Chapter 20 - Lebam yang Buruk Rupa

"Bukankah kamu ingin menjadi wanitaku? Bagaimana kalau aku memuaskanmu keinginanmu?" kata Christian.

Ella langsung mendongak saat mendengar pertanyaan itu. Ia memandang wajah Christian dan bertanya-tanya apakah Christian serius?

Apakah ia berhasil mendapatkan keinginannya?

Ia benar-benar tidak menyangka Christian akan mengatakan hal itu.

Ia tidak menyangka Christian mau mendukungnya.

Sudah lama ia menunggu kalimat itu keluar dari mulut Christian!

Christian menyaksikan reaksi Ella yang berubah-ubah, dari terkejut, tidak percaya dan kemudian bahagia. Tidak ada niat licik sedikit pun di wajah wanita itu. Christian masih tidak bisa memahami apa yang Ella inginkan darinya.

Dengan sarkasme di sudut bibirnya, "Sudah tidak sabar menunggu kalimat itu?" Ia memegang dagu Ella dengan satu tangannya dan rasa jijik terlihat di matanya dengan jelas. "Sudah berapa banyak pria yang bercinta denganmu? Sudah berapa banyak pria yang menyentuh tubuhmu?"

Membayangkannya saja membuat Christian merasa sangat murka. Ia benar-benar ingin membunuh semua pria-pria itu …

Ella membalas tatapan Christian secara langsung, melihat penghinaan dari mata itu. Meski dalam hati ia menyuruh dirinya untuk tidak memedulikan hinaan tersebut, tetap saja hatinya seperti tertusuk dan mengucurkan darah.

Ia menarik napas dalam-dalam dan menunjukkan senyum di wajahnya.

Apa gunanya bersedih? Di mata keluarganya saja, ia sudah sangat menjijikkan. Ia bisa menerima penghinaan apa pun.

"Meski demikian, kamu juga menginginkanku, kan?" Ella mengulurkan tangannya dan memeluk leher Christian dengan tatapan malas. "Kalau aku boleh membandingkan, kamu adalah yang terbaik."

Salah satu tangannya perlahan turun dan berhenti di dada Christian. "Kamu terobsesi denganku, kan?"

"Benarkah?" Christian menangkap pergelangan tangan Ella dan menarik tubuhnya. "Kamu masih bisa berbicara seperti itu?"

Semua kalimat yang keluar dari mulut Ella terdengar manis, tetapi Christian tahu bahwa apa yang keluar dari mulut Ella itu memang kenyataan.

"Tentu saja," Ella menyandarkan kepalanya di dada Christian. "Siapa pun yang pernah berhubungan denganmu tidak akan bisa melupakanmu dengan mudah."

"Oh? Apakah aku benar-benar berkesan untukmu?"

Christian memandang Ella lekat-lekat, seolah ingin mengetahui isi hatinya.

Tatapan itu seolah menembus jiwanya, membuat Ella merasa gelisah. Ia tidak ingin Christian melihat sisi tergelapnya.

Ia memaksa dirinya untuk tetap tenang di bawah tatapan itu.

"Iya." Ella mengangguk dengan yakin. Bulu matanya sedikit bergetar, memperlihatkan rasa memelas dari matanya.

Memeluk Ella seperti ini saja menumbuhkan rasa ingin memiliki dari diri Christian.

Ia seperti seorang pria yang telah mencicipi rasa buah terlarang dan terus menerus menginginkannya. Ella adalah candu untuknya.

Ella tidak menunggu Christian menjawab dan bertanya dengan manja. "Apakah kamu menginginkan yang lainnya?"

Kata-kata itu langsung membuat Christian menggendong Ella dan melemparkannya ke sofa di ruangan.

Rasa sakit membuat Ella sedikit mengerutkan keningnya. Pria ini sama sekali tidak kenal ampun, pada wanita sekali pun.

Christian memandang wanita yang berbaring di sofa. Wanita itu mengenakan pakaian kerjanya, namun entah mengapa pakaian itu malah membuatnya terlihat seksi. Kulitnya terlihat seperti mutiara, sementara wajahnya terlihat merah di bawah lampu yang berwarna-warni.

Wanita seperti ini, bagi pria mana pun, adalah sebuah godaan besar.

Pada saat ini, Christian sama sekali tidak peduli apakah Ella sudah memiliki pria baru sekali pun. Hanya ada Ella di mata Christian dan ia ingin memilikinya.

Sedetik kemudian, ia memegang bahu Ella dan mencium bibirnya dengan kasar.

Ella belum sempat bereaksi, belum sempat berpikir. Yang bisa ia rasakan hanyalah ciuman yang ganas dan kasar dari Christian.

"Umm .. Christian …"

Ia berusaha untuk melepaskan dirinya dari Christian.

Apakah pria ini sudah gila?

Sakit!

Tangan Christian yang memegang bahu Ella semakin mengerat, seolah ingin mengoyaknya.

Ella hanya bisa menggertakkan giginya dan aroma darah memenuhi indera penciuman mereka. Ciuman yang kasar itu membuat bibir Ella berdarah.

Tetapi Christian tidak peduli. Ia hanya berhenti sejenak dan melanjutkan ciumannya, sambil sesekali menggigit bibir Ella.

Ella berusaha untuk menahan rasa sakit di bahunya yang disebabkan oleh tangan Christian. Saat ia menghembuskan napas, hatinya seolah menegang.

Tangan Christian berpindah ke lehernya!

Mata Ella terbelalak. Pria ini benar-benar gila!

Christian perlahan mengeratkan tangannya yang mencengkeram leher Ella, membuat napas Ella semakin tersengal-sengal.

Apakah ia berniat membunuhnya?

Saat ini, wajah Haikal terlintas di benaknya. Wajah pria itu saat mencibir ke arahnya dan menyebutnya sebagai orang bodoh.

Setelah itu, wajah Indri yang terlintas …

Tidak! Ia tidak mau mati dengan cara seperti ini!

Masih banyak yang harus ia lakukan!

Jejak kejernihan yang tersisa di benaknya membuatnya menggenggam tangan Christian. Ia berusaha untuk menjaga agar matanya tetap terbuka dan mengalihkan pandangannya untuk menghindari ciuman dari Christian.

Kali ini, Christian tidak memaksanya. Tetapi tangannya tetap berlabuh di leher Ella yang mulus.

"Ingin mengatakan kata-kata terakhir?"

"Aku tidak tahu apa salahku …" Ella membalas tatapan dingin itu dan berkata dengan penuh tekad, "Ataukah ini caramu untuk menunjukkan kalau kamu tidak bisa kehilangan aku?"

"Katakan sekali lagi."

Kata-kata Ella seolah menusuk tepat di sasaran, membuat mata Christian bertambah tajam seperti elang. Tangannya tiba-tiba saja mencengkeram lebih erat.

Ella berpikir ia benar-benar akan mati kali ini, tetapi Christian melonggarkan tangannya.

Mungkin karena wajahnya sudah sangat buruk rupa, Christian melepaskan tangannya dan membiarkan Ella terjatuh ke lantai.

Rasanya ia baru saja menginjakkan kakinya di pintu kematian dan dibiarkan pulang sebelum melewatinya.

Ella menyentuh lehernya dan yakin bahwa lehernya itu akan lebam, meninggalkan jejak yang sangat buruk rupa. Mungkin ia harus membeli obat dan mengeluarkan uang untuk mengobatinya.

Dalam hati, ia menghela napas panjang. Tetapi ia bangkit berdiri dan berdiri tegak. Senyumnya masih sama seperti sebelumnya seolah Christian tidak berusaha untuk mencekiknya sampai mati. "Christian, tadi kamu bilang akan membiarkan aku menjadi wanitamu?"

Ella sama sekali tidak peduli dengan prosesnya. Yang ia inginkan adalah hasilnya!

Ia ingin mendapatkan dukungan dari Christian.

Tidak peduli bagaimana sulitnya proses yang harus ia lewati, yang penting ia bisa membalas dendam!

Sebelum Christian bisa menjawab, Ella melangkah maju dengan berani dan memeluk pinggang Christian. Ia menyandarkan kepalanya di dada Christian seolah tidak ada yang terjadi di antara mereka, dan berkata, "Christian, tidak menjawab sama saja dengan setuju."

Christian menundukkan kepalanya dan melihat bahwa ia hampir saja melakukan kesalahan besar. Ia mencekik seorang wanita!

Masih ada tetesan air mata di bulu mata Ella. Wajahnya yang mungil tampak tetap cantik dan manis, terutama matanya yang indah dan menawan.

Namun, berkebalikan dari keindahan itu, ada lebam yang buruk rupa di lehernya.

Christian sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan.

"Kamu masih ingin menjadi wanitaku? Apakah tidak cukup penderitaan yang kamu rasakan?"