sejauh? Maksud bibi bagaimana?" Tanyaku balik, perasaanku seperti tidak karuan.

"Yah, hubungan kalian." Jawabnya, beruntung aku tidak sedang mengunyah. Jika iya, aku mungkin sudah menyemburkannya keluar dari mulutku.

Aku bingung harus menjawab apa, sejak awal aku tidak merencanakan skenario ini, aku tidak menduga jika ini akan terjadi. Verga kau benar-benar!

"Belum lama, bu." Jawab Verga, kudengar ia menghela nafas lega setelah bibi Maya mengangguk.

Kulihat ia menoleh kearahku, tentu saja aku melempar tatapan tajam kearahnya. Seraya menggerakkan bibirku seolah berkata, "habis kau setelah ini, Vee." Kutancapkan garpu itu dengan agresif pada steak daging dipiringku, Verga meneguk air liurnya susah payah.

Makan siang itu hanya ditemani dengan keheningan setelah menjawab satu pertanyaan dari bibi Maya, aku bersyukur dia tidak bertanya yang tidak-tidak lagi. Setelahnya, aku menyusul Verga yang berjalan menuju kamarnya, ia dengan tergesa ingin menutup pintunya namun dengan cekatan aku menahannya dan masuk seraya menutup pintu kamarnya dari dalam. Kulihat ia menggaruk tengkuk lehernya sembari tersenyum canggung, sementara aku masih setia menatapnya dengan tajam.

"Apa itu hadiah ulang tahun yang kau maksud tadi?!" Tanyaku setengah membentak. Verga mengangguk kemudian tersenyum tanpa dosa.

Aku menghela nafas, "astaga Vee, kau tau bukan jika aku sudah punya kekasih?" Aku mendekatinya yang sudah berdiri disisi ranjang, suaraku melemah bersamaan dengan tatapan mataku yang mulai sayu.

"Ya, lalu?" Astaga anak ini, ingin sekali kulayangkan satu pukulan diwajah tampannya.

"Kau masih bertanya Vee? Seharusnya kau tau, akan seperti apa jadinya jika ibumu tau yang sebenarnya."

"Aku tahu, ada saatnya kita akan mengakhiri ini dengan alasan aku dan kau sudah berakhir." Jawabnya enteng.

"Itu sama saja membuat bibi kecewa, dan aku tidak mau jika ia sedih karena ku."

"Jika begitu mari teruskan, jangan diakhiri."

"Kau gila?!" Tanyaku tidak percaya.

"Ya, aku gila! Dan itu karenamu!"

Aku tidak tahan lagi, aku ingin memberinya satu pukulan saja meskipun kecil. Sialnya, kakiku tersandung sendiri ketika hendak maju selangkah, aku menubruk tubuhnya membuat kami terjatuh diatas kasur. Beruntung ada kasur, jika tidak mungkin pria yang ada di bawahku sudah encok. Astaga! Ini bukan suatu keberuntungan, Laras!

Aku tersadar, aku jatuh diatas tubuh Verga. Dan posisinya, kenapa harus seperti ini?! Kenapa kami harus saling berhadapan?! Kenapa harus intim sekali?! Kenapa kepalaku berada didada bidangnya, nyaris menyentuh cengkuk lehernya. Pria itu bahkan merengkuh pinggangku posesif, mungkin karena efek terkejut, tapi tetap saja ini tidak aman untuk jantung.

Aku mendongak, sedikit mengangkat tubuhku. Kulihat kedua hazzel hitamnya menatapku dalam, bau nafas mintnya menyentuh wajahku, mendadak bulu kudukku meremang.

"Ma-af." Cicitku pelan.

Ia masih menatapku, bukan hanya dia saja 'sih aku juga. Lebih tepatnya kami saling pandang, wajahnya tenang sekali sangat berbeda mungkin dengan raut wajahku yang masih terkejut.

"Verga ibu mau kel- oh, astaga maaf, ibu mengganggu, yah? Lain kali tuh dikunci." Sumpah demi apapun aku malu sekali saat ini, bibi Maya melihatnya. Dia bahkan menutup pintu kamar Verga dengan kencang seakan tidak ingin mengganggu, katanya. Aku berusaha bangkit dari tubuhnya setelah merasa kesadaranku sudah kembali sepenuhnya.

Tidak berjalan mulus, Verga justru menarikku kebawah, membuat tubuhku jatuh kembali diatasnya. Hanya saja, saat ini wajahku jatuh tepat dicengkuk lehernya begitupun sebaliknya. Wangi maskulin milik Verga memenuhi indra penciumanku, ia mengendus leherku ikut mencium aroma khas tubuhku. Sial, tangannya erat sekali memeluk pinggangku.

"Biarkan seperti ini dulu, ras. Sebentar saja, kumohon." Suara seraknya menyapa telingaku, ia semakin mengeratkan pelukannya tak lupa mengendus lembut aroma cengkuk leherku. Apakah dia begitu candu? Aku hanya terdiam mematung dengan segala perlakuannya.

Laras POV end

-

"Kau dibutakan oleh segalanya, ayah! Demi bisnismu, kau sampai mempergunakan aku untuk memikat putrinya?! Apa kau sudah tidak waras?!" Teriak Varo tidak terima, wajahnya sudah memerah, buku-buku putihnya sudah terlihat sebab ia yang mengeratkan kepalan tangannya dibawah sana.

Varo terkejut mendengar keputusan mutlak oleh ayahnya dan Michael, ia tidak bisa menolaknya disana. Ia masih berusaha mencerna perkataan keduanya, membawa dirinya dan Angel seolah-olah kerja samanya akan berjalan dengan lancar jika keduanya dipersatukan, apa maksudnya?

Nayla terdiam mematung, ia menguping semua pembicaraan antara anak dan ayahnya itu. Nayla yang awalnya sedang sibuk membaca novel, dikejutkan oleh suara tendangan pintu yang diperbuat oleh Varo.

"Aku lelah menjadi Varo, aku lelah ayah. Aku layaknya sebuah robot yang harus mengerjakan dan mengikuti semua hal yang diperintahkan oleh majikannya, tanpa mempedulikan perasaanku dan betapa lelahnya aku, majikanku akan tetap memaksaku melakukannya." Suara Varo melemah, sesuai dengan keadaannya saat ini, ia merasa pertahanannya sudah runtuh akibat sang ayah.

Tungkainya melangkah mundur setelah menatap sang ayah yang hanya terdiam. Jika bisa, ia lebih memilih melakukan seribu perintah dari ayahnya ketimbang harus menikahi putri dari Michael dan memisahkannya dengan Laras. Itu lebih menyakitkan dari apapun.