Chereads / Yuana, Stay With Me / Chapter 9 - Bye, Yoel

Chapter 9 - Bye, Yoel

"Aku juga ga tahu, Bob. Ibu bilang dia menangis terus saat meninggalkan aku di panti. Tapi dia ga punya pilihan. Orang tuanya marah karena dia punya anak dengan pria yang tidak baik. Aku masih sedikit ingat. Rambutnya pirang. Cantik. Aku juga ingat, aku nangis terus di panti waktu dia pergi." Manfred mengingat lagi kejadian masa kecilnya.

"Malang juga kalian. Kamu tahu nama ibu kandungmu?" tanya Yuana.

"Amanda Greta Filius," jawab Manfred. "Sesekali muncul di pikiranku misal aku bisa pergi ke sana dan mencarinya. Gila kali, ya ..."

"Nggaklah, mungkin ibumu juga sering memikirkan kamu," kata Bobby.

"Kamu ga cari di sosmed?" ujar Yuana.

"Ga ketemu. Mungkin pakai nama lain." Manfred mengangkat bahunya.

Yuana jadi ingat waktu pertama ketemu Manfred saat SMP. Dia heran ada bule sekolah SMP. Lucunya dia kalau ngomong tidak ada nada bulenya. Total Indonesia. Dan ternyata mereka sekelas. Manfred Clarence Filius namanya.

*****

Tidak terasa sekarang Yuana ada di kelas 12. Kelas teratas dari sekolah menengah. Menjalani hari-hari dengan Bobby dan Manfred selalu penuh tawa dan ceria. Bahkan mereka berencana masuk perguruan tinggi yang sama.

"Lho, kamu katanya mau jadi guru? Kan mesti kuliah keguruan?" ujar Bobby pada Yuana.

"Aku berubah pikiran. Kalian tahu aku orangnya ga sabaran. Bisa bahaya anak orang aku marahin," jawab Yuana. Bobby dan Manfred tertawa.

"Bayangkan kalau Yuan jadi guru, pasti ngajarnya kayak gini ..." Manfred mulai beraksi mengganggu Yuana. "Anak-anak, Ibu mau kalian mengerikan tugas halaman 10, yang soalnya ada 10. Nanti dikumpulkan tanggal 10, dan Ibu harap kalian semua dapat nilai 10."

"Manfred!" Yuana cemberut. Tapi jelas dia pingin tertawa mendengar gurauan Manfred.

"Terus mereka diajarin lagu The Little Star," tambah Bobby.

"Lagu apa lagi, tuh?" tanya Yuana. Dia pidah memperhatikan Bobby.

"The Little star ... in the high sky ... there are too much ... to decorate the sky ... I want, to fly and to dance ... it is so high in the place where you are ..." Bobby sama Manfred nyanyi bareng. Kompak! Nadanya lagu Bintang Kecil.

Yuana jadi terpingkal-pingkal melihat tingkah kedua sahabatnya itu. Dasar suka usil. Tapi justru ini yang membuat Yuana nyaman dengan mereka.

"Yuk, ah, pulang! Keburu hujan ntar. Uda mendung," ajak Bobby.

"Let's go!" Manfred menimpali.

Ketiganya meninggalkan sekolah. Benar saja, tidak lama setelah itu hujan turun.

*****

Natal hampir tiba. Yuana menghias pohon Natal di rumah. Dibantu mbak Ira. Dan Yuana senang duduk di dekat pohon Natal memandangi lampunya yang kerap kerlip bergantian.

Mama beberapa hari ini di rumah. Siang tadi sudah pergi lagi. Papa masih di ruang kerja sejak datang sore tadi.

Yoel kali ini di rumah juga. Dia menemani Yuana duduk di dekat pohon Natal.

"Bagus sekali, Yu. Lampu-lampu itu kapan saatnya berkedip dan kapan harus padam," kata Yoel.

"Iya. Sama seperti itu hidup kita. Tuhan tahu kapan menjawab doa, kapan Dia ijinkan kita melewati ujian hidup. Dia buat semua untuk kita jadi orang yang kuat." Yuana masih menatap pohon terang itu.

"Yu, aku mau pergi kerja." Yoel menatap Yuana.

"Kerja?" Yuana menoleh pada Yoel.

"Ya. Selepas kuliah, aku cuma luntang lantung. Sekarang aku ingin memulai sesuatu yang baru. Aku mau hidup dengan kakiku sendiri. Aku ga mau lagi mengandalkan uang mama dan papa," ucap Yoel serius.

"Kerja apa?" Yuana tidak mengira Yoel berpikir juga tentang kehidupannya.

"Ada tawaran bagus di Singapura," jawab Yoel.

"Singapura?" Yuana menajamkan pandangan pada kakaknya.

"Ya, lima hari lagi aku berangkat. Aku akan tinggal di sana. Mungkin akan lama. Meski kontrak awal hanya dua tahun." Yoel menjelaskan rencananya.

"Kamu sudah yakin?" Yuana terkejut dengan ini. Ada rasa tidak enak di hatinya, rasa takut kehilangan.

"Ya. Aku sudah memikirkannya." Yoel mengangguk.

"Sudah bilang mama dan papa?" ujar Yuana.

"Apa mereka peduli, Yu? Aku chat saja beres." Suara Yoel terdengar sedikit ketus.

Yuana memutar badannya memandang lagi ke pohon terang. Benar, dia merasa akan ditinggal sendirian. Yoel akan pergi.

"Yu, sebelum aku pergi, aku mau minta maaf untuk semua yang aku pernah lakukan. Aku sangat kasar padamu. Aku tahu kamu pasti terluka karena itu. Lega, belakangan ini kita bisa akur." Yoel memegang tangan adiknya.

"Baru akur, dan kamu akan pergi." Nada pilu terasa dari ucapan Yuana.

Yoel merangkul bahu adiknya dan tersenyum. "Kamu gadis yang baik, Yu. Tetaplah seperti ini. Nanti kita terus komunikasi. Ya?"

"Ya. Aku juga mau minta maaf." Yuana memandang Yoel.

"Untuk apa?" tanya Yoel heran.

"Kamu kakakku. Maaf, aku pernah bilang ..."

"Lupakan saja. Aku lebih banyak salah padamu." Yoel melebarkan bibirnya. Dia harus mengakui dia sering membuat Yuana menangis. "Aku sayang kamu, Yu."

Mendengar itu Yuana benar-benar menangis. Dia balas memeluk Yoel erat. Rasanya ini pertama kali dia mendengar kakaknya mengatakan sayang padanya dengan tulus.

Andaikan ini terjadi dari dulu. Andaikan ...

*****

Sebelum Yoel berangkat Yuana menghabiskan banyak waktu dengan kakaknya. Sekarang sudah liburan sekolah. Yoel mengajak Yuana hang out setiap hari. Dia seperti ingin mengganti waktu bertahun-tahun yang hilang di antara mereka.

Yuana senang sekali. Akhirnya inilah rasanya punya kakak yang sayang dan perduli padanya. Yuana lebih sering tersenyum.

Hari ini Yoel berangkat. Yuana menemaninya sampai Yoel dijemput travel menuju bandara.

"Ga ada hadiah perpisahan ini?" Yuana bertanya pada Yoel.

"Hadiah?" Yoel memandang Yuana.

"Merah di pipi." Yuana tersenyum. Dia bercanda. Yoel paham, tamparan. Ah, Yuana kenapa itu bercandanya?

Yoel tersenyum lebar. Lesung pipinya tampak jelas bagus menghiasi wajahnya. Dia peluk Yuana dan mencium kening adiknya lama. Lalu mencium kedua pipinya juga. Yuana membalas pelukan Yoel erat.

Dan Yoel masuk mobil yang sudah menjemput.

"Bye, take care ..." Yuana melambaikan tangan.

Lalu dia balik hendak masuk dalam rumah. Dari dalam rumah nampak mama keluar dengan membawa dua koper besar.

"Mama mau ke mana?" tanya Yuana.

"Hai!" Seorang pria sebaya mama menyapa Yuana. "Namaku Agung. Kamu cantik. Mirip mama kamu." Pria itu tersenyum ramah.

"Om siapa?" tanya Yuana bingung.

"Rekan kerja Mama, Yu," ujar mamanya, datar. Tepatnya tidak suka Yuana bertanya.

"Eva, mau sampai kapan dia ga tau soal kita?" kata Agung. "Aku juga calon papamu. Jadi setelah ini kamu ga akan sedih setelah kematian papamu. Hm?" Agung memencet hidung Yuana.

"Ha??" Dengan kasar Yuana mengibaskan tangan Agung. "Maa ..!!" Yuana melihat mamanya. Meminta penjelasan.

"Dengar Yu ..."Mmama mendekati Yuana.

"Tidak ... tidak ..." Yuana lari meninggalkan rumah. Dia berlari sekuatnya. Sementara hujan turun, semakin lama semakin deras. Yang dia pikir hanya satu tujuan. Rumah Bobby.