Chereads / Laras: Destiny / Chapter 12 - 11

Chapter 12 - 11

Sebuah elusan lembut mengganggu ketenangan seorang gadis yang tengah tertidur dengan posisi terdudu. kedua tangan yang dilipat dan dijadikan sebuah bantal dengan bertumpu pada perut laki laki didepannya.

Pria itu dengan sengaja mengusap usap pipi dan hidung gadis yang tertidur diatas perutnya, sangat menggemaskan rasanya melihat pemandangan itu dipagi hari. Tak berhenti sampai disitu, pria itu lanjut memencet mencet bibir berwarna merah muda milik gadis itu, terlihat menggemaskan ketika gadis itu menggerakkan bibirnya seperti bayi yang baru diberi ASI.

"Ras? bangunlah kau ada mata kuliah pagi ini." Ia mengelus lembut pipi Laras, namun gadis itu tak kunjung bangun juga.

"Sayang, ayo bangun." Ia terkekeh geli sendiri setelah mengucapkan kata itu. Sepertinya ia tengah berangan-angan bahwa Laras adalah istrinya.

Laras membuka matanya ketika merasakan benda kenyal menyentuh pipinya berulang-ulang, ia mendadak memundurkan tubuhnya saat mendapati Verga yang terus melayangkan kecupan pada pipinya. Yang benar saja pria itu.

"Verga!! what are you doing?!" Laras memegangi pipinya yang sudah memerah karena perlakuan Verga. Laki-laki itu menyebalkan tapi manis secara bersamaan.

"Aku hanya membangunkan mu, kau itu tidur nyenyak sekali, yah? diatas perutku." Goda Verga.

"Tapi tidak dengan cara menciumiku juga, itu membuatku kesal!" gerutu Laras.

"Awwss, perutku keram Laras, ini pasti karena kau tiduri semalaman." Adunya kesakitan.

Laras kembali mendekati Verga, tak lupa ia menarik kursinya agar bisa ia duduki disaat mengecek perut Verga. Bagaimanapun, kesadarannya belum kembali sepenuhnya, ia bahkan masih menguap kecil.

Verga tersenyum saat Laras mulai mendekat dan menyentuh pelan perutnya dengan hati-hati. Verga menyentuh tangan Laras yang sedang mengelus perutnya, Laras mengerutkan keningnya menatap Verga.

"Actually.... I'm just kidding." Bisiknya pelan, Laras terperangah tidak percaya menatap Verga, apakah pria itu mempermainkannya lagi?

"What the he-"

Verga memotong ucapan Laras dengan kecupan singkat dibibir gadis itu, lagi-lagi Laras terdiam. Akhir akhir ini, pria itu sering mencuri ciuman darinya.

"Be carefull with your words, babygirl." Ucap Verga dengan deep voice andalannya.

-

Suara bising dipagi hari menyapa rumah mewah milik tuan Syam. Kali ini, terdengar suara perdebatan antara anak dan ayah. Benar-benar suasana yang panas.

"Varo!! jangan keras kepala dan ikuti saja perintahku!"

Suara itu seakan menggelegar diruang keluarga mereka

"Kenapa selalu menyuruhku berbaur dengan hal-hal yang tidak kusukai?! kenapa kau tidak lakukan saja sendiri!" bentak Varo pada ayahnya.

Tn. Syam mengangkat tangannya bersiap mendaratkan satu tamparan pada wajah Varo. Laki-laki paruh baya itu mengurungkan niatnya setelah mengamati wajah anaknya yang memang dominan lebih mirip ke ibunya.

"Kenapa?ayo pukul aku! lakukan sesukamu. Sedari dulu kau selalu memperlakukanku seperti boneka, yang ini harus kuturuti, yang itu jangan kulakukan dan yang ini harus kukerjakan. Kenapa ayah?! kenapa?!!" jerit nya kuat, air mata itu sudah tumpah dari asalnya.

"Kali ini jangan melawanku, datanglah ke acara pelelangan itu. Sama sekali tidak ada penolakan!" seru Tn. Syam

Pria paruh baya itu mulai melangkahkan kakinya hendak menaiki tangga, langkah itu harus terhenti ketika mendengar anak semata wayangnya bersuara.

"Sifat keras kepalamu lah yang membuat ibuku harus merenggang nyawanya, kau egois, ayah!" Tn. Syam membalikkan badannya menatap Varo yang juga menatapnya dengan tajam dan tangan yang sudah mengepal.

"Anggap aku egois atau apapun itu, aku melakukan semuanya demi dirimu. kau anakku satu-satunya, tentu aku ingin yang terbaik untukmu." Jelasnya, Varo tertawa miris menanggapinya.

"Demi kebaikanku, yah? kau melakukan semuanya demi yang terbaik untukku? dengan cara membunuh mental ku secara perlahan? begitu?!" sembur Varo. "Andai ibuku masih hidup." Lanjutnya sebelum meninggalkan rumah itu dengan perasaan sesak dan emosi secara bersamaan.

"Andai ibumu masih hidup, andai...." gumam Tn. Syam menatap punggung Varo yang semakin menghilang dibalik pintu.

-

Laras menolehkan kepalanya ketika mendengar suara seseorang yang memanggilnya dengan keras, itu Varo. Lagi, Laras tersenyum.

"Berangkat dengan siapa?" tanya Varo sembari merapikan anak rambut Laras yang ditiup angin.

"Bersama supir taksi, hehe." Laras tersenyum menampilkan deretan giginya, gadis ini kelewat lucu hingga membuat Varo ingin sekali menggigit pipinya.

Varo menangkup wajah Laras dengan kedua tangannya. "Kenapa tidak menghubungiku saja sih, aku 'kan bisa menjemputmu."

Laras menggeleng pelan. "Tidak, kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi. Memang kau siapaku?" Nada bicara Laras seperti mengejek. Ditariknya hidung sang gadis yang membuat ia meringis pelan.

"Yasudah, jadi kekasihku saja kalau begitu." Laras memundurkan tubuhnya kemudian membuat ekspresi yang tampak berfikir.

"Coba saja kalau bisa." Ledek Laras sembari menjulurkan lidahnya, ia kemudian berlari menghindari Varo yang sudah siap mengambil ancang-ancang untuk mengejarnya.

"Awas jika kudapat yah, kau harus menjadi kekasihku tanpa penolakan." Ancamnya.

-

Hari pelelangan itu sudah tiba, Verga dan Laras sedang berada di mall untuk membeli pakaian yang sama yang akan mereka gunakan diacara itu, tema yang ditentukan adalah 'BLACK'. Tentu saja, karena acara ini bukan hanya dihadiri oleh seorang pengusaha, melainkan para pekerja dunia bawah juga, tak lain adalah 'Mafia'

Bertanya mengenai Verga, pria itu sudah keluar dari rumah sakit sejak siang kemarin, bukan karena perintah dokter 'sih. Lebih tepatnya ia melarikan diri dengan alasan bosan berlama lama ditempat yang penuh dengan bau obat itu.

"Jangan lupa topengnya, Vee." Sahut Laras

"Sepertinya sudah. Mau kemana setelah ini?"

"Makan saja, setelah itu kita pulang. Aku lelah."

Verga menggeleng pelan. "Setelah ini kau akan kubawa ke penata rias kenalan ibuku, kau itu tidak pandai merias diri." Ejeknya.

"Vee jangan mulai lagi!" kesal Laras.

Verga tertawa pelan kemudian mengacak gemas rambut Laras. " Aku hanya bercanda 'kok. Kau itu selalu cantik meski tanpa make up." Tetap gadis itu masih menggerutu kesal.

-

Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam saat ini, Verga masih menunggu Laras yang tengah di make over oleh salah satu penata rias kepercayaan keluarganya. Oke, Verga sudah cukup bosan, memang benar kata orang jika perempuan itu selalu lambat dalam hal apa saja.

Laras berjalan dengan kurang percaya diri mendekati Verga yang tampak sibuk mengetuk-ngetukkan jemarinya pada meja, Laras menepuk pelan bahu Verga.

"Bagaimana, apa Laras sudah si- Astaga!! siapa yang berdiri di hadapanku ini?!" Verga terkejut setengah mati mendapati Laras yang berdiri dihadapannya. Ia tak tau harus mengekspresikan perasaannya bagaimana lagi, gadis didepannya ini benar-benar sudah berada diluar batas kecaktikan manusia pada umumnya.

"Ahh, sudah kuduga, ini memang aneh. Aku minta penata riasnya menghapus hasil make up-nya saja, yah? kau sampai terkejut begitu." Laras membalikkan tubuhnya dengan kedua tangan yang mengangkat gaun yang memang lebih panjang dari tubuhnya itu.

Entah kenapa gadis itu malah beranggapan seperti itu, tidakkah ia bercermin dahulu sebelum menunjukkannya pada Verga?

Verga menahan tubuh Laras yang hendak melangkah dari sana. "Lepaskan Vee, disini banyak orang." Pinta Laras. Pasalnya lelaki itu malah menahan Laras dengan memeluk pinggang ramping gadis itu.

"Kau sempurna malam ini, terima kasih." Bisik Verga melayangkan kecupan kecil pada pipi Laras.