"Iya, aku tahu. Aku akan datang, beberapa menit lagi." Galant hampir memutar matanya tidak tahan untuk menunggu terlalu lama. Perhatiannya teralihkan dengan percakapan lain di ruang tengah. Namun, orang yang berada di seberang telepon sana sama sekali tidak ingin mengerti untuk menutup mulutnya agar Galant bisa mendengar lebih baik percakapan apapun yang sedang terjadi dengan Arghi dan juga Reiki. "Baik, aku akan ke sana. Tidak perlu datang untuk menjemputku."
Untuk beberapa detik Galant tersadar akan tindakannya yang langsung mematikan ponsel begitu saja, dia biasanya tidak pernah melakukan tindakan tidak sopan itu akan tetapi semua yang aneh terjadi pada sifatnya yang berubah drastis ini.
Galant kembali datang di mana Arghi duduk dengan kaku di kursinya, dia menyipit menatap bolak-balik antara Reiki dan juga Arghi di sana. Galant diam bukan berarti dia tidak tahu hal apa yang tengah menjadi garis pemisah di antara suasana kaku ini di antara mereka, hanya saja Galant bersikap seolah dia tidak tahu apa-apa.
"Arghi." Galant tidak ingin meninggalkan Arghi sendirian di rumah ini sementara dia mengerjakan tugas kelompoknya. Pikiran buruk selalu bisa hinggap di dalam kepala Galant apalagi setelah semua yang terjadi.
"Galant, ada apa?" Arghi bertanya sambil berdiri, wajahnya menghadap ke arah Galant dan ada denyut menyakitkan timbul di dada Galant saat Arghi tidak benar-benar melihatnya sekarang. Dia selalu berharap bahwa ini hanyalah bagian dari mimpi buruk Galant dan dia akan terbangun di sisi Arghi yang menyambutnya dengan senyuman dan kedipan mata berkilau yang memang tengah menatapnya bukan sebuah pandangan kosong seperti sekarang.
Galant melirik sekejap ke arah Reiki yang tengah mengangkat alisnya ingin dan Galant kembali menghadap Arghi sepenuhnya. "Aku ada janji dengan temanku di kafe terdekat sini untuk mengerjakan sebuah tugas kelompok, tetapi aku mungkin harus mengajak kamu juga."
Itu ide yang bagus. Dia memang harus mengajak Arghi untuk turut ikut serta, agar Arghi juga dapat terbiasa dengan orang-orang dan juga keramaian. Mungkin saja Arghi sudah bosan terus berada di dalam rumah terkungkung di balik tembok dingin rumah mereka.
"Tidak. Untuk apa? Aku tidak ingin pergi."
"Tapi kamu sendirian."
"Omong kosong apa ini, ada aku di sini sekarang. Galant tidak perlu khawatir tentang apapun." Reiki menyela bahkan sebelum Galant hendak membuat alasan lain pada Arghi dan juga Galant tidak ingin meninggalkan mereka hanya berdua di rumah, tidak tahu apa yang akan terjadi nantinya.
"Benar, Galant. Sekarang sekolahmu adalah yang paling utama." Galant sepenuhnya berhenti untuk membujuk Arghi. Dia juga tidak ingin Arghi mengeluarkan kata-katanya yang mana bahwa dirinya hanya sebuah beban di mata Galant. Galant dengan berat hati pada akhirnya meninggalkan Arghi di rumah ini bersama Reiki, dan dia hanya mengucapkan selamat tinggal dengan berat hati.
Ketika pintu tertutup sempurna di belakang Galant, dia masih tidak bisa mengabaikan bagaimana Arghi berbicara lagi setelahnya yang sukses membuat Galant terdiam untuk beberapa saat.
"Reiki, kamu bisa melihatnya. Aku benar-benar tidak bisa untuk terus menjadi beban bagi Galant. Aku tidak bisa."
***
Galant menyeruput secangkir kopi yang berada di genggaman tangannya, matanya tertuju pada suara denting halus dari pintu kafe yang terbuka. Dia tanpa sengaja menghembuskan napasnya dan kembali menyesap kopinya hingga tandas.
"Jika aku menjadi Arghi, aku pastinya akan tahu diri dengan lari dari rumah Galant. Apakah dia tidak malu menjadi benalu?"
Mata Galant melebar dan melesat mencari suara samar itu di antara suara dengung-dengung percakapan lainnya, telinganya menajam untuk mendengarkan suara perempuan yang baru saja berbicara kata-kata buruk tentang Arghi itu. Dia meletakkan gelas kosong itu dan tanpa sengaja telah menarik perhatian temannya yang duduk di seberang tempat duduknya.
"Ada apa Galant, kamu tampak gelisah?"
Galant tersenyum tipis pada temannya, walaupun dia merasa panas karena kemarahan yang menggulung di dadanya. "Tidak ada, aku hanya memikirkan Arghi di rumah."
"Kamu mengatakan bahwa Arghi bersama temannya, kan? Kamu tidak perlu khawatir tentang itu."
Galant lagi-lagi tersenyum dan mengangguk, justru karena ada Reiki yang membuat Galant gelisah juga ucapan apapun itu dari orang-orang yang tidak Galant kenal di kafe ini. "Semua telah berubah."
"Kamu tahu dengan benar bahwa Arghi tidak ingin membuat kamu khawatir dengan kondisinya sekarang, dia hanya ingin semua kembali normal."
Bahkan teman Galant sendiri tahu bagaimana tentang sikap Arghi seharusnya dan itu menarik ketidaksenangan Galant datang. Dia merasa tidak ada yang lebih mengenal Arghi selain Galant sendiri. Galant melihat temannya yang tengah meletakkan gelas ke meja dan pandangan mereka bertemu seketika itu Galant kembali bersuara, "
Hanya itu yang bisa Galant katakan sebelum dia kembali mendengar sebuah gumaman dari belakangnya yang terdengar sangat terang-terangan. "Seperti kata-katamu, aku tidak benar-benar tahu apa yang membuat orangtua Galant menampungnya. Arghi hanya membuang-buang ruang atau dia bisa saja menunggu waktu yang tepat untuk mengambil alih harta Galant, kan?"
"Dia buta. Bagaimana orang buta bisa melakukannya." Suara tawa menyusul membuat Galant tidak dapat menahan diri lebih lama lagi, dia bangkit berdiri menyebabkan kursi yang dia dudukki barusan terguling ke belakang menarik banyak pasang mata ke arahnya, Galant berbalik dengan tajam. Matanya langsung tertuju pada dua orang perempuan dua meja jauh darinya.
Tatapan tajam yang Galant lontarkan pada mereka sudah cukup membuat mereka terdiam menunduk dan bisa dipastikan memang merekalah yang telah mengucapkan begitu banyak omong kosong padanya. Dia berada di tempat umum sekarang bukan di sekolah dan Galant sama sekali tidak mengenal perempuan-perempuan itu.
"Galant apa yang kamu lakukan?" Galant tidak mengalihkan pandangan pada temannya yang melihat kemarahan Galant yang meluap sekarang. Matanya masih tertuju pada perempuan-perempuan itu dan mereka masih cukup beruntung Galant tidak akan melakukan hal-hal buruk untuk membalas ucapan mereka karena mereka adalah seorang perempuan.
"Aku ingin pulang, terlalu banyak mulut yang tidak dapat ditutup dengan benar." Galant mendesis sambil meraih cepat ponselnya yang tergeletak di atas meja. Dia sudah cukup sekarang di sini, tugas sekolahnya telah selesai.
"Mulut siapa? Apakah mereka yang si sana melakukan sesuatu padamu Galant?"
Galant mengabaikannya, dia langsung melesat keluar kafe ketika dia telah sampai di luar Galant menarik napas dengan rakus seolah-olah telah menahannya begitu lama. Galant merasa sekarang begitu buruk untuk berada di tempat di mana orang-orang banyak berkumpul dalam satu ruang.
Aroma-aroma yang menguar dari tubuh mereka begitu menusuk ke hidung Galant sampai menembus ke dalam paru-parunya dan Galant merasa hal itu sangat mengganggu. Belum lagi telinganya mendengar suara-suara tidak penting dari orang lain yang membuat Galant muak. Dia mungkin harus memeriksa kondisi tubuh pada dokter.
Galant berjalan menjauh, dia mengacak rambutnya dan merenungkan beberapa saat untuk memutuskan apakah dia bisa menghisap rokok elektrik lagi setelah beberapa minggu yang lalu Galant berjanji tidak akan melakukannya kembali. Pada akhirnya Galant mendengus dan beranjak dari depan toko yang menjual barang-barang itu dan menuruti apa yang Arghi katakan padanya.
Galant berdiri di pinggir jalan menunggu kendaraan umum untuk dia naiki sampai ke rumah dan tidak sabar untuk bertemu Arghi kembali, rasa-rasanya Galant telah meninggalkan Arghi berjam-jam lamanya dan memikirkan Arghi masih bersama Reiki membuatnya semakin tidak tenang.
Bruk!
Galant bergerak mundur segera ketika seseorang tanpa sengaja menabrak dirinya dengan keras. Mata Galant bergerak untuk melihat seorang pria yang memiliki tinggi sama seperti dirinya, Galant tidak bisa melihat dengan jelas wajah itu yang menunduk tertutup oleh topi hitam. Namun, di dalam diri Galant seolah dia pernah bertemu orang ini sebelumnya.
"Maaf."
Mata Galant melebar seketika ketika dia mengenali suara itu, dia dengan segera meraih lengan pria itu dengan kuat. Amarah Galant cepat bergejolak naik cengkeraman yang dia buat begitu kuat dan Galant ingin sekali meremukkan pria ini dan mengirimnya langsung ke neraka.
"Beraninya kamu masih berkeliaran dengan bebas, setelah apa yang kamu lakukan."