Galant mendesis ketika dia tiba-tiba merasakan rasa sakit saat betisnya tanpa sengaja membentur pinggir pintu kamar mandinya. Dia melangkah untuk duduk di pinggir ranjang ketika Galant baru menyadari bahwa kakinya telah terluka beberapa hari yang lalu.
Galant adalah seseorang yang memiliki toleransi akan rasa sakit seperti ini, seharusnya dia tidak terlalu merasakannya sekarang. Namun, dengan dia merasakan rasa sakit itu Galant kembali menyadari bahwa dia memiliki luka ini yang Galant abaikan begitu saja setelah perawatan dari rumah sakit beberapa waktu yang lalu.
Tentu saja Arghi tidak tahu tentang ini, atau jika dia sampai tahu maka Arghi pastilah akan menyalahkan dirinya sendiri atas apa yang menimpa Galant. Padahal ini sama sekali bukan salahnya, melainkan kecerobohan Galant sendiri.
Galant menarik napas dalam saat dia melepas celana panjangnya yang tampak mengganggu sekarang dan dia bisa melihat lebih jelas lubang kecil pada betis kanannya. Sungguh Galant sebenarnya dia sendiri tidak pernah mengira bahwa gigitan dari seekor anjing akan sekecil ini padahal anjing itu sama sekali tidak kecil dan dokter mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hanya saja baru sekarang Galant merasakan rasa sakitnya karena benturan tadi yang membuatnya heran.
Kepala Galant terangkat memandang keluar, matahari telah naik dan makan siang sebentar lagi. Galant sendiri bingung hendak turun ke bawah untuk menemani Arghi di sana, tetapi tetap saja akan ada rasa canggung di antara mereka. Menyelimuti dengan ketidaknyamanan.
Setelah menyelesaikan sarapan tadi, Arghi menyuruh Galant untuk naik ke kamarnya dan seperti tidak terjadi apa-apa pada mereka berdua Arghi tetap tersenyum seperti biasa, berbicara seperti biasa dan bersikap biasa. Itu sebenarnya membawa angin segar bagi Galant, dia tahu perbuatan yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan dengan mencium kening Arghi seperti itu. Namun, Galant sangat sulit untuk mengendalikan dirinya sendiri. Tepatnya dimulai sejak Galant mencium aroma menyegarkan itu dari Arghi secara langsung.
Setiap otot yang berada di bawah perutnya menggeliat hendak lolos dari tempatnya dan Galant berusaha kuat menahan untuk tetap di tempat. Dia tidak mungkin melompat masuk ke dalam celana Arghi yang notabenenya adalah sahabat Galant sendiri. Galant juga normal walaupun dia tahu bahwa Arghi tidak, tetapi bukan berarti Galant bisa melakukan hal-hal seperti itu padanya.
Galant tersentak dari lamunannya ketika pintu tiba-tiba terbuka dan dengan gerakkan refleks dia meraih celana, tetapi Galant belum sempat memasang kembali celana yang tengah dia pegang, Arghi telah lebih dahulu masuk. Mata Galant melebar untuk sesaat dan kemudian menyadari bahwa Arghi sebenarnya tidak dapat melihat dia sekarang dan Galant diam-diam menghela napas.
"Galant, aku sudah mengetuk pintu beberapa kali. Kamu di sini? Galant?"
Galant menjadi linglung untuk beberapa saat, terpaku dalam kebisuan yang terbentang di antara mereka. Arghi masih berdiri dengan satu tangannya yang bertumpu pada dinding, kepalanya bergerak seolah-olah dia tengah memandang sekitar mencari sosok Galant yang sebenarnya sedang duduk kaku memegang erat celananya. Bukan karena Galant tidak pernah memperhatikan bagaimana rupa Arghi sebelumnya, akan tetapi kali ini semuanya tampak sangat berbeda dalam ruang lingkup pandangan Galant sekarang.
Seperti seseorang menekan tombol di dalam kepala Galant sekarang membuatnya merasakan kesegaran menjalar ke sekujur tubuhnya hanya dengan melihat orang yang tengah berdiri di hadapan Galant sekarang. Tidak heran dia hampir kehilangan kendalinya terhadap sahabatnya sendiri ini.
"Galant? Kamu tidak ada di sini?" tanya Arghi kembali dan Galant masih terdiam memandang Arghi hingga dia sampai berdiri sambil mengendus udara dengan hati-hati, menjejalkan aroma segar itu masuk ke dalam rongga paru-parunya seperti dia menjadi kecanduan. Saat itu juga celana yang berada di dalam genggaman Galant merosot terjatuh mengagetkan Arghi dan juga Galant sendiri yang pikirannya buyar detik itu juga.
"Galant? Kamu di sana?" Arghi berjalan mendekat dan Galant semakin terdiam tak bergerak kehilangan kata-katanya untuk menjawab, pikirannya menjadi kosong seiring Arghi yang tengah berjalan mendekat ke arahnya. Galant memiliki keinginan kuat untuk meraih Arghi kembali ke dalam pelukannya. Ini sangat kacau.
Galant tersentak sekali lagi saat telapak tangan lain telah menempel di dada Galant, Galant menggigit bagian dalam pipinya erat dan tangannya tergenggam kuat di masing-masing sisi tubuhnya agar tidak membiarkan pikiran-pikiran kotor Galant yang berada di dalam kepalanya menguasai Galant yang hendak mendorong Arghi ke atas ranjang dan menekannya di sana.
"Galant, kenapa kamu diam saja?" Galant berkedip untuk beberapa saat menyadarkan dirinya sendiri bahwa Arghi sekarang telah berdiri di hadapannya, dia juga menekan kuat perasaan bergejolak yang menekan perutnya semakin lama Galant berada di dekat Arghi untuk terus berada di tempatnya.
"Ada apa?" tanya Galant dan dia berharap suaranya tidak terdengar dalam dan keras. "Bukankah kamu seharusnya tidak naik tangga sendirian?"
Ada helaan napas dari Arghi, dan juga Galant kecewa saat Arghi menarik tangannya dari dada Galant.
"Apakah kamu masih belajar sekarang?" Arghi tampaknya mengabaikan pertanyaan khawatir yang Galant lontarkan.
"Aku baru menyelesaikannya. Ada apa?"
Arghi tidak langsung menjawab, tangannya terangkat ke belakang kepalanya dan mengacak rambutnya pelan dan kemudian mulai kembali berbicara, "Galant, bisakah kamu membantu aku untuk memotong rambutku, ini sedikit mengganggu."
Mata Galant bergulir untuk memandang helaian rambut hitam Arghi yang mulai memanjang, dia tanpa sadar telah meletakkan jemarinya menelusup masuk pada rambut Arghi yang halus. Galant bahkan merasakan Arghi menegang di bawah kulit Galant, mereka terdiam satu sama lain dan Galant tidak menghentikan jarinya untuk bergerak menyisir rambut Arghi perlahan. Menyingkirkan beberapa helai rambut Arghi ke samping, Galant seperti bergerak autopilot dan juga merasakan detak jantungnya meningkat.
Dia melihat bibir Arghi membuka ingin mengatakan sesuatu, tetapi Galant lebih dahulu menyela. "Jangan di potong Arghi. Ini baik-baik saja."
"Ini mengganggu." Galant merasakan suara Arghi menjadi berbeda dan Arghi pun menepis pelan tangan Galant untuk menjauh dari kepalanya.
"Aku bisa membantumu, untuk menyekanya," kata Galant hampir seketika.
Galant melihat tangan Arghi telah melingkar erat pada lengan Galant sekarang dan kepalanya mendongak menghadap pandangan Galant dan Galant tidak menyangka pertumbuhannya secepat ini. Beberapa hari yang lalu dia setinggi Arghi sekarang Galant bahkan telah melampauinya.
"Galant, tolong jangan bersikap seperti ini. Kamu membuatku tidak nyaman. Tolong bersikap seperti biasa. Aku tidak tahu apa yang salah, tetapi bisakah kamu berhenti dan lupakan saja ini."