"Ada apa Arghi?" tanya Galant merasakan rasa takut mulai menjalari pikirannya saat ini. Mata Galant menatap waspada ke arah Arghi menyapu setiap inci wajahnya untuk mencari-cari sesuatu yang salah di sana, hingga menyebabkan jantungnya berdetak tak karuan. Dia takut sesuatu yang salah terjadi pada Arghi, terluput dari pandangan Galant sekarang.
"Mengapa kamu tidak mengatakan jika hari ini kamu berulang tahun, Galant?" tanya Arghi sukses membuat Galant tercengang.
"Hah? Ulang tahun?" tanya Galant sedikit linglung.
Otak Galant yang dalam sepersekian detik seolah berhenti untuk memikirkan hal lain kali ini kembali berpacu. Dia menjadi sedikit rileks saat mengetahui tidak ada hal lain yang perlu dikhawatirkan dari Arghi untuk sekarang dan membawa perasaan lega ke dalam dirinya.
"Bagaimana kamu tahu?" tanya Galant yang dia sendiri lupa akan itu. tanggal berapa sekarang? Atau hari apa ini?
"Aku menghitungnya cepat dari tanggal yang kuingat." jawab Arghi tampak bangga dengan dirinya sendiri saat ini.
Galant langsung menghela napasnya yang sedari tadi tanpa sadar dia tahan. Kembali menegakkan punggungnya Galant kemudian berkata pelan, "Arghi, aku pikir terjadi sesuatu. Ulang tahun sekarang sama sekali tidak penting."
"Mengapa?" tanya Arghi cepat padanya. "Bukankah kamu selalu menginginkan untuk menjadi dewasa lebih cepat?"
Benar, tetapi itu dulu di mana dia masih belum memikirkan akan masa depan. Di mana Galant hanya ingin melampaui Arghi, menjadi lebih baik darinya. Namun, semuanya sekarang tidak terlalu berarti, dia hanya mengikuti waktu membawanya dengan berputar-putar tak terkendali.
"Benar, aku sekarang sudah lebih tinggi darimu." Galant selalu berhati-hati dalam berucap agar setiap kata yang dia lontarkan tidak sedikitpun menyinggung akan kekurangan Arghi. Galant tidak ingin Arghi sedih.
"Bukan berarti kamu dewasa, Galant."
"Aku tahu kamulah yang paling dewasa," kata Galant main-main dan berbalik untuk menyusun piring-piring yang telah dia cuci kembali ke rak. Dia diam-diam menaruh salah satu gelas yang pecah dan sebuah piring yang telah terbelah menjadi dua ke dalam kotak sampah, sebelumnya dia terlalu erat memegangnya karena sejak tadi menahan tubuhnya sendiri untuk tidak bereaksi akan aroma-aroma yang dibuat oleh Arghi. Galant bahkan mengira bahwa dia sudah gila, untuk bergulat dengan dirinya yang lain di dalam tubuhnya sendiri sepanjang waktu saat Galant berada di dekat Arghi.
"Apa yang kamu buang, Galant?" tanya Arghi menarik kembali fokus Galant.
Jakun Galant bergerak naik turun dan dia menjadi gugup, yakin sekali jika Arghi tahu bahwa dia telah memecahkan gelas dan juga piring dia tidak akan boleh untuk datang berkutat melakukan ini lagi.
"Tidak ada," bohong Galant mengalihkan pandangannya dari Arghi dan dengan sengaja berjalan mondar-mandir berpura-pura dia memang sedang sibuk melakukan ini dan itu.
"Jadi, apa yang kamu inginkan kali ini?" tanya Arghi menghentikan gerakkan Galant sementara dari mengelap tangannya yang basah di bajunya.
Walaupun di dalam hati Galant dia menginginkan agar ayahnya kembali ke dalam kehidupan mereka berdua kali ini, di mana itu adalah hal yang tidak mungkin untuk dilakukan bagi Galant. Jadi, dia memohon di dalam hatinya untuk kebaikan Arghi untuk dapat melihat kembali seperti semula.
"Aku... aku ingin kamu bisa melihatku lagi." Galant sebelumnya telah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membuat Arghi menjadi sedih, akan tetapi sangat sulit untuk menahan lidahnya untuk tidak berkata mengenai keinginannya sendiri.
Arghi tertawa tanpa humor sambil mengatakan, "Ini tentangmu Galant. Jangan meminta tentang hal yang tidak mungkin terjadi."
"Benar ini tentangku, mengapa kamu begitu putus asa. Kita hanya belum mencobanya. Jika kamu bisa melihat, kamu pastinya akan membuatkanku kue ulang tahun yang terlalu manis setiap tahunnya."
Cukup Galant. Dia mengingatkan dirinya sendiri untuk berhenti membuat begitu banyak kata-kata yang tidak perlu pada Arghi.
"Seharusnya aku tidak mengatakan apapun ketika aku tahu bahwa aku tidak dapat memberimu apa-apa," kata Arghi tanpa nada. Galant tidak dapat melihat mata itu ketika Arghi menunduk dan helai-helai rambut Arghi menutupinya dengan baik. Arghi kemudian kembali melanjutkan, "Selamat ulang tahun, Galant. Aku selalu berharap kamu bahagia."
Galant kehilangan kata-katanya sendiri ketika Arghi mulai beranjak untuk pergi meninggalkannya seorang diri. Dia melihat punggung Arghi yang sekarang mengecil menjauh dari jangkauan Galant.
Galant dengan sekejap merasakan keputusasaan mulai datang menjalari hatinya, tidak hanya itu kesedihan yang merambat seolah naik ke kerongkongan Galant. Dia mengerjap untuk beberapa saat di mana pandangan yang mengarah Arghi yang berjalan jauh menjadi buram.
Kepala Galant pun tak luput untuk menambah rasa tidak nyaman dan sakit yang mencengkeram kuat. Dia berpikir bisa terjatuh dan pingsan kapan saja sekarang karena penglihatan Galant yang semakin lama semakin menggelap.
"Arghi." Dia tidak tahu apakah Arghi mendengarnya atau tidak, tetapi dia tidak bisa lagi menahan tubuhnya untuk merosot ke lantai dengan suara keras. Semuanya menjadi gelap dan Galant tidak dapat merasakan apapun lagi."
"Galant!"