"Jadi, kamu mungkin harus mulai keluar dan mencari gadis yang cocok untukmu, Galant. Aku yakin itu tidak akan susah untukmu," kata Arghi yang dia buat sesantai mungkin mengabaikan detak jantungnya sendiri yang meningkat.
Dia menggigit bibirnya tanpa sadar, dengan tubuhnya yang bereaksi gugup seperti ini hanya karena dia mengatakan kalimat-kalimat barusan terhadap Galant.
"Aku akan melakukannya."
Arghi mengerjap beberapa kali, yang pada akhirnya dia menarik setiap sudut bibirnya membentuk lengkungan halus di sana.
Semua memang harus berjalan normal dan sebagaimana mestinya bagi orang lain, itu seharusnya membawa perasaan senang ketika Galant berjalan pada garis lurus yang terbentang di depannya. Namun, Arghi dengan keahliannya yang telah dia lakukan selama bertahun-tahun menekan jauh-jauh ke dalam hatinya dan menutup rapat-rapat pada sebuah rasa yang tidak akan mungkin tergores pada kenyataan.
"Itu bagus," kata Arghi ringan. Kepalanya menoleh ke arah lain yang dia duga adalah arah menuju kamarnya. Arghi kemudian berdiri dan berkata, "Aku harus pergi ke kamar, Galant."
"Arghi maaf." Suara Galant yang rendah masuk ke indera pendengaran Arghi dan Arghi tidak dapat menahan senyumnya yang kembali bertengger di bibirnya.
"Kamu tidak bersalah, untuk apa meminta maaf." Arghi tidak menunggu untuk tanggapan dari Galant dia berjalan merapat pada dinding dan mulai berjalan dengan perlahan menelusuri dinding menuju kamarnya yang baru.
Untuk kondisi Arghi sekarang memang sangat merepotkan, akan tetapi pada akhirnya dia memang harus menerima kenyataan apapun yang menimpa dirinya ini. Dia hanya perlu terbiasa.
***
"Arghi!" Suara ketukan pintu disusul dengan panggilan dirinya oleh Galant di luar sana seketika menyadarkan Galant dari lamunan panjangnya di atas kasur.
Arghi sama sekali tidak tahu sudah berapa jam yang telah dia habiskan hanya untuk berbaring dan membiarkan pikiran menguasai kepalanya saat ini.
Suara pintu terbuka tiba-tiba menyebabkan Arghi terkejut dan bangkit duduk. Dia terkadang selalu lupa untuk mengunci pintunya, sehingga selalu membiarkan Galant masuk dengan tiba-tiba seperti ini sekarang.
Kepala Arghi dipegang oleh kedua tangan Galant dan napas hangat berhembus di depan wajah Arghi dengan jarak yang hampir tidak Arghi sukai. Sampai pada saat Galant menderu berkata, "Arghi, apa ada sesuatu yang salah? Kamu tidak menjawab panggilanku sejak awal."
Kening Arghi berkerut dengan pertanyaannya yang muncul ke permukaan, dengan sikap Galant yang begitu banyak berubah bahkan belum masuk hitungan hari. Seperti yang Galant lakukan sekarang, nada dan hampir kalimat yang digunakan oleh Galant hampir sama persis seperti yang sering Arghi lakukan terhadap Galant.
Arghi hanya menggeleng kecil, dia perlahan berdiri menjauh dari jangkauan Galant yang terasa memusingkan dan tidak hanya sampai di situ dia kembali merasakan hawa panas dari bagian belakang tubuhnya di mana Arghi baru menyadari bahwa Galant telah berdiri di belakangnya.
Sudah sangat jelas ada sesuatu yang salah pada diri Galant.
"Arghi, kita harus makan malam bersama." Suara Galant entah mengapa menjadi lebih berat dari sebelumnya, bagian depan tubuh Galant menyentuh punggung Arghi. Namun, Arghi mengabaikan apa yang Galant lakukan karena mereka telah bersahabat bertahun-tahun dengan kedekatan seperti ini adalah hal yang biasa dilakukan oleh mereka berdua. Hanya saja yang membuat semuanya menjadi tidak normal dengan keanehan yang terus menerus melekat pada diri seorang Galant Virendra adalah bahwa dia menempelkan juga bagian dari 'miliknya' pada belakang tubuh Arghi hingga Arghi sendiri merasakan kekerasannya yang menempel di sana.
Arghi berbalik dan dia berharap bisa melihat wajah Galant sekarang. Dia ingin bertanya atas apa yang telah Galant lakukan barusan, tetapi dia menariknya kembali dan benar-benar mengabaikan. Itu mungkin hanya ketidaksengajaan yang dilakukan oleh Galant.
"Ada apa Arghi?" tanya Galant tiba-tiba sambil meraih bahu Arghi.
"Tidak ada," jawab Arghi kembali berbalik dan berjalan, tangan Arghi terangkat menyentuh dinding hanya untuk digapai dan digenggam oleh tangan hangat Galant.
"Aku ada di sini, Arghi? Dinding sama sekali tidak diperlukan." Mata Arghi melebar saat Galant berbicara tepat di sebelah telinganya membawa rasa panas merangkak naik ke wajah Arghi. Tubuh Arghi menjadi kaku saat tangan Galant tiba-tiba telah melingkar pada pinggang Arghi dan membimbingnya berjalan keluar dari kamar.
***
Arghi terbatuk dan dengan perlahan hendak meraih gelas air. Namun, ternyata Galant telah lebih dahulu menyodorkannya tepat di depan bibir Arghi sendiri hingga menimbulkan kerutan pada kening Arghi kembali.
"Terima kasih." Arghi berkata nyaris berbisik. Dia langsung meneguk air yang seketika membasahi tenggorokan keringnya, setelah tandas dia meletakkan gelas itu pada sisi meja yang kosong dengan suara yang tercipta tanpa sengaja.
Arghi menegang saat jemari Galant menyusuri area pinggir bibirnya dan kemudian turun pada tenggorokkan Arghi sambil Galant mulai berbicara, "Arghi, kamu membasahi dirimu sendiri."
Arghi bahkan kehilangan kata-katanya sendiri ketika tangan Galant yang tengah duduk di sebelah dirinya mengusap beberapa kali pada permukaan bibir Arghi terus menerus tanpa tujuan yang jelas.
Ini salah. Apa yang terjadi pada Galant?
Arghi menepis pelan tangan Galant kemudian berpura-pura hal barusan tidak pernah terjadi agar kecanggungan tidak datang di antara mereka.
"Aku tidak tahu apa yang salah pada diriku, Arghi. Maaf." Suara Galant yang rendah dan terselip penyesalan di sana membawa perasaan bersalah pada Galant. Mungkin saja apa yang dilakukan Galant adalah pengaruh dari hormon berlebihan yang dikeluarkan oleh tubuhnya. Mungkin saja.
Arghi hanya tersenyum dan berharap itu tidak terlihat palsu di mata Galant saat ini. "Tidak masalah."
Nyatanya itu adalah masalah.
Terima kasih telah membaca.