Chereads / Addicted (IND) / Chapter 28 - 28. Pingsan

Chapter 28 - 28. Pingsan

"Galant."

Kulit Galant meremang saat Arghi memanggilnya dengan perlahan seperti itu dia semakin memendamkan wajahnya lebih jauh ke dalam perut rata Arghi. Galant memiliki keinginan kuat untuk menyikap kaus tipis yang menghalangi wajahnya ini untuk agar dia bisa langsung bersentuhan dengan kulit halus Arghi.

"Hm?" Galant bergumam sebagai tanggapan dan agar Arghi terus berbicara sementara Galant mendengarkan suara itu yang seolah membelai dirinya dengan lembut. Tidak ada satu orang pun yang pernah memperlakukan Galant seperti ini serta menyayanginya penuh kasih dan juga sesuatu berbeda yang tidak Galant ketahui untuk dia katakan. Dengan semua dia miliki dari Arghi yang telah menjadi bagian penuh dari hidupnya, bagaimana bisa Galant membiarkan Arghi pergi?

"Maafkan—" Galant benci kata-kata itu keluar dari Arghi. Dia tahu bahwa Arghi tidak memiliki kesalahan sedikit pun pada Galant, jika pun Arghi melakukannya itu jelas salah Galant sendiri. Galant meletakkan telapak tangannya tepat di bibir Arghi dan dia diam-diam merasakan tekstur halus dan juga kenyal di tangannya.

Semakin Galant tumbuh dia menyadari bahwa apa yang dia rasakan terhadap Arghi tidak sesederhana rasa sayang di antara persahabatan mereka, ini bahkan lebih jauh lagi dari itu.

"Jangan mengatakan itu," kata Galant dengan suaranya yang memberat. Dia melihat tubuh Arghi menegang saat Galant mengusap halus bibir kemerahan Arghi dan kemudian naik merasakan kulit lainnya di wajah Arghi. Kepalanya berada di atas pangkuan Arghi ini terasa lebih intim yang pertama kali Galant rasakan terhadap Arghi. Napas Galant memburu ketika Arghi bahkan memejamkan matanya menikmati setiap sentuhan yang Galant buat untuknya. Jemari Galant naik mengusap mata itu yang tertutup dan dia tidak bisa menahan diri saat ujung-ujung jarinya pada akhirnya kembali jatuh ke atas bibir Arghi.

Galant ingin merasakanya.

Maka dia menelusupkan tangannya pada helai rambut Arghi dengan pandangannya yang tak pernah beralih dari bibir itu, tetapi sebelum Galant bisa menekan kepala Arghi kebawah, Arghi lebih dahulu telah memindahkan tangan Galant ke sisi tubuhnya. Galant mengerjap dengan linglung, sadar bahwa dia jika benar-benar mencium Arghi maka tidak tahu lagi suasana apa lagi yang akan tercipta di antara mereka. Apakah itu sebuah kecanggungan atau sesuatu yang lain?

"Apakah kita harus pergi ke rumah sakit?" Galant mengangkat alisnya mendengar pertanyaan itu.

"Untuk apa? Itu sama sekali tidak perlu Arghi, sekarang aku baik-baik saja."

"Kamu tidak pernah pingsan sebelumnya, bagaimana aku tidak mengkhawatirkan itu." Jantung Galant seolah berhenti dan dia menahan napas ketika Arghi menunduk ke arahnya. Hidung mereka hampir bersentuhan dan mungkin Arghi tidak menyadari itu, raut khawatir yang tercetak jelas di wajah Arghi adalah salah satu yang ingin Galant lihat setiap harinya. Di mana pikiran Arghi saat melakukan itu hanya perpusat padanya. Kekecewaan datang tatkala Arghi kembali menarik wajahnya menjauhi Galant.

"Kamu tidak perlu khawatir Arghi, aku baik-baik saja, selama kamu juga dalam kondisi baik-baik saja juga. Kamu tahu saat kamu berbalik dan pergi meninggalkanku seperti barusan aku berpikir duniaku akan berakhir bersama kemarahanmu. Tapi saat kamu kembali datang padaku dan menyentuhku, aku tahu semua akan berakhir baik. Seperti saat aku melihat cahaya di antara kegelapan sebelumnya yang aku miliki dalam waktu singkat itu."

Galant sungguh tidak berbohong, kalimat-kalimat panjangnya adalah kebenaran yang dia coba katakan pada Arghi. Walaupun terdengar tidak masuk akal bagi Arghi, tetapi semua itu memang terjadi. Dia merasa saat ini bisa mengatakan banyak hal di dalam pikirannya pada Arghi.

"Di umurku yang sekarang sudah delapan belas tahun, aku belum pernah mencoba mencicipi minuman keras setetes pun. Mengapa sekarang aku bahkan belum meminumnya, tetapi aku sudah mabuk lebih dahulu?"

"Aku tidak tahu."

"Itu kamu."

***

Ini sudah tengah malam Galant tahu itu, tetapi dia tidak akan membiarkan matanya terpejam untuk lanjut ke alam mimpi. Ini akan sangat membuat dirinya menyesal jika dia tertidur di dalam momen yang dia nantikan sejak dia mulai mencium aroma-aroma wangi yang memabukkan menguar dari tubuh Arghi.

Galant menggerakkan tubuhnya semakin mendekat serta menempel pada belakang bagian tubuh Arghi, tak lupa tangannya yang telah lebih dahulu melingkar pada pinggang Arghi semakin mengerat sepanjang dia menarik napas dalam-dalam. Dia sepertinya bisa melayang kapan saja dan terbang ke angkasa.

Ini tampak bukan sesuatu yang normal yang biasa mereka lakukan sepanjang mereka tinggal bersama mulai dari kecil, akan tetap setiap dia memiliki kesempatan untuk tidur di ranjang yang sama dengan Arghi dia tidak pernah melewatkan untuk menelusup masuk ke dalam selimut Arghi terlepas dia memilikinya juga.

Dia tidak perlu repot–repot untuk mengingat kembali bagaimana mereka sampai di kamar Galant dan sekarang Arghi tampaknya telah tidur pulas di dalam pelukan erat Galant. Bukannya Galant tidak menyadari perbedaan ukuran tubuh mereka saat ini yang tampaknya Arghi bahkan terasa sangat kecil dan terlihat rapuh di dalam pelukannya, akan tetapi karena itulah dia merasa senang dan juga bahagia karena pada akhirnya dia bisa menjaga Arghi dan melampauinya sama seperti Arghi melakukan itu seperti seorang kakak. Namun, Galant tidak ingin dianggap seperti itu.

Galant tidak tahu kapan lagi dia bisa seperti ini di saat Arghi secara perlahan mendorongnya menjauh dari jalan berkelok yang akan dengan senang hati dia hadapi. Arghi tidak ingin Galant sepertinya, akan tetapi bagaimana dia bisa melakukan seperti apa yang Arghi inginkan ketika perasaan menggebu dari dalam tubuhnya terus memberontak. Mungkin dia bisa gila jika terus menekannya tetap di dalam.

Galant secara dalam kesadaran penuhnya menempelkan permukaan bibirnya pada tengkuk Arghi yang sama sekali tidak mendapat reaksi apapun dari dirinya, karena Arghi tetap tidur dengan nyenyak terbukti dari napas Arghi yang masih berhembus teratur bersamaan dengan detak jantung yang berdenyut seperti irama malam yang tenang.

Apa yang dilakukan Galant sendiri membawa denyut samar serta darahnya yang mengalir deras ke bawah tanpa kendali. Rasa panas pun tak luput menjaliri lehernya hingga naik ke pipi hingga menyebabkan mata Galant melebar dan dia menyentak mundur menjauh dari Arghi.

Jantung Galant yang berdebar kencang di tengah malam yang hening takut-takut dapat membangunkan Arghi dan menambah kepanikkannya semakin menjadi atas apa yang baru saja dia lakukan terhadap sahabatnya sendiri. Galant berbisik rendah pada dirinya sendiri, "Apa yang telah aku lakukan?"