"Aku ga bodoh, Ni. Aku datang ke pesta kakakmu dan orang akan lihat aku sebagai pacar kamu. Aku ga bisa ya, dijadikan serep," kata Bobby tetap tenang.
"Sok alim banget, sih? Gara-gara Yuan kamu jadi geje gini!" Niar makin marah.
"Aihh!!!" Niar menjerit kesakitan. Ada yang menarik lengannya dengan kasar. Niar menoleh kaget! Yuana?!
"Hei … dengar, kalau Bobby bisa sabar padamu, kamu masih untung. Jangan harap aku bisa sabar sekarang. Sekali lagi mulutmu ngomong sembarangan aku hancurin muka kamu!" sentak Yuana. Sudah saatnya Yuana membela haknya. Cukup selama ini dianggap lemah.
"Oh, bisa galak juga sekarang?!" Niar balas marah. Dan menatap Yuana dengan melotot. "Kamu yang dengar! Aku ga akan berhenti merusak hubungan kamu dengan Bobby. Bahkan siapapun ga aku biarkan dekatin kamu."
"Aha … segitu istimewanya diriku buatmu? Sampai kamu sibuk mengurus hidupku?? Thanks a lot …" sahut Yuana. Tangan Yuana menjambak rambut Niar sekerasnya.
"Auhh! Aauuhh!!" Lagi Niar kesakitan.
"Yuan!" Bobby bergerak, dia menarik tangan Yuana agar melepaskan Niar.
"Aku laporkan kamu ke BP!" ujar Niar. Wajahnya merah menahan sakit dan ingin menangis.
"Lakukan kalau berani. Kalau kamu nggak malu silakan. Kita buka saja semua. Gadis cantik anak orang berkelas dan terhormat ternyata ga punya etika, mulut busuk dan suka urus hidup orang lain?!" cibir Yuana.
"Kamu!!! Ahhh..!!!" Dengan kesal luar biasa Niar meninggalkan tempat itu. Sambil berkacak pinggang Yuana tersenyum lebar.
"Hei … pacarku ternyata sadis juga kalau marah," ujar Bobby. Dia tersenyum dengan tatapan heran.
"Sekali-kali balas dendam. Masa ngalah terus? Apa harusnya dari dulu aku gitu sama Niar, ya?" Yuana menjajari langkah Bobby.
"Kenapa balas dendam? Ga bagus itu. Ga masalah, sih mau lawan dia. Tapi jangan pakai dendam, ga baik nyimpan luka dalam hati. Bisa jadi penyakit," kata Bobby.
Mereka berjalan menyusuri lorong kelas.
"Yu, kamu kalau Sabtu sore ke mana?" tanya Bobby.
"Di rumah aja." Yuana menjawab datar.
"Ikut aku, yuk," ajak Bobby.
"Ke mana? Malam mingguan?" Yuana menoleh. Bobby mengajak jalan? Wajah Yuana sumringah.
"Biasanya aku ke gereja. Ada kegiatan pemuda di sana," jawab Bobby.
Cukup terkejut Yuana mendengar itu. Bobby ternyata punya rencana lain.
"Kalau mau, ayo. Nanti aku jemput," ujar Bobby.
"Manfred ikut?" Yuana bertanya lagi.
"Iya, Manfred juga." Bobby tersenyum.
"Hmmm, okelah." Senyum Yuana mengembang manis.
Bobby tersenyum makin lebar. "Sabtu aku jemput jam empat. Acaranya jam lima sore."
Siang makin panas. Tapi buat Bobby dan Yuana hari ini sangat menyenangkan.
*****
"Thanks, God, for great days I have these days," doa Yuana. "Bless this family … papa mama, Kak Yoel, jaga lindungi mereka."
Menjalani hari-hari dengan Bobby membuat Yuana bersemangat. Di sekolah, ikut kegiatan di gereja, membuat Yuana makin menghargai hidup yang Tuhan berikan. Yuana menikmati dan mensyukuri setiap hari yang dia lalui. Sekalipun di rumah situasi tidak juga bertambah baik, tapi Yuana tidak lagi marah dengan keadaan itu. Tentu saja dia berharap papa mama bisa baikan. Yoel juga, Yuana ingin kakaknya menjadi lebih baik.
Yuana mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Dia bersiap akan sekolah pagi itu. Setengah jam kemudian dia sudah siap. Yuana ke sekolah dengan kendaraan umum. Karena sekolah tidak terlalu jauh juga dari rumah.
Sampai di kelas baru beberapa menit, bel berbunyi. Yuana menuju bangkunya. Dia duduk bersebelahan dengan Tiana. Tiana ramah dan suka bercerita. Paling bisa bikin teman tertawa. Tapi anaknya penakut. Ke kamar mandi saja tidak berani pergi sendiri.
Yuana membuka laci mejanya. Hei, apa itu? Ada bungkusan kecil di sana. Yuana mengambilnya.
"Buat Yuana. Thomas." Yuana membaca tulisan di bungkusan itu. "Thomas?" Yuana mengerutkan kening. Thomas salah satu anak yang pintar di kelas, tapi lumayan bandel dia. Kenapa kasih bungkusan begini?
"Apa itu, Yu?" tanya Tiana. Dia ikut memperhatikan bungkusan di tangan Yuana. "Hadiah? Kamu ulang tahun?"
"Bukan. Titipan orang," sahut Yuana. Dia nggak mau Tiana tahu. Bisa jadi heboh nanti. Tiana paling tidak bisa jaga mulut. Bukan maksud bergosip tapi paling suka cerita apa saja yang dia tahu.
"Kirain hadiah tanda cinta!" Tiana terkekeh. Yuana tersenyum. Dia simpan lagi bungkusan itu.
Guru Bahasa Inggris masuk kelas. Pelajaran dimulai. Gara-gara bungkusan itu ada rasa kurang enak di hati Yuana. Beberapa kali Thomas menoleh padanya, memberi kode yang Yuana kira ingin kepastian soal bungkusan itu. Yuana hanya mengangkat bahu, tidak paham, karena dia memang belum buka bungkusan itu.
"Aku akan temui Manfred aja," putus Yuana.
Begitu bel pulang, dia cepat menuju kelas Manfred takut keburu cowok itu pulang. Tepat, Manfred baru keluar kelas. Yuana memanggilnya, mengajak cowok itu ke kantin. Lebih enak bicara di sana.
"Ada apa, sih?" tanya Manfred penasaran.
"Aku dapat ini." Yuana mengeluarkan bungkusan dari dalam tasnya. Yuana meletakkan di atas meja. "Dari Thomas."
"Kenapa ga dibuka?" Manfred mulai bisa menebak bungkusan ap aitu.
"Takut," kata Yuana.
"Kok takut? Ga mungkin bom itu. Buka aja," gurau Manfred.
Yuana cemberut. Dia buka juga bungkusan itu. Isinya boneka anjing imut dan sebuah surat.
"Baca suratnya," ucap Manfred.
Yuana membuka surat itu dan membacanya. Matanya melebar, wajahnya jadi merona.
Manfred menatap Yuana yang juga melihat ke arahnya dengan muka aneh.
"Dia nembak aku." kata Yuana.
"Yu, kamu mesti bilang Bobby. Bukan aku. Bobby itu kekasih kamu. Apapun harus jujur sama dia," ujar Manfred.
"Tapi, kalau Bobby marah? Kalau dia pikir aku ..."
"Itu artinya kamu ga kenal Bobby. Bobby ga akan begitu. Bicara saja. Aku jamin dia bisa sikapi dengan baik," tegas Manfred.
"Baiklah. Makasih ya, Fred." Yuana tersenyum.
Mereka meninggalkan kantin.
"Aku pulang ya, Yu. Sampai besok." Manfred belok ke arah gerbang sekolah dan Yuana ke arah lapangan basket, Bobby ada latihan hari itu.
"Yuan, aku harap kamu bahagia dengan Bobby. Teruslah terbuka dan gembira seperti ini. Aku tahu Bobby sangat bisa menjadikan kamu kuat," bisik hati Manfred. Dia tekan rasa sayang yang makin dalam buat Yuana.
Sementara Yuana sudah duduk di pinggir lapangan. Sesekali Bobby melambai melihat Yuana. Dan Yuana hanya tersenyum. Yuana menikmati permainan basket Bobby yang bagus. Pantas saja dia jadi ketua tim basket sekolah.
Selesai latihan dan membersihkan diri, Bobby mendekati Yuana.
"Senengnya latihan ditungguin yayangku," gurau Bobby.
Yuana tertawa. "Minum?" Yuana menyodorkan botol minuman pada Bobby.
Bobby menerimanya dan langsung meminum cukup banyak, melegakan kerongkongannya.
"Mau pulang bareng?" Bobby duduk di sebelah Yuana.
"Aku mau kasih tahu sesuatu." Yuana mengeluarkan surat dari tasnya dan dia berikan pada Bobby.
Bobby menerimanya, membacanya, menoleh memandang Yuana.
"Gimana?" ujar Yuana.
Bobby tidak menjawab. Dia membuka ponsel dan menunjukkan chat pada Yuana. Dari seorang cewek dan dia menyatakan suka pada Bobby.
"Gimana?" Bobby balik tanya.
"Kalau sayang aku, berarti bilang tidak," jawab Yuana.
"Dan kamu akan lakukan yang sama." Bobby tersenyum.
"Bob! Ayoo!" Niar muncul. Begitu dia lihat Yuana dia menghentikan langkahnya.