Arghi tidak langsung menjawab, tangannya terangkat ke belakang kepalanya dan mengacak rambutnya pelan dan kemudian mulai kembali berbicara, "Galant, bisakah kamu membantu aku untuk memotong rambutku, ini sedikit mengganggu."
Mata Galant bergulir untuk memandang helaian rambut hitam Arghi yang mulai memanjang, dia tanpa sadar telah meletakkan jemarinya menelusup masuk pada rambut Arghi yang halus. Galant bahkan merasakan Arghi menegang di bawah kulit Galant, mereka terdiam satu sama lain dan Galant tidak menghentikan jarinya untuk bergerak menyisir rambut Arghi perlahan. Menyingkirkan beberapa helai rambut Arghi ke samping, Galant seperti bergerak autopilot dan juga merasakan detak jantungnya meningkat.
Dia melihat bibir Arghi membuka ingin mengatakan sesuatu, tetapi Galant lebih dahulu menyela. "Jangan di potong Arghi. Ini baik-baik saja."
"Ini mengganggu." Galant merasakan suara Arghi menjadi berbeda dan Arghi pun menepis pelan tangan Galant untuk menjauh dari kepalanya.
"Aku bisa membantumu, untuk menyekanya," kata Galant hampir seketika.
Galant melihat tangan Arghi telah melingkar erat pada lengan Galant sekarang dan kepalanya mendongak menghadap pandangan Galant dan Galant tidak menyangka pertumbuhannya secepat ini. Beberapa hari yang lalu dia setinggi Arghi sekarang Galant bahkan telah melampauinya.
"Galant, tolong jangan bersikap seperti ini. Kamu membuatku tidak nyaman. Tolong bersikap seperti biasa. Aku tidak tahu apa yang salah, tetapi bisakah kamu berhenti dan lupakan saja ini."
***
"Galant? Aku akan membuka pintu, temanku tetangga kita berada di depan. Jika kamu selesai belajar, kamu bisa keluar dan bergabung," kata Arghi menyelesaikan kalimatnya, suara itu terdengar sangat jelas di pendengaran Galant seolah Arghi tengah berbicara tepat di sebelah Galant. Semua indera pada diri Galant menjadi tajam dan sensitif tanpa tahu penyebabnya, dia bahkan terkadang baru-baru ini bisa mendengar setiap tarikan napas yang terhembus dari Arghi dan detak jantung Arghi yang seperti irama malam yang menenangkan.
Galant mengangguk dan menyadari bahwa Arghi tidak akan bisa melihat dan mendengarnya maka Galant berteriak menyetujuinya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan bagi Galant ketika hanya ada tetangga mereka yang mampir untuk hanya sekadar berkunjung, orang itu pun adalah teman baik Arghi selama masa perkuliahannya. Namun, di lain sisi Galant tidak bisa mengabaikan perasaan tak nyaman yang datang menghampiri hatinya mengetahui bahwa seseorang selain Galant berada di dekat Arghi sekarang.
Galant menyentak lamunannya sendiri tatkala dia menyadari harus mengakhiri sesi berendam dan merasa hal itu hanya membuang-buang waktunya ketika dia bisa bersama Arghi di luar sana lebih lama lagi. Dia juga melemaskan otot-otot rahangnya yang saling menekan, menahan emosi menggelegak hendak melesat menarik Arghi kembali ke kamar dan mengakhiri sesi bincangnya.
"Aku tidak menyangka kamu benar-benar membawa seikat rumput dari sana jauh-jauh untukku, aku hanya bercanda saat itu."
Galant terdiam mendengar perkataan dari Arghi dan juga disusul tawa yang belum pernah Galant dengar kembali sejak insiden itu. Begitu ringan seperti memang tak pernah terjadi hal-hal berat di antara mereka sebelumnya.
Namun, ada yang salah. Ada yang salah pada Galant, dia sama sekali tidak senang mendengar tawa itu. Lebih tepatnya dia tidak senang karena bukan Galant yang menjadi penyebabnya.
Pendengaran Galant hanya berfokus pada apa-apa yang terucap dari bibir Arghi dan semakin lama dia mendengar Galant tanpa sadar telah mengeratkan kepalan tangannya.
Milikku.
Milikku.
Galant mengerjap dan tiba-tiba menjadi bingung, suara siapa itu?
"Itu suaraku," bisik Galant pada dirinya sendiri dengan kebingungan, suara itu memang milik Galant akan tetapi sama sekali berbeda lewat nadanya yang lebih dalam. Namun, jika itu memang Galant yang mengatakannya mengapa tidak keluar dari bibir Galant melainkan dari dalam benaknya?
"Permintaan kecil seperti itu bukanlah hal besar, aku sudah cukup lama tinggal di luar negeri dan aku tahu itu adalah pilihan yang sangat aku sesali." Suara lain itu menyebabkan mata Galant menajam, dia langsung melesat maju membuka pintu dan berjalan cepat yang dia pikir senatural mungkin untuk menemui Arghi di sana dengan tamu mereka.
Ini adalah perasaan tidak senang yang muncul tiba-tiba memenuhi dada Galant padahal pada awalnya Galant tidak pernah mempermasalahkan dengan siapa Arghi berteman termasuk pada tetangga mereka sendiri. Namun, sekarang tampaknya telah berubah apalagi ketika mata orang itu menangkap Galant dan berdiri seketika, Galant menjadi lebih dari merasa ketidaknyamanannya meningkat dengan campuran ketidaksenangan.
"Galant? Lama tidak bertemu."
Galant hanya tersenyum tipis sebagai kesopanan yang diajarkan oleh Arghi padanya.
"Reiki," balas Galant berjalan mendekat ke arah mereka berdua, Galant juga dengan sengaja mengambil tempat duduk di antara Reiki dan juga Arghi yang sejak tadi diam berbeda dengan sebelum Galant bergabung di antara mereka.
"Kamu begitu banyak berubah Galant," Kalimat yang terlontar dari Reiki yang seharusnya tidak perlu Galant tanggapi karena dia melihatnya sendiri dengan matanya. Galant terkejut dengan dirinya ketika menahan matanya hendak memutar bosan.
"Ya, masa pubertas." Galant sedikit menyesali nada arogan yang dia gunakan, tetapi mulutnya rasanya tidak bisa mengontrol itu.
Galant bisa melihat alis Reiki yang naik lalu Reiki berkata, "Bagus kalau begitu. Jadi, bagaimana perasaanmu Arghi?"
"Tentang apa?" Suara Arghi kembali terdengar sedikit membuat Galant memfokuskan matanya ke samping pada Arghi.
"Galant. Dia sudah lebih tinggi darimu?" Reiki bertanya dengan tawa di ujung pertanyaannya sambil melihat Arghi dengan cara yang tidak Galant sukai. Galant sebenarnya tahu bahwa dia seharusnya tidak berada di sini saat Arghi bertemu teman baiknya setelah sekian lama. Apalagi saat Reiki mengetahui kondisi Arghi yang sekarang tidak dapat melihat apapun. Sekarang percakapan masih terlihat normal di antara mereka.
"Ya, sebenarnya itu menjadi masalah. Tapi aku bisa apa? Aku tidak mungkin mematahkan tulangnya, kan?" kata Arghi ringan.
Lelaki yang lebih tua dari Galant itu hanya tersenyum tipis dan dia melirik sekilas pada Galant.
Suasana tiba-tiba berubah memberat dalam sekejap saat Argi berkata, "Reiki, jangan berpura-pura kamu tidak tahu bahwa aku buta."